Share

BAB 4

Seorang anak laki-laki mengepalkan tangan dan menendang tong sampah. Salah apa tong sampah itu hingga tertendang sampai membentur tiang bangunan sekolah. 

Temannya pun kaget melihat keadaannya saat ini. Penampilan yang semrawut, wajah yang babak belur dan emosi setelah mencari gadis yang ia cari tidak ada.

“Ada masalah apa, sih Lu, Jef? Coba ceritain ke gue!” Pria ini menarik lengan Jefry agar mereka mengobrol di rooftop. 

Di rooftop bangunan sekolah  tempat biasa Jefry dan sahabatnya menyedot satu atau dua batang rokok sambil memandang setiap gadis yang lewat. Di tempat ini pula dia biasanya memperhatikan Seila dari kejauhan.

Jefry menyilangkan tangan di depan dada sembari menunggu orang yang ada di sebelahnya ini membuka bungkus rokok. Jefry meraih satu batang dan menyalakan pemantik berbentuk persegi empat hingga mengeluarkan api. Menyedot perahan agar permukaan ujung rokok terbakar dan mengeluarkan asap.

Dia kemudian bersandar di pilar bangunan, menyilangkan kaki sambil menatap langit. “Lo tahu, kan, berita tentang Seila, Ze?”

“Iya, gue tahu. Mungkin karena itu juga dia sekarang ga masuk!” jawab pria bernama Zenal.

“Bukan karena itu juga. Ada hal lain.” Jefry menghembuskan nafas. Asap rokok terbang ke udara.

“Apa Itu?” Zenal penasaran. Dia ikut menikmati sebatang rokok. Mereka sudah lama melakukan ini disini. Tidak ada yang melihat atau melaporkan keduanya. Jika ada yang melihat pun, tidak ada yang akan berani melaporkannya. Selain terkenal playboy, Jefry dan Zenal terkenal sebagai preman  sekolahan.

“Karena gara-gara gue juga!” Jefry menyedot dan mengembuskan asap rokok lagi. 

“Lha … Lo apain tu anak orang?” zenal semakin penasaran. Apakah sahabatnya ini sudah mencium atau mencampakan hati gadis yang baru genap dua bulan bersekolah disini.

“Lo cium dia? Atau lo putusin? Tapi … perasaan Lo sekarang lagi jomblo!” Zenal memikirkan apa kesalahan Jefry. Isi kepalanya berputar. Apa lagi jika bukan mencium dan mencampakkan gadis.

“Lebih parah dari itu!” Jefry kemarin seakan hilang kendali. Dia tidak pikir panjang. Bagaimana jika Seila melaporkan tindakan dia pada pihak sekolah dan orang tuanya akan mengetahui kenakalan yang ia lakukan. Kemarin saat melihat Seila yang begitu cantik dan menawan, jalanan sepi serta kesempatan kapan lagi yang bisa ia dapatkan untuk berbicara berdua bersama gadis itu. Situasi dan kondisi sangat pas untuk melakukan itu bersama seorang gadis.

Rumor yang mengatakan fakta tentang Seila juga sampai ke telinganya dan membuat dia kaget. Saat pulang dari ekstrakurikuler seni, dia melihat gadis cantik bernama Seila pulang sendirian.

Telinga Zenal seakan tersambar petir saat mendengar alasan Jefry. “Hah … berarti lho pe- pe-perkosa?” Zenal menjatuhkan rokoknya. 

Jefry membekap mulut Zenal hingga tertutup rapat dan bola matanya melebar. “Berisik, Lu. Kalo ada yang denger gimana?”

Zenal menepuk-nepuk lengan Jefry agar dia tidak kesusahan bernafas. “Beneran?”

“Kaga! Gue cuma hampir aja perkosa dia,” bisik Jefry di sebelah telinga Zenal.

“Gile ….” Zenal bertepuk tangan. 

“Seorang Seila bikin Lo hilang kendali! Terus, kenapa cuma hampir?” Zenal menyayangkan karena Jefry tidak berhasil mendapatkan Seila. Isu mengatakan Seila juga ikut melayani para tamu, berarti Seila sangat pandai menghibur para pria. 

“Dia lawan pas gue mau perkosa. Lalu kabur pas ada orang yang nyelametin dia,” jelas Jefry sambil menceritakan kronologis kejadian.

“Kalo dia laporin Lo ke kepsek gimana?” Zenal menepuk pundak Jefry. 

“Mati Lo ntar di keluarin dari sekolah.” Zenal menakut-nakuti Jefry. Dia tahu ayah Jefry tidak akan membiarkan kelakuan yang sangat nakal ini. 

“Ngapain, sih, Lo ampe kepikiran pengen nganu?” Zenal ingin tahu alasan Jefry. Meski di otaknya juga mengatakan bahwa Jefry terpesona akan wajah dan tubuh Seila yang sexy.

“Badan dia sexy banget, kulitnya mulus dan em-, pokoknya susah di ceritakan dengan kata-kata. Liat dia kemarin sore bikin pikiran gila gue menguasai seluruh celah urat-urat di otak gue!” Jefry menjelaskan panjang kali lebar tentang alasan dan kronologis kejadian.

Zenal ikut membayangkan apa yang Jefry ceritakan. Dia juga sama, menyukai Seila, gadis yang jual mahal dan tidak memiliki kekasih di sekolah.

Dia bak bidadari yang hadir di sekolah ini. Semua mata pria tertuju padanya. 

“Kalo besok dia gak laporin Lo ke kepsek, berarti Lo aman. Tapi … kalo dia laporin Lo, bahaya Bro. Mati Lo seketika!” Zenal terkekeh menakut-nakuti Jefry.

Jefry menghembuskan nafas kasar. Dia melempar puntung rokok dan menginjaknya agar api pada bagian ujung mati. “Cuma bisa ngarep kalo dia gak laporin gue, terus gue mau minta maaf!”

“Yu ke kelas!” ajak Zenal. Waktu pada arloji yang ia kenakan telah menunjukan sebentar lagi kelas akan di mulai.

Mereka hendak membuka pintu penghubung rooftop dan tangga untuk turun. Menghentikan langkah saat mendengar dua orang gadis tengah mengobrol tetapi dengan nada yang mencurigakan.

“Kerja Lo bagus. Semua rumor tentang Seila anak mucikari dan rumor tambahan yang kita buat itu udah menyebar di sekolah. Gue yakin, dia ga akan berani sekolah lagi karena malu!” Gadis itu tertawa. Merasa senang atas penderitaan orang lain.

“Ini bayaran Lo!” Dia memberikan sejumlah uang pada temannya yang menyebarkan rumor.

“Kalo boleh tahu. Kenapa Lo sejahat itu sama dia?” tanya  gadis yang kini menghitung uang upahnya.

“Apa? Jahat? Dia nyebelin. Udah jadi anak yang pinter, cantik dan kalahin popularitas gue.” Gadis ini tak mau kalah. Dia asalnya gadis paling cantik dan populer. Setelah kehadiran Seila sebagai anak pindahan. Dia merasa tersaingi dan anak-anak sekolah mengagumi kecantikannya.

Seila memang pendiam dan jarang bergaul. Dia merasa kurang nyaman dengan tempat baru.

“Tapi dia ga pernah terima cinta satupun cowok,” jelasnya lagi.

“Mau iya, mau enggak, pokoknya gue gak mau ada gadis yang popularitasnya melebihi gue di sekolah ini!” Nadanya terdengar semakin sombong.

“Oke, Terima kasih Ica!” Uang yang ia terima segera di sembunyikan lalu mereka kembali ke kelas masing-masing.

Zenal menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangan. Mendengar gadis imut dan cantik, primadona sekolah ternyata berbuat hal yang sangat kejam.

“Itu Ica mantan pacar Lo, kan? Yang nangis-nangis gak mau di putusin?” tanya Zaenal saat Ica sudah tidak disitu lagi.

“Iya! Berarti dia yang nyebar gosip?” tanya Jefry.

Zenal mengangguk.

“Tadi dia bilang rumor lain itu hanya tambahan dari mereka aja?”

Zenal lagi-lagi mengangguk. “Kali aja Seila gak seperti yang mereka sebutkan, Bro. Wah … Lo ampir hancurin hidup anak orang!” Zenal menggelengkan kepalanya. Jika rumor tentang Seila melayani setiap tamu dan anak gadis yang nakal itu tidak benar, berarti Seila gadis baik-baik, tapi hidup dari orang tua yang berprofesi mucikari.

Tubuh Jefry seakan lemas dan tak berdaya. Beruntung kemarin dia tidak berhasil membobol Seila.

“Udah, Bro. Kuatkan hati!” Zenal menepuk-nepuk pundak Jefry. Ia menuntun sahabatnya itu menuruni anak tangga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status