Share

3 - Si Jenius yang Malang

ARVIN ditemani oleh Awes berada di ruang kepala sekolah. Berdiri mematung di depan meja seorang pria berwajah tegas di hadapannya. Sebab, mereka baru saja menyerahkan proposal yang berisi pengajuan pemasangan CCTV untuk setiap kelas.

Pak Gayandra yang selalu disapa hangat dengan panggilan Pak Gay itu membaca proposalnya dengan sangat teliti. Pria paruh baya, yang dikenal memiliki sifat arogan, usianya ditaksir sekitar 45 tahun. Ia memijit pelipis dengan jari jemari tangan kiri. Tak lama setelahnya, meletakkan proposal di atas meja, dan membenarkan letak kaca matanya yang sedikit melorot di pangkal hidungnya.

Arvin menelan salivanya dengan susah payah. Keringat dingin merebak, seiring dengan degup jantung yang kian meningkat. Apa yang harus ia lakukan untuk memulai pembicaraan dengan pria itu sekarang?

“Ba-bagaimana, Pak? Apa Pak Gay setuju dengan isi proposal yang para OSIS buat?” Cukup lama Arvin mengatur irama degup jantungnya, hingga pada akhirnya berhasil angkat suara. Akan tetapi ....

Brraaaak!!!

Arvin berjingkat kaget saat Pak Gay secara tiba-tiba menggebrak meja kerjanya. Tak hanya Arvin, Always pun sama hingga sampai memeluk cowok itu.

Pak Gay menatap tajam kedua cowok di hadapannya. Membuat atmosfer ketegangan melingkupi ruangan ini. “Panggil saya Gayandra! Paham?” tuturnya tegas. Sebab, ia tak pernah suka jika hanya dipanggil dengan nama depannya saja - Gay.

Awes melepaskan pelukannya. Ia menelan salivanya. Mengangguk paham. “Pa-paham, Pak Gay … Yandra.”

“Saya menolak proposal kalian untuk memasang CCTV di seluruh ruang kelas! Pasti itu akan membutuhkan biaya yang sangat besar, dan itu berat. Saya nggak akan kuat.”

“Tapi, Pak --" Belum sempat Arvin akan menyangkal. Sayangnya, ucapannya harus rela terpotong oleh keputusan yang telah dibuat Gayandra.

“Saya hanya akan memasang CCTV di ujung sayap kanan, sayap kiri, dan bagian tengah pada bangunan sekolah saja! Titik!”

Arvin mengembuskan napas kecilnya. Sedangkan Awes yang memiliki ide tersebut pasrah akan semua keputusan yang telah dibuat oleh kepala sekolah mereka. Sebab, mereka tahu, jika keputusan pria berambut panjang sebahu yang diikat ke belakang itu, tak bisa diganggu gugat.

••••

Glamour Camping

Let’s join with us!

Location: Gunung Pancar

Acara ini memiliki tujuan “Kembalikan kami ke dunia yang menyenangkan, dunia nyata.”

Tema: Kembali ke alam dan menyatu dengan lingkungan sekitar.

Kami akan mengajak kalian bersenang-senang dengan masuk ke dunia yang menyenangkan, yaitu alam. Kalian bisa belajar bersama alam, tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar.

With Love

Panitia OSIS

Langkah kaki Happy terhenti, ketika manik matanya menoleh ke mading dan mendapati sebuah informasi menarik di sana. Ia tersenyum saat membacanya. Baginya, glamping merupakan sebuah acara yang sangat menyenangkan. Sebuah acara yang diselenggarakan oleh OSIS, yang berawal dari ide sang ketua OSIS.

Acara tersebut wajib diikuti oleh siswa kelas 10 dan kelas 11, yang sudah menjadi rutinitas di setiap tahunnya. Di mana tahun sebelumnya, para anggota OSIS berbondong-bondong memilih tempat yang mewah dengan fasilitas serba ada, untuk dijadikan tempat mereka berwisata. Namun, OSIS di tahun ini berbeda. Arvin lebih memilih tema alam dengan budget yang murah meriah, guna untuk meminimalisir anggaran pengeluaran sekolah.

“Sepertinya kamu tertarik buat ikut acara itu?”

Happy terkesiap saat tiba-tiba saja terdengar suara berat seorang cowok, menyapanya. Namun, mendengkus kesal saat menoleh ke samping kanan dan menemukan Raja yang sudah berada di sampingnya.

Happy memilih untuk tak menjawab. Membalikkan tubuh, dan melangkahkan kedua kakinya pergi meninggalkan cowok itu. Saat yang sama, tangan kekar Raja sudah lebih dulu menggamit pergelangan tangan Happy. Membuat tubuh cewek itu kembali menoleh ke belakang.

“Kenapa si kamu selalu menghindar dari aku?” pekik Raja geram. Jujur saja, ia sudah tak bisa mengontrol emosi, hingga sedikit menaikkan nada suaranya.

Happy tercengung. Manik mata teduh itu seketika mengobarkan api kemarahan. Kendati begitu, Happy tak takut. Ia masih berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Raja darinya. “Karena aku nggak pernah suka sama sikap arogan kamu!” ungkapnya. Namun, seberapa kuat usahanya untuk melepaskan, cowok itu malah semakin mengeratkan genggamannya.

“Raja! Lepasin, nggak?”

Raja menyeringai. Menatap tajam wajah cantik yang telah kalut di hadapannya. “Jawab dulu pertanyaan aku! Apa kamu ikut acara glamping itu?” tanyanya dengan menunjuk papan mading. Tanpa disangka, ia mendekatkan wajah ke arah Happy. Membuat cewek itu memundurkan sedikit wajahnya ke belakang.

Sial! Kenapa tak ada satupun siswa yang menolongnya? Apa sebegitu takutnya mereka dengan Raja? Pasalnya, di lorong menuju kantin ini, banyak siswa yang berlalu lalang. Mirisnya, mereka hanya sekilas melirik ke arah Happy sebelum meneruskan langkahnya.

Happy menatap tajam Raja. “Bukan urusan kamu! Toh, aku berani bertaruh! Kalau kamu dan teman-temanmu nggak akan mau ikut acara murahan seperti itu.”

Raja sekilas membuang muka ke samping. Terkekeh. Rupanya cewek yang disukainya itu sedang mencoba untuk bertaruh dengannya. “Aku ikut! Asalkan kamu juga ikut!”

Happy tersenyum sinis mendengarnya. Ya, Tuhan. Sungguh, ia sedang malas untuk berdebat dengan cowok arogan seperti Raja saat ini. Pada akhirnya, ia pun menjawab, "Ya, aku ikut!"

••••

Betapa aku mencintaimu, dengan sepenuh hatiku.

Awes bersenandung kecil menyanyikan sebuah lagu milik Vagetoz, sambil kedua bola matanya tak henti menatap Happy yang berada di seberang kursinya. Sedangkan cewek itu, begitu fokus menekuri buku Biologinya.

Kelas 11 IPA satu yang merupakan kelas mereka saat ini sedang kosong. Karena guru Biologi mereka tak bisa hadir akibat sakit. Oleh sebab itu, suara riuh para penghuni kelas tak dapat dihindari lagi.

Pandangan Awes saat ini beralih ke arah seorang cewek yang memasuki kelasnya tanpa permisi. Cewek itu ialah Bella yang merupakan penghuni kelas sebelah, 11 IPA dua.

Bella tergesa-gesa, masuk ke dalam kelas. Menghampiri kursi Rosa, sahabatnya. "Ros, aku mau bicara sesuatu sama kamu," beritahunya seraya menggamit lengan cewek yang memiliki darah campuran antara Indonesia dan Arab.

Rosa mendengkus kesal. Lalu, menepis kasar genggaman tangan tersebut. “Nggak ada yang perlu diomongin lagi. Sudah beberapa kali aku bilang, kalau aku nggak bisa bantu kamu, Bell!” ucapnya dengan meninggikan nada suaranya.

Bella terenyuh melihat sikap sahabatnya yang saat ini telah berubah drastis. “Sekali ini saja, Ros. Aku mohon bantu aku," mohonnya dengan mengatupkan kedua tangan di depan dada.

Rosa membuang muka. Bahkan, tak mengindahkan perkataan Bella. "Lebih baik kamu pergi dari kelasku, Bell!" usirnya. Membuat dada Bella mendadak teriris perih.

Semua mata kini tertuju ke arah keduanya. Berbisik-bisik. Pun, tampak bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan mereka? Bukankah mereka merupakan sepasang sahabat yang selalu tampak mesra tanpa pernah ada masalah?

Awes mendesah pelan. Ia tak ingin ikut campur dengan urusan keduanya. Hingga memilih kembali mendengarkan musik melalui earphone-nya.

••••

Suara riuh para siswa berhambur keluar kelas untuk menuju ke Kantin. Jam istirahat seperti ini merupakan waktu yang telah dinanti para penghuni sekolah untuk memuaskan rasa dahaga serta lapar mereka. Tak terkecuali, Awes dan Happy yang sudah lebih dulu berada di kantin, untuk makan siang bersama. Sedangkan Arvin, cowok itu sedang sibuk dengan urusannya di ruang OSIS. Mengingat, acara wisata glamping hanya tinggal beberapa minggu lagi.

“Mas Arvin ke mana, ya? Kok, nggak ikut makan siang bareng sama kalian berdua?” tanya Mbak Wik heran. Wanita itu meletakkan dua gelas Pop Ice pesanan mereka di atas meja.

Awes terpegun. “Waaah ... Jangan-jangan benar ni gosip tentang hubungan spesial antara Arvin dan Mbak Wik. Arvin nggak ada saja, Mbak Wik langsung nanyain,” ejeknya kemudian kepada janda cantik di hadapannya.

“Haha. Mas Awes bisa saja. Cuma gosip, Mas. Lagian, kan, biasanya kalian selalu bertiga. Tapi, kenapa sekarang cuma berduaan saja? Jangan-jangan kalian --" Mbak Wik memainkan Kedua alisnya naik turun, seraya menunjuk dua sejoli di hadapannya.

Happy terkekeh. “Arvin lagi ada rapat OSIS, Mbak. Nanti kalau sudah selesai, dia bakalan menyusul ke sini," beritahunya seraya memutus cepat ucapan janda cantik itu sebelum mengarah ke arahnya.

“Oooh ... Seperti itu.” Mbak Wik berniat pergi. Namun sebelum itu, tersenyum jahil menatap mereka. “Saya lihat, kalian pasangan yang serasi, loh. Semoga hubungan kalian langgeng, ya? Langgeng, sampai menuju ke pelaminan,” kelakarnya kemudian.

Happy tergelak sambil menepuk keningnya. Ya, ampun. Ia tak habis pikir bahwa hidupnya selalu saja di kelilingi oleh orang-orang yang memiliki sifat unik. Orang-orang yang selalu membuatnya tertawa oleh ucapan atau tingkah konyol mereka. Contohnya, seperti Always dan juga Mbak Wik ini.

Berbeda halnya dengan Awes. Cowok itu tertegun, dengan kedua manik matanya berbinar senang, seraya menatap punggung Mbak Wik. Mengamini, perkataan wanita itu di dalam hati. Baginya, setiap perkataan yang keluar dari bibir seseorang merupakan sebuah doa.

“Awes, bagaimana kabar nenek? Sudah lama banget, aku nggak ketemu nenek. Aku juga kangen dipanggil Bae Suzy sama nenek,” tanya Happy tiba-tiba.

Pertanyaan itu berhasil menyadarkan lamunan Awes. Cowok dengan iris mata berwarna cokelat itu tertawa. Saat ini, benaknya membayangkan sang nenek yang selalu memanggil nama Happy bukan dengan namanya. Melainkan dengan nama para aktris Korea yang diidolakan sang nenek.

“Kabar nenek baik. Weekend ini, kalau kamu ada waktu, kamu boleh main ke rumah aku,” terang Awes seraya menyeruput Pop Ice rasa vanillanya.

Happy pun sama. Menyeruput Pop Icenya, dan melenggut. “Iya, kapan-kapan aku main ke rumah kamu, ya.”

Siang ini, suasana kantin begitu tenang dan damai. Semua siswa asyik menyantap makan siangnya dengan diiringi oleh canda dan tawa. Namun, suasana damai itu, seketika berubah menjadi gaduh, saat The Richest memasuki kantin, dan membuat keonaran.

Raja duduk di samping Yoga. Bersamaan dengan ketiga sahabatnya yang duduk mengelilingi mejanya. Membuat cowok yang selalu berpenampilan rapi itu tergemap sekaligus panik.

Yoga memilih untuk bangkit. Kakinya hendak melangkah, bersamaan dengan tangan Raja yang sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. Bahkan, cowok itu tampak mengangguk. Mungkin memberikan kode untuk tetap duduk di kursinya. Mau tak mau Yoga harus menuruti perintah sang pemberi titah.

Raja tersenyum, ketika Yoga menuruti titahnya. Kemudian, merangkul cowok dengan tatanan rambut belah tengah itu. “Vin, beliin Yoga minuman dingin, sana!” titahnya kepada Kevin, setelah melihat tak ada air minum di sana.

“Siap!” Kevin beranjak dari duduknya. Lalu, memberi hormat bendera kepada Raja.

Kali ini, Lisa memilih mengikuti jejak Gavin untuk tak ikut aksi pem-bully-an terhadap Yoga. Cewek itu memilih untuk menikmati santap makan siangnya dengan damai. 

Kevin membelikan Pop Ice untuk Yoga dan meletakkannya di depan cowok itu. Kemudian, kembali mendaratkan bokongnya di kursi.

“Makasih,” ucap Yoga tulus kepada Raja. Kebetulan sekali, ia memang sedang haus saat ini.

Yoga mengambil Pop Ice itu dan mendekatkannya ke arah bibir untuk meminumnya. Belum sempat gelas itu tersentuh oleh bibirnya. Nahas. Raja sudah lebih dulu merebut Pop Ice dari tangannya, bahkan meminumnya.

Raja meminumnya hingga tersisa setengah. Merasa telah puas. Lalu, menyodorkannya kembali ke arah Yoga. "Lo mau minum?” tanyanya, yang tak disahuti oleh lawan bicaranya.

“Pijitin kaki gue dulu!” perintah Raja kemudian. Ia pun menaikkan kedua kakinya di atas meja.

Yoga menatap tajam ke arah Raja tak suka. Kendati begitu, ia tak bisa menolak. Mau tak mau Yoga menuruti perintah Raja. Membuat sang raja dari kelompok The Richest tergelak.

Di seberang sana, tak jauh dari meja mereka. Awes mendengkus kesal melihat ulah licik Raja. Dadanya terasa panas akibat gejolak amarah telah mendekapnya. Oh, ya ampun. Bagaimana bisa si Yoga yang jenius harus mau melakukan hal yang merendahkan dirinya seperti itu?

Awes mengepalkan kedua tangannya. Lalu, menyeruput habis esnya hingga hanya menyisakan es batu di dalam gelasnya. Setelah itu, ia bangkit dengan arah pandang tetap tertuju ke arah Raja.

“Kamu tunggu di sini!” tegas Awes kepada Happy, sebelum melangkahkan kedua kakinya ke kursi Raja dengan membawa gelasnya.

Happy tergegap. Panik. Apalagi saat melihat mimik raut wajah Awes yang sudah tak bersahabat. “Awes kamu mau ke mana?” teriaknya, yang tak disahuti oleh cowok hitam manis itu.

Awes terus melangkahkan kakinya menghampiri Raja. Dengkus napasnya bergemuruh, seiring kobaran amarah kian meningkat. Ia berjalan mengendap perlahan, ketika sudah berada di belakang tubuh Raja. Dan ...

Byuuuur!!

Seketika, semua es batu di dalam gelas milik Awes berhasil mendarat dengan sempurna di atas kepala Raja.

Raja terperangah. "Anjir!" umpatnya kasar. Ia pun menuruni kedua kakinya dan bangkit. Lalu, menoleh ke belakang dan mengerang geram saat menemukan Awes di sana.

Mendadak emosi Raja memuncak. Kedua tangannya terkepal erat. Saat yang sama kepalan tangan itu melayang ke arah pipi Awes.

Awes membeliak. Detik berikutnya, menyeringai. Dengan sigap, cowok itu berhasil menahan kepalan tangan Raja dengan satu tangannya. “Anak mami kaya lo itu, nggak akan bisa melawan gue, Ja!” ucapnya sinis.

Semua penghuni kantin panik, saat melihat perdebatan antara si kaya dan si miskin. Namun, tak sedikit dari mereka yang mulai bertanya-tanya, siapa yang akan memenangkan perdebatan ini? Bahkan, ada pula dari mereka yang mengabadikan moment langka itu dengan kamera ponsel miliknya. Pasalnya, hal tersebut merupakan kali pertamanya ada seseorang yang berani melawan Raja. Di mana biasanya tak ada satupun yang berani menyentuh anak pengusaha tambang itu.

Sial! Raja mencibir. Lalu, menepis kasar kepalan tangan Awes yang menggenggam tangannya. Raja menyeringai. Dan, mendorong keras tubuh Awes ke belakang.

“Heh! Berani banget lo ngatain gue anak mami! Tukang ojek kayak lo itu harus dikasih pelajaran. Biar nggak belagu!” ucap Raja geram, dengan terus mendorong tubuh Awes hingga terkunci di antara meja stand milik Mbak Wik dan dirinya.

Awes berdecih. “Sok atuh kalo bisa!” Awes tak takut. Terlalu percaya diri, hingga saat ini dirinya malah memasang tubuhnya untuk menerima hantaman dari Raja.

Happy panik. Kalang kabut. Sialnya, ia tak bisa berbuat apapun. “Dasar, Awes bodoh!” gerutunya kesal.

Raja terbahak. Tanpa buang waktu, ia mengusap kepalan tangan kanannya, untuk memberi satu tinju termanisnya untuk si tukang ojek. Kini, langkah kakinya surut perlahan, maju ke arah Awes. Ia menyeringai lebar. Dan mulai melayangkan tinjunya.

Awes memejamkan kedua netranya. Ia merutuki dirinya sendiri, yang terlalu percaya diri. Tak seharusnya ia berkata seperti itu. Ah, sial! Semua telah terlambat. Tak mungkin kan ia menarik kembali perkataannya. Mau tak mau, ia harus membiarkan saja Raja memberikan tinjunya ke arah wajah tak tampannya itu.

Buuukk!!

Hening.

Awes meringis. Menahan rasa sakit. Namun, detik setelahnya mengernyit bingung karena pada kenyataannya ia tak merasakan apapun. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Ia pun memilih untuk membuka sebelah netranya. Dan seketika membeliak saat melihat pemandangan di depannya.

“Berhenti, atau kalian berdua gue aduin ke Pak Gay!” ancam Arvin tegas kepada Raja dan Awes. Kemudian, menepis kasar tangan Raja, yang telah berhasil ditahannya tadi.

Awes mengembuskan napas lega. Namun, tanpa disangka Arvin malah mencengkeram kerah tengkuknya dan menyeret paksa keluar dari tempat ini. Membuat Awes tercenung.

“Vin, urusan gue belum selesai sama Raja. Lepasin gue!” pinta Awes, yang tak diindahkan oleh cowok berkulit putih itu.

Raja mendengkus kesal. “Heh, tukang ojek! Mau ke mana lo?” teriaknya.

"Aww ... Aww ... Aww! Sakit, Vin! Lepasin gue!" Awes berusaha untuk melepaskan dasinya dengan kedua tangan yang saat ini tengah ditarik oleh Arvin, layaknya seekor kambing. Membuat lehernya terasa tercekik, dan sulit bernapas. Kendati begitu, sebelum benar-benar pergi dari kantin ini, Awes menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang dan mengumpat, "Heh! Anak mami, diam lo!”

Raja mendengkus kasar. Mendaratkan bokongnya di kursi dan menatap tajam punggung Awes yang sudah tak terlihat. Kini, pandangannya beralih ke arah seragamnya. Basah. Sial! Si tukang ojek itu telah berhasil menyisakan kelembaban pada seragam termahalnya.

"Lihat pembalasan gue nanti, Always!"

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status