Share

Penyelamatku

Suasana yang menghangat kini terasa kembali mencekam. Pria itu ia lihat lagi. Pria yang tadi hampir merenggut kesuciannya kini tengah berada di tempat yang sama.

Jantung berdebar seakan ingin copot dari tempatnya. Tangan gemetaran dan di dapatkan agar bisa kembali tenang.

Bola mata yang tajam milik seorang pria kini menoleh dan tertuju ke arahnya. Gadis ini bergerak cepat agar tidak terlihat. Menunduk dan berdoa agar mereka tidak lagi saling bertatapan.

Seorang pria yang tengah mengeluarkan lembaran uang untuk petugas SPBU melihat ke arah putrinya. 

"Kenapa, Nak?" Suara itu bisa saja membuat pria tadi curiga.

Memberikan kode adalah suatu solusi agar dia selamat. Gerakan tangan di buat untuk meminta ayahnya diam dan tidak bertanya lagi.

Sang ayah mengerti dan menutup mulutnya rapat-rapat. Bergegas masuk dan meninggalkan SPBU.

"Ngomong-ngomong ayah mau tanya. Kenapa mata kamu sembab dan kenapa tadi bersembunyi?" Pertanyaan ini ia tahan-tahan karena menunggu waktu yang tepat.

"Seila ada masalah di sekolah dan tadi ada teman Seila di SPBU, yah!" jelasnya yang masih tertutup dan tidak mau jujur.

"Jangan menangis, Sayang. Anak ayah, kan kuat!" Surya berusaha menguatkan putri bungsunya. Tangan yang semula memegang kemudi mobil berpindah untuk mengusap pundak Seila. Berusaha menenangkan Seila agar perasaannya lebih nyaman.

Kepala Seila bersandar di pundak Surya. Pundak sang ayah terasa nyaman melebihi bantal hingga ia tertidur sampai di rumahnya. Malam ini dia tidak akan pergi ke club untuk mempelajari minuman koktail lagi. Hari ini sangat melelahkan dan menguras emosi. Seila harus istirahat dan mempersiapkan diri untuk pindah sekolah.

Entah berapa kali dari sejak di bangku sekolah dasar dia terus saja berpindah-pindah, demi menghindari orang yang seperti toxic. 

Seila lebih memilih menghindar daripada membuang waktu untuk menghadapi mulut pedas orang yang seperti pedang. Siap menerjang kapan saja, tajam dan berbahaya.

Seperti malam biasanya, rumah Seila sepi karena ibunya sedang berada di club. Ayahnya juga sebentar lagi akan pergi ke club.

"Kamu tidak apa-apa sendirian di rumah?" tanya Surya untuk memastikan. Dia tahu putrinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Tidak apa-apa, Yah. Silahkan berangkat ke club." Seila memaklumi pekerjaan kedua orang tuanya. Dia tidak mengatur dan malah selalu mendukung. Memang usaha yang di tekuni ibu dan ayahnya itu tidak baik. Menjadi mucikari dan pemilik club malam.

Seila tidak pernah mempermasalahkan masalah itu. Asal bukan dia yang di jual dan tidak ada yang mengganggunya saat di club.

Malam terasa sunyi saat Seila hanya sendirian di dalam kamar. Dia anak tunggal dan kedua orang tuanya baru akan pulang besok pagi. Rumah hanya di jaga seorang satpam dan beberapa CCTV.

Sebuah buku berwarna merah jambu tengah Seila genggam. Dia ingin menulis sesuatu. Di pikirannya ada sosok anak laki-laki tadi yang tampan. Dia lalu menulis kejadian tadi di buku hariannya.

Memang sudah tidak zamannya lagi menulis diary. Tapi karena Seila melakukan ini untuk mengisi kegiatan di dalam rumah selain belajar, jadi dia melakukannya dengan perasaan yang semangat dan terasa menyenangkan.

Bait demi bait kata-kata indah ia rangkai untuk menceriakan bagaimana sosok laki-laki tadi bernama Aksara yang menolongnya dari bahaya Jefry. 

Tidak sadar Seila mengukir sebuah senyuman saat membayangkan Aksara. Pria yang tampan dan terlihat menawan. Aksara juga terlihat seperti anak yang baik. 

'Yeay … lusa aku akan bersekolah satu SMA dengan Aksara!' batin Seila seraya melempar buku diari ke udara dan menangkapnya lagi.

Dia tidur memeluk jaket kepunyaan Aksara. Aroma parfum maskulin milik anak SMA itu sangat menarik dan membuat indra penciuman Seila nyaman menghirupnya.

Jaket ini akan Seila kembalikan saat bertemu Aksara nanti di sekolah. Ia tak sabar untuk berkenalan secara pribadi dan mengucapkan terima kasih lagi.

Jantung Seila berdegup kencang saat dia memeluk jaket itu. Ia tak tahu namanya jatuh cinta dan seperti apa rasanya. Apakah yang saat ini dia rasakan itu adalah cinta atau hanya kekaguman semata. Yang jelas, kehadiran Aksara begitu berarti.

Netra yang semula terbuka kini tertutup rapat dalam beberapa jam. Hanya suara dari ayam yang berkokok dan cahaya matahari yang menembus tirai lah yang membangunkan gadis cantik dari tidurnya semalam.

Gadis berambut coklat itu terperanjat bangun dan segera turun untuk mencuci jaket milik pria tampan yang kini ia genggam. Jaket itu tidak ia biarkan untuk di cuci asisten rumah tangga. Ia memilih tangannya sendiri yang akan membersihkannya.

Pintu mesin cuci yang terletak di bagian depan ia buka perlahan. Memasukkan jaket dan sabun lalu air. Jemari lentiknya memencet tombol power dan mesin cuci pun berputar searah jarum jam.

Gadis bernama Seila duduk memperhatikan laju mesin yang tengah mencuci jaket. Tangannya menyilang lalu menyangga dagu. Menunggu mesin cuci berhenti dan dia harus mengisi air untuk membilasnya.

Hari ini Seila bolos dan orang tuanya yang akan ke sekolah untuk mengurus kepindahan Seila ke sekolah baru.

Seorang wanita masuk dan memanggil-manggil nama anaknya.

"Seila, Seila, Seila …." Ia sampai mencari ke kamar dan ke seluruh ruangan.

"Non Seilanya ada disini, Bu!" ujar seorang asisten rumah tangga yang sedari tadi memperhatikan Seila yang sibuk melamun.

"Seila, Seila …." Beberapa kali sang mama memanggil nama Seila tapi gadis itu tidak menjawabnya.

"Seila!" Tepukkan di bagian bahu Seila menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

"Anak mamah lagi apa, sih? Serius banget liatin mesin cuci." Mama Seila duduk di sebelah sang putri.

"Ga tahu itu, Nya. Non Seilanya dari tadi liatin mesin cuci mulu sambil melamun." Asisten bernama bi Surti menceritakan Seila yang sedari tadi memang sudah lama melamun.

Seila menoleh dan memperhatikan dua ibu-ibu yang mengajak ia berbicara tapi ia abaikan. "Maaf, Ma! Maaf, Bi! Seila liatin cucian takutnya macet atau sudah waktunya di kasih air buat bilas!" Sebuah alasan yang di buat-buat agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Lagi, Non. Ngapain nyuci sendiri. Biar bibi aja!" Tidak biasanya Seila mencuci pakaian sendiri.

"Iya, Sei. Ngapain anak mama yang cantik ini nyuci segala. Kan, ada bi Surti! Biar bi Surti yang cuci, Sei!"

"Enggak, Mah. Ga papa sesekali!" tolaknya yang masih ingin menatap jaket Aksara.

"Kata ayah, Seila mau pindah sekolah lagi?" tanya sang mama yang belum pergi.

"Iya. Biar Seila cari suasana baru lagi!" jawabnya enteng. Orang tua mana yang tidak khawatir jika terjadi sesuatu pada putrinya.

~LianaAdrawi~

Seorang anak laki-laki tengah berjalan sendiri. Wajah tampannya penuh luka lebam, membuat orang yang melihat heran dan memperhatikannya.

Sahabat-sahabatnya pun mendekat melihat rekannya babak belur seperti habis di hajar masa.

"Muka Lo kenapa?" tanya salah satu anak sambil ikut berjalan di samping pria tersebut.

"Habis di pukul orang!" Dia tetap berjalan ke depan tidak melihat semua wajah yang sedari tadi memperhatikannya.

"Sekarang mau kemana?" tanyanya lagi.

"Mau nemuin seseorang!" Langkahnya terhenti saat tiba di ruangan kelas IPA putri. 

"Gadis itu kemana?" Dia memperhatikan di balik kaca tapi gadis yang ia cari tidak ada.

"Siapa yang Lo cari?"

"Seila!" jawabnya singkat. Api kemarahan dan dendam terpancar dari bola mata yang kini memerah.

"Dia kayanya ga masuk!"

"Sial!" teriaknya sambil menendang tong sampah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status