Share

BAB 9

Diana masih menangis menahan sakit pada kakinya, dia bahkan tidak memerhatikan sekitarnya lagi. Baginya rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya sudah sangat menyiksa hingga dia lupa dengan sekitar. Gadis itu mengerang sakit saat berusaha menarik kakinya yang terjepit, namun gerakan putus asanya terhenti saat sebuah tangan kokoh menyentuh pangkal kakinya, dengan gerakan pelan menggeser letak batu dan membebaskan kaki Diana yang terjepit. Pria itu melakukannya dengan hati-hati, sebaik mungkin tidak menyakiti Diana.

Namun tidak hanya sampai di situ, pria asing itu meletakkan kaki Diana di atas pangkuannya, lalu memeriksa luka yang sedikit lebar di sana. Dia menatap wajah Diana sekilas sebelum perhatiannya kembali teralih pada luka di kaki Diana, dan saat itulah baru Diana bisa melihat wajahnya yang Diana akui memang tampan, namun kurang senyum. Pria itu tampak serius dengan mata saphirnya yang tajam.

Mereka tidak berbicara, Diana hanya menggigit bibirnya agar tidak terisak walau air mata terus mengalir. Pria itu mengeluarkan sapu tangan dan membalut luka Diana yang mengeluarkan darah. Diana seorang hemophobic sehingga dia memilih memalingkan wajah dan tidak melihat apa yang pria itu lakukan pada kakinya, namun sentuhan lembut jemari pria itu di permukaan kulitnya seakan menyengat, mengalirkan gelenyar aneh di sepanjang sentuhan pria itu.

“Ayo kita pulang,” katanya dengan suara dalam, tegas yang mampu membuat Diana bergidik ngeri seolah perkataannya tanpa bantahan.

“Pu-pulang? Ke-ke mana?” tanya Diana masih dengan sesenggukan dan juga bingung mendengar perkataan pria di hadapannya, namun dia tidak mendapat jawaban atas pertanyaanya. Sebagai ganti, pria itu menggendong Diana dan membuat gadis itu terpekik kaget dengan gerakan tiba-tiba pria bermata saphir itu.

“Ke rumah, Chéri,” jawabnya setelah mereka menjauhi pantai berbatu yang menjadi saksi kejadian traumatik Diana bersama Ari dan juga pertemuan Diana dengan pria bermata saphir.

.................

Diana melirik pria yang berada di sebelahnya. Sejak tadi dia tak henti-henti memerhatikan Mike yang hanya mendiamkannya tanpa mengatakan apa-apa. Keheningan melingkupi mereka sejak meninggalkan pantai. Diana tidak tahu ke mana dia akan dibawa, namun entah mengapa dia merasa familiar dengan jalanan yang mereka lalui. Berkali-kali Diana melirik Mike yang tampak fokus pada MacBooknya. Pria itu sibuk sendiri dengan dunianya dan mengabaikan Diana yang selalu mencuri-curi pandang.

Merasa gerah sendiri, Diana pun mencoba berdehem dan menarik perhatian Mike, tetapi pria itu seolah tidak mendengar dan membuat Diana semakin kikuk. Diana meringis saat merasakan kakinya berdenyut, dia tidak berani melihat pergelangan kakinya dan memilih menggigit bibir bawahnya karena menahan sakit. Mike menghela napas saat melihat kesakitan di wajah Diana dari ekor matanya, dan pria itu menaruh MacBook, beralih memerhatikan kaki Diana yang terbungkus sapu tangan putih berinisial MH dengan bordir benang emas di pinggir.

Pria itu menarik kaki Diana, membuat gadis itu terkesiap dan terkejut bersamaan. Dia melihat Mike dengan pandangan bingung sedangkan pria itu meminta Bima untuk mengambilkan kotak P3K yang disembunyikan di dalam dashbor. Diana mengerti apa yang Mike coba lakukan, dan dia memilih untuk diam saja selama Mike membersihkan lukanya dengan rivanol.

“Apa kau sudah menghubungi Dokter Ariadi?” tanya Mike pada Bima yang masih fokus di depan setir.

“Sudah, Sir,’ jawabnya. Mike mengangguk dan melirik pada Diana dengan mata tajamnya.

“Kita akan segera tiba Chéri, dan begitu sampai di sana lukamu akan segera diobati.”

Diana menunduk saat mendapat tatapan Mike barusan, dia tidak sanggup melihat pria itu berlama-lama, dan sebagai balasannya Diana hanya mengangguk. Mike meletakkan kembali kaki Diana dengan hati-hati dan dia melirik MacBook-nya lagi, namun gerakannya terhenti ketika Diana kembali bersuara.

“Sebenarnya siapa kau?”

Mike menoleh pada Diana, dan dia tersenyum samar. “Kau akan tahu, segera,” jawabnya tak acuh dan kembali memainkan MacBook-nya. Diana memerhatikan pria di sebelahnya masih dengan tatapan bertanya. Dia tidak mengerti mengapa Mike menolongnya dan membawanya pergi, tetapi melihat dua pria yang duduk di jok depan menyadarkan Diana bahwa mereka adalah pria-pria yang selalu mengawasinya, dan pastilah pria di sebelahnya bos mereka, dilihat dari bagaimana mereka memperlakukan pria itu dengan penuh hormat.

“Mungkinkah kau—?” Sebuah jawaban terlintas di kepala Diana, dia melirik Mike dengan gerakan cepat dan terkejut saat mendapati bahwa Mike juga menatapnya intens.

Mike menyeringai dan manik mata saphirnya berpendar hingga membuat Diana menggigil di bawah tatapan Mike, karena pria itu mengetahui dengan pasti apa yang saat ini dia pikirkan.

“Ya, Chéri, perkenalkan namaku Mike Hill, calon suamimu,” jawabnya singkat padat dan jelas sehingga tanpa sadar Diana memijit pelipisnya karena pusing. Dia tidak mengira dirinya terjebak dengan pria ini setelah lepas dari Ari.

.................

Bima melajukan mobil memasuki pekarangan yang sangat luas dengan tatanan kebun bunga yang indah dengan aneka bunga mekar menyebar di tengah halaman. Diana baru menyadari betapa luas rumah itu, karena ketika pertama kali dia dibawa ke sini, Diana bahkan tidak memerhatikan karena terlalu panik.

Mike keluar dari mobil begitu mereka sampai tepat di depan beranda. Diana hendak turun juga, tetapi dia meringis saat memindahkan kakinya sehingga matanya memejam untuk meredakan rasa sakit. Gadis itu berjengit kaget ketika merasakan sentuhan dari tangan hangat yang tiba-tiba menggendongnya keluar dari dalam mobil. Refleks, Diana mengalungkan kedua tangannya di leher pria yang menggendongnya, dan hidungnya dapat mencium bau parfum pria itu yang wangi seperti rempah dan menenangkan ketika menyentuh syaraf penciumannya, bahkan Diana bisa mencium bau jeruk dari sabun mandi yang masih melekat di kulit leher pria itu.

“Berhenti mengendusku atau aku akan menurunkanmu,” kata Mike sehingga Diana merona merah karena tertangkap basah, lebih tepatnya dia tidak sadar sudah melakukan itu.

“Maaf,” ucapnya dengan malu. Mike hanya diam dan terus membawa Diana ke dalam kamar, dan saat itulah Diana merasakan de javu ketika melihat pintu kamar tersebut yang mengingatkannya pada hari di mana dia dikurung.

Mike membuka pintunya dan tubuh Diana sedikit berayun ketika mereka memasuki ruangan. Dengan hati-hati Mike menaruh Diana di atas kasur dan melepaskan rangkulan gadis itu, dia melihat Diana sebentar sebelum keluar dari kamar. Diana memperhatikan kamar tersebut, mengernyit heran saat mendapati letak furnitur di kamar itu telah berubah. Dulu tidak ada meja rias di sana, dan sekarang Diana mendapati satu meja rias dan tidak ada lagi meja serta bangku yang kemarin mereka gunakan sebagai tempat membicarakan kontrak sialan itu, digantikan dengan sofa panjang yang bisa dipakai untuk bersantai.

Cat dinding di kamar itu tidak lagi putih abu-abu, tetapi sudah berganti biru langit dengan kombinasi putih dan merah muda. Kamar ini jadi lebih hidup dan terasa feminim sehingga membuatnya nyaman.

Suara pintu dibuka menarik perhatian Diana, dia melihat Mike masuk bersama seorang pria yang Diana perkirakan berusia sekitar tiga puluhan. Pria itu tersenyum ke arahnya dan Diana melihat tas hitam yang dia bawa.

“Mari kita lihat seberapa parah lukamu,” kata pria itu dan langsung menyentuh kakinya. Diana meringis sembari menggigit bibir.

“Kau membutuhkan satu dua jahitan untuk luka ini,” kata Dokter Ariadi saat melihat luka Diana yang terkoyak cukup dalam. Diana membelalak kaget mendengarnya, dia menggeleng dan menolak untuk itu.

“Tidak! Aku tidak mau ada jarum yang menusuk kulitku,” katanya histeris.

“Ini tidak akan sakit, hanya satu dua jahitan dan aku akan memberimu bius, tenang saja kau tidak akan merasakan sakit.”

Diana tidak peduli yang dia tahu adalah jarum-jarum itu pasti menembus kulitnya, dan dia tidak sanggup untuk membayangkan. Melihat kepanikan di wajah Diana, membuat Mike mendekatkan diri pada gadis itu untuk menenangkannya.

“Kau bisa memegang tanganku jika merasakan sakit,” jawabnya sembari mengulurkan tangan. Diana melihat Mike dengan air mata menggenang di pelupuk mata, dan hati Mike terenyuh melihat itu. Dia meraih tangan Mike dengan ragu dan meremasnya, Mike balik meremas tangan Diana.

Dokter Ariadi hanya tersenyum samar melihat mereka berdua selagi mengeluarkan peralatannya dan memulai sesi pengobatan di kaki Diana. Gadis itu memalingkan wajah ke kanan, tetapi hal itu membuat pandangannya dan Mike saling bertumbuk. Mereka hanya diam, walau jelas sekali Diana menahan air matanya saat merasakan ngilunya jarum suntik di kulitnya.

“Selesai,” kata Dokter Ariadi ketika menyelesaikan jahitannya. Diana menatap Dokter tersebut, dan dengan takut dia melirik ke arah lukanya yang telah dibalut kain kasa. “Mike. Ini antibiotik serta beberapa vitamin agar mempercepat penyembuhan lukanya,” katanya sembari menyerahkan beberapa tablet obat. Mike melepaskan tautan tangan mereka yang tanpa sadar terus terjalin sejak tadi.

Mike mengangguk dan mengantar dokter tersebut keluar dari sana. Diana terdiam di tempatnya, dia memperhatikan tangannya yang tadi dibungkus oleh genggaman hangat tangan Mike. dia bahkan sampai terpaku karena ini kali pertama dia merasakan sesuatu yang aneh ketika Mike menyentuhnya. Tetapi apa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status