Wajah seorang gadis terlihat sangat malu setelah mendapat perlakuan yang tidak mengenakan. Dia di perhatikan oleh seluruh siswa yang ada kelasnya. Sementara pria yang dia ajak bicara tadi menuju rooftop mungkin untuk menenangkan diri dari keramaian.
"Tuh, kan. Aksara, tu, gitu. Makanya jangan coba-coba deket sama Aksara, Sei!"
Bukannya sakit hati. Seila malah ingin tahu, kenapa dengan sikap Aksara. Berbeda dengan sikap saat pria itu tempo hari menolongnya. Adakah yang membuat Aksara kesal. Mungkin pagi-pagi Aksara kesal karena di kelilingi para gadis. Seila yakin Aksara memang pria yang baik.
*****
Sepuluh menit Aksara diam di rooftop sambil mengamati kelasnya yang akan di masuki guru. Dia kembali saat melihat guru biologi memasuki ke kelasnya.
Aksara berjalan ke kelas di perhatikan oleh gadis-gadis. Kapan hidupnya akan tenang dari kejaran para gadis. Harinya begitu suram saat menjadi orang tampan. Bukannya senang, Aksara malah risih dengan semua gadis yang mengejarnya.
Dia masuk ke kelas tak lupa memberikan hormat pada guru yang sudah lebih dulu masuk. Duduk manis lagi di bangku kebesarannya di dekat jendela.
Guru yang bertubuh subur dan sangat serius mengajar itu kaget saat ada siswa yang masuk tiba-tiba ke kelasnya lalu berdiri di depan.
"Ang- angga! Kamu mulai sekolah lagi hari ini?" tanya sang guru pada anak yang masuk kembali untuk bersekolah. Angga sudah lama bolos.
"Iya," jawab Angga singkat sambil berjalan menuju bangku yang kosong. Anak ini masuk dan membolos seenaknya hingga sering mendapatkan teguran.
Seila yang tengah serius mendengarkan guru berbicara tidak sengaja menjatuhkan pulpennya. Dia merah pulpen yang tergeletak di lantai dengan satu tangan. Angga yang tengah lewat menghentikan langkahnya saat tangan Seila menghalangi jalannya.
Seila memperhatikan sepatu dan orang yang tengah berdiri, dari bawah hingga atas. Dia kaget saat Angga melempar tatapan tajam.
Angga membulatkan mata saat melihat gadis yang ada di hadapannya ini. Seakan sudah mengenal Seila sejak lama. Sedangkan Seila sendiri biasa saja saat melihat Angga.
"Maaf!" ujar Seila lalu membenarkan posisi duduknya lagi.
Angga duduk di bangku kosong belakang Seila. Pemuda itu tersenyum manis saat melihat punggung Seila.
Beberapa bulan yang lalu pemuda itu dikejar oleh anak-anak yang nakal. Mereka berkelahi di wilayah club kepunyaan orang tua Seila. Seila yang tengah berjalan membeli camilan ke swalayan. Melihat Angga tengah dalam bahaya dan tidak bisa berkutik. Seila berteriak menakut-nakuti anak-anak nakal.
"Pak polisi, disini ada tindakan kriminal!" Suara teriakan itu membuat Angga selalu ingat pada sosok Seila. Dia hampir habis bersih di siksa anak-anak yang membencinya. Jika Seila tidak datang, mungkin Angga sudah lemas tak berdaya.
Saat ini Seila tidak mengenal sosok Angga mungkin karena dulu saat mereka bertemu, Angga wajahnya babak belur. Sekarang Angga bersekolah dengan wajah yang bersih tanpa luka lebam dan sangat terlihat tampan.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Seila dulu saat semua anak nakal pergi karena ketakutan akan polisi yang datang.
Seila yang berbohong hanya bisa sedikit terkekeh.
"Kenapa tertawa?" tanya Angga yang sedang berusaha bangun.
Seila membantu Angga agar bisa bangun kembali. "Ah … aku hanya berbohong saja agar mereka pergi! Makanya aku tertawa saat mereka percaya begitu saja.
"Jadi? Tidak ada polisi?" tanya Angga untuk memastikan.
"Iya, tidak ada!" jawab Seila. Sambil membersihkan baju Angga yang kotor.
"Kalau begitu ayo kita pergi sebelum mereka merasa di bohongi dan kembali lagi kesini!" Angga meraih tangan Seila dan membawa dia pergi dari tempat sepi dan sempit itu.
Angga membawa Seila sampai ke motornya yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.
"Maaf aku tidak ikut. Rumahku dekat sini, kok!" Tolak Seila pada Angga yang mengajaknya naik motor.
"Ah … baik kalau begitu. Terima kasih atas pertolonganmu!" Angga mengangguk sopan. Tidak biasanya dia sesopan ini pada seorang gadis. Angga terkesan seram dan pemuda yang dingin.
Seila membuka kantong plastik belanjaan yang ia bawa. Merogoh sesuatu yang dingin dan di balut plastik kecil lagi dari dalam situ. "Ini. Pakailah untuk mengompres lukamu. Jika sudah meleleh tinggal kau makan agar harimu menjadi manis seperti es krim ini!" Seila memberikan es krim coklat yang ada di plastik kecil.
Angga terdiam dan malah bengong ketika Seila menggantungkan plastik berisi es pada pijakan tangan sebelah kiri.
"Hati-hati di jalan dan jangan sampai tertangkap lagi. Dah …." Seila tersenyum lalu pergi meninggalkan Angga.
Pria itu melihat kepergian Seila di kaca spion motornya. Dia penasaran pada Seila. Saat gadis itu agak jauh. Angga memutar balik motor dan mengikuti Seila dari jauh sampai ke tempat club. Dia heran kenapa gadis manis dan masih mengenakan seragam SMA malah masuk kedalam club yang notabennya di isi oleh orang-orang sewa.
Angga pergi setelah lama menunggu Seila tidak kunjung keluar.
Sejak saat itu, Angga mencari tahu dimana Seila bersekolah dan merasa penasaran.
Kini pelajaran di lanjutkan di ruang laboratorium. Setelah guru menjelaskan apa saja bahan dan cara pelaksanaan. Barulah mereka memulai cara mengetes bakso yang sudah di beli dari berbagai kedai bakso. Apakah mengandung pengawet dan zat berbahaya atau tidak.
Angga memperhatikan Seila yang tengah serius menghancurkan bakso dan memasukan sedikit semple ke dalam tabung kaca. Mencampurkan dengan berbagai cairan lalu mendekatkan ke api yang sudah menyala.
Bahan-bahan yang sudah di campur dalam tabung kaca akan di bakar dan di goyang-goyangkan perlahan.
Perasaan penasaran mengganggu pikiran Angga. Dia ingin mendekat dan ingin mengganggu Seila, gadis yang terlihat sangat polos itu tengah sibuk dengan kegiatan praktikum ini. Seila terlihat cantik saat membenarkan posisi poninya. Anak rambut yang mengganggu Seila selipkan ke belakang telinga.
Angga lalu mendekat berusaha mengajak Seila berbicara. Sudah lama dia ingin mendekati gadis ini.
"Kau masih ingat aku cantik?" tanyanya yang membuat Seila menoleh. Tangan Seila masih sibuk menggoyangkan tabung kaca di atas api.
Bila yang melihat Angga mendekati Seila itu kaget. Tidak biasanya pria tampan ini mendekati seorang gadis.
"Tidak. Maaf anda siapa?" tanya Seila begitu polos. Memang dia tidak mengingat Angga sama sekali.
"Aku si pria yang babak belur dan kamu berikan ice cream coklat!" jawab Angga sambil tersenyum pada Seila.
Gadis berponi ini berusaha mengingat yang Angga maksud. Lama ia berpikir.
"Ah … iya. Aku ingat!"
Seila yang tidak fokus malah melupakan kegiatannya yang tengah membakar bahan di tabung kaca. Karena suhu tinggi dan Seila tidak menjauhkan tabung itu dari api yang semakin memanas. Tabung meledak dan mengeluarkan asap. Api pun seketika mati karena cipratan bahan. Wajah Seila di penuhi noda asap dan terlihat hitam-hitam.
"Hahaha!" Angga tertawa.
Aksara yang tengah serius melakukan kegiatan praktikum itu menoleh pada Angga. Dia melihat kebersamaan Angga dan Seila.
"Dasar ceroboh!"
Seila yang tidak fokus karena di ajak bicara oleh Angga malah melupakan kegiatannya yang tengah membakar bahan di tabung kaca. Tangannya diam tidak bergerak, malah semakin mendekat ke api.Karena suhu tinggi dan Seila tidak menjauhkan ta
"Sei. Dia ngedipin mata ke, Lo!" Bila menepuk pundak Seila. Dia melihat bagaimana Angga tadi mengedipkan sebelah matanya ke arah Seila. Anak baru ini memang cantik. Tak heran Bila pasti mengira angga menyukai Seila. Sorot tatapan Angga saat melihat Seila sungguh berbeda.
Di atas sebuah rooftop, sepasang siswa sedang duduk menikmati embusan angin dan sejuknya cuaca siang ini. Rooftop ini seakan milik mereka berdua. Tidak akan ada siswa lain yang datang kemari untuk mengganggu mereka.Aksara mengangk
Suara rintik-rintik hujan indah serta embusan angin yang menambah kesan dingin berhasil membuat momen semakin romantis. Langit yang semula cerah kini berubah menjadi mendung. Cahayanya sangat mendukung untuk dua insan yang saling bertatapan.
Suara guru matematika sudah selesai menutup kelas. Siang ini kelas selesai lebih awal dan siswa boleh pulang sebelum bel berbunyi. Seila sudah mengirimkan pesan untuk sang ayah agar menjemputnya pulang dan dia sudah merapikan semua buku-bukunya ke dalam tas. Bila menawarkan tumpangan pulang agar mereka bisa satu kendaraan bersama, tapi Seila menolaknya. Gadis ini tidak mau ada yang tau rumahnya dimana. Dia ingin berteman tapi tidak untuk terlalu dekat sampai mengetahui latar belakang, alamat rumah serta kehidupan pribadi keluarganya. Untungnya penolakannya itu tidak membuat Bila marah.
Keadaan di dalam mobil biasanya menyenangkan. Kini suasananya menjadi dingin dan menegangkan. Gadis cantik yang duduk di bangku depan mengerucutkan bibirnya melihat seorang pria yang yang duduk di bangku belakang mobil. Gadis itu tidak suka ada orang lain di antara dia dan ayahnya. Bisa-bisa sang ayah mengira pria itu adalah kekasihnya.
Seorang gadis yang sudah pulang kini berada di halaman rumahnya. Dia sangat kesal karena ayahnya menggodanya sepanjang perjalanan tadi. Perasaan menyenangkan yang biasa ia rasakan kini beralih karena ada satu orang pria yang ikut ke dalam mobilnya tadi.
Seorang gadis tengah menggebrak-gebrak kasur di balik selimut dengan kedua kakinya, dia sangat kesal dengan kejadian sore ini. Pria yang menyebalkan merusak moodnya yang baik. Merusak momen yang tadinya indah dan cerah menjadi gelap gulita.Suara ketukan pintu terdengar dan Seila harus segera membuka pintu kamarnya.“Ada apa, Ayah?” tanya Seila saat menengok ke arah luar kamar ternyata yang datang adalah ayahnya.“Boleh ayah masuk?” tanya Surya sopan. Dia ingin meminta maaf untuk kejadian tadi. Seila bisa marah sangat lama kepadanya.“Boleh.” Seila membuka lebar pintu kamar agar ayahnya bisa masuk. Keduanya duduk di kasur sembari saling bertatapan.Surya menarik tangan Seila lalu meme