Di atas sebuah rooftop, sepasang siswa sedang duduk menikmati embusan angin dan sejuknya cuaca siang ini. Rooftop ini seakan milik mereka berdua. Tidak akan ada siswa lain yang datang kemari untuk mengganggu mereka.
Aksara mengangkat tangannya lalu mengusap puncak kepala Seila. Jantung gadis itu di buat berdebar menerima perlakuan manis ini.
“Kenapa kau sendiri disini, Kak Aksa? Maaf tadi aku sempat membentakmu karena tidak mau di obati.” Seila sangat ingin tahu sekali tentang Aksa. Sampai-sampai dia memberanikan diri untuk bertanya-tanya tentang pria yang ada di sampingnya ini.
“Tidak apa-apa. Aku tidak suka keramaian, aku lebih suka menyendiri. Apalagi mereka yang mengejar-ngejarku. Rasanya sungguh risih.” Aksara mau mengungkapkan isi hatinya pada Seila, menjadi populer itu tidak enak hingga bagian privasi pun terkadang orang lain sangat ingin tahu.
“Bukannya enak menjadi idola di sekolah?” tanya Seila yang tidak pernah sekali menjadi idola di tempat ia sekolah. Dia populer karena fakta bahwa Sila anak dari seorang mucikari dan setiap malam suka pergi ke bar untuk meracik minuman. Banyak yang mencibir latar belakang keluarganya.
“Tidak sama sekali.” Jika bisa memilih, Aksara ingin menjadi manusia biasa yang hidup tenang dan tidak di ikuti fansnya. Aksara sampai di buntuti jika pulang ke rumah. Atau ada penggemar yang mengirimkan kado saat weekend ke rumahnya. Bahkan ada yang datang langsung untuk mengintip kegiatan pria itu. Ada saja penguntit yang mengganggu hidupnya.
“Setidaknya kau di kenal karena prestasi dan paras yang rupawan. Daripada aku-.” Seila menghentikan ucapannya. Dia selalu menutupi rahasia bahwa dia adalah anak dari mucikari dan memiliki bar di Jakarta. Jika siswa disini termasuk Aksara tahu fakta tentang latar belakangnya. Mungkin Seila tidak punya teman lagi.
“Kamu kenapa?” tanya Aksara yang penasaran apa yang membuat Seila merasa tidak enak menjadi dirinya saat ini.
“Tidak, hanya saja aku tidak punya teman. Banyak sekali anak yang membenciku. Sepertinya termasuk Kak Aksa!” Seila menghembuskan nafas kasar. Sepertinya di dunia ini tidak akan ada yang mau berteman dengannya. Kemungkinan Bila juga akan meninggalkannya saat ada berita asal usul Seila. Gadis ini sudah biasa hidup seperti ini. Paling teman sejatinya adalah Oboy, bartender di club milik orang tuanya yang sering meracik minuman bersamanya.
“Aku?” tanya Aksara sambil menunjuk dirinya sendiri. Kapan Aksara bilang kalau dia membenci Seila. Berinteraksi dengan orang pun jarang sekali. Bertemu dengan Seila juga hanya beberapa kali.
“Iya. Kak Aksa juga!” Telunjuk Seila menunjuk Aksara.
“Kenapa aku membencimu?” Aksara menunjuk dirinya sendiri lalu mengerutkan dahi. Mungkin dia salah paham pada sikap Aksara selama ini.
“Kenapa? Orang sangat terlihat jelas, Kak Aksa. Kau malah membuang jaket yang sudah aku cuci dan kembalikan padamu! Padahal aku cuci dengan tanganku sendiri, lho.” Seila berbohong agar Aksara mengasihaninya. Jika Seila mengatakan seperti ini, mungkin saja Aksara mau menerima jaketnya kembali dan lebih menghargai usaha orang.
“Memangnya kamu tidak memiliki mesin cuci?” Aksara heran, jaman sekarang bukannya orang serba menggunakan mesin cuci. Jarang yang mencuci dengan tangan.
“Tidak hehe!” Seila tersenyum menampilkan gigi kelincinya yang rapi.
“Kau mendekatiku saat mood aku tidak baik. Aku ingin marah dan jaket itu sebagai pelampiasannya,” jelas Aksara mencoba mengklarifikasi apa yang terjadi padanya beberapa hari ini, mood dia sangat tidak baik. Belum lagi ada gadis penguntit yang selalu mengintipnya.
“Kapan sehari saja kau tidak marah, Kak? Perasaan setiap hari.” Seila menggaruk tengkuknya. Kenapa mood pria ini sangat buruk sekali.
“Enak saja!” sanggahnya yang merasa tidak setiap hari dia marah atau mendiamkan orang lain.
“Ya buktinya. Silahkan ingat-ingat. Dari semenjak aku pindah kapan kau berbuat baik? Bisanya hanya cemberut, diam, pergi. Itu … saja!” protes Seila meluapkan semua penilayan mengenai pria yang di sampingnya ini.
“Huh. Apa kau mengingatku yang buruk-buruknya saja? Baiknya tidak?” tanya Aksara, dia merasa punya halbaik bahkan menolong Seila waktu itu.
“Ingat, dong. Sosok hero bak thor yang ada di film Avengers. Bedanya kalau thor itu senjatanya palu. Kalau kakak senjatanya helm.” Seila terkekeh mengibaratkan Aksara sebagai sosok Thor dalam film hollywood.
“Kau bisa saja, Sei!” Aksara ikut terkekeh karena di samakan dengan sosok pahlawan dalam film yang tampan dan memiliki tubuh yang sangat bagus.
“Mana helm sang heronya?” Tanya Seila menanyakan senjata andalan Aksara saat menghajar Jefry. Ingatannya sangat tajam mengingat momen itu. Hampir saja dia celaka dan Aksara sebagai penyelamatnya.
“Di motor, lah!” jawab Askara sambil menunjuk ke arah timur mereka.
“Adakah senjata lain yang di sembunyikan hero?”
“Tidak ada!”
“Jangan-jangan ada di balik bajumu itu?” Seila meruncingkan matanya.
“Mana, tunjukan padaku!” ujarnya lagi sambil menggelitik Aksara.
Aksara yang tidak terima, menggelitik balik Seila. Gadis ini berhasil menghiburnya. Dia menjadi tertawa lepas dan beban terasa hilang begitu saja. Aksara dapat melihat jelas kecantikan gadis ini dari jarak dekat. Senyumannya terlihat sangat manis dan menyejukkan hatinya. Tatapannya membuat hati dia yang panas dan merasa tidak baik menjadi sejuk seketika.
Ternyata dekat dengan Seila seperti ini menyenangkan juga. Aksara seolah menemukan sosok seorang gadis yang berbeda. Mereka berdua kelelahan karena saling menggelitik.
“Tiduran disitu, yuk, Sei!” Aksara menunjuk bagian ternyaman, bersih dan bisa menatap langit lebih indah. Tempat ini adalah tempat persembunyiannya yang paling nyaman.
Mereka berbaring menatap langit yang mulai redup. “Tidak ada orang yang tahu aku sering bersembunyi disini selain kamu, Sei. Rahasiakan tempat ini, ya!” Pinta Aksara pada Seila. Gadis ini pintar menyembunyikan rahasia.
“Oke, siap bosku!” Seila memberikan hormat dan tersenyum pada Aksara.
Pria ini melihat senyuman manis Seila lagi. “Gawat, Sei. Sepertinya akan turun hujan.”
Gemercik air dari langit membasahi tubuh mereka berdua. “Ayo kita ke kelas saja, Kak Aksa!” ajak Seila sambil menarik Aksara. Gadis itu takut tubuh mereka semakin basah.
Seila tidak melepaskan genggaman tangannya. Sementara tangan lain membawa kotak P3K tadi yang ia bawa untuk mengobati pria ini.
“Pelan, Sei. Kakiku sakit dan jalannya licin!” Aksara memperingati Seila agar lebih berhati-hati.
Benar saja. Gadis ini hampir tergelincir jika dia tidak menggenggam lengan Aksara. Pria ini segera menarik tubuh Seila yang hampir hilang keseimbangan lalu tangannya yang lain melingkari pinggang sang gadis. Mereka saling bertatapan dan tubuh mereka sangat dekat. Aksara tidak mengedipkan matanya kala melihat mata coklat indah gadis ini. Bibirnya kini mendarat di bibir indah Seila yang memiliki belahan di bagian bawah dan bagian atas cukup tipis.
Seila gugup dan tidak bisa mengedipkan matanya sama sekali. Jantungnya berdebar begitu kencang bagaikan tabuhan drum. ‘Apa ini mimpi?’ gumamnya dalam hati sambil menahan nafas.
Suara rintik-rintik hujan indah serta embusan angin yang menambah kesan dingin berhasil membuat momen semakin romantis. Langit yang semula cerah kini berubah menjadi mendung. Cahayanya sangat mendukung untuk dua insan yang saling bertatapan.
Suara guru matematika sudah selesai menutup kelas. Siang ini kelas selesai lebih awal dan siswa boleh pulang sebelum bel berbunyi. Seila sudah mengirimkan pesan untuk sang ayah agar menjemputnya pulang dan dia sudah merapikan semua buku-bukunya ke dalam tas. Bila menawarkan tumpangan pulang agar mereka bisa satu kendaraan bersama, tapi Seila menolaknya. Gadis ini tidak mau ada yang tau rumahnya dimana. Dia ingin berteman tapi tidak untuk terlalu dekat sampai mengetahui latar belakang, alamat rumah serta kehidupan pribadi keluarganya. Untungnya penolakannya itu tidak membuat Bila marah.
Keadaan di dalam mobil biasanya menyenangkan. Kini suasananya menjadi dingin dan menegangkan. Gadis cantik yang duduk di bangku depan mengerucutkan bibirnya melihat seorang pria yang yang duduk di bangku belakang mobil. Gadis itu tidak suka ada orang lain di antara dia dan ayahnya. Bisa-bisa sang ayah mengira pria itu adalah kekasihnya.
Seorang gadis yang sudah pulang kini berada di halaman rumahnya. Dia sangat kesal karena ayahnya menggodanya sepanjang perjalanan tadi. Perasaan menyenangkan yang biasa ia rasakan kini beralih karena ada satu orang pria yang ikut ke dalam mobilnya tadi.
Seorang gadis tengah menggebrak-gebrak kasur di balik selimut dengan kedua kakinya, dia sangat kesal dengan kejadian sore ini. Pria yang menyebalkan merusak moodnya yang baik. Merusak momen yang tadinya indah dan cerah menjadi gelap gulita.Suara ketukan pintu terdengar dan Seila harus segera membuka pintu kamarnya.“Ada apa, Ayah?” tanya Seila saat menengok ke arah luar kamar ternyata yang datang adalah ayahnya.“Boleh ayah masuk?” tanya Surya sopan. Dia ingin meminta maaf untuk kejadian tadi. Seila bisa marah sangat lama kepadanya.“Boleh.” Seila membuka lebar pintu kamar agar ayahnya bisa masuk. Keduanya duduk di kasur sembari saling bertatapan.Surya menarik tangan Seila lalu meme
Seorang gadis terbangun dari mimpi indahnya. Dia merasa mungkin karena semalam, terlalu memikirkan aksara, jadi terbawa ke dalam mimpi.Gadis cantik ini meregangkan tubuhnya agar lebih rileks. Dia menghela napas dalam-dalam. berharap hari ini akan ada pelangi untuk nya dan tidak ada badai lagi.Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar. Bagaimana dengan pagi ini, dia harus punya alasan logis jika tidak ingin diantar ke sekolah oleh ayahnya.Dia juga sudah mengirimkan alamat palsu pada Aksara, agar pria itu tidak menjemputnya langsung ke rumahnya, melainkan ke rumah orang lain. Jujur Seila malu jika Aksara mengetahui rumah, orang tua, dan pekerjaan orang tuanya juga.Rumah, klub malam, dan pekerjaan orang tua, akan Seila rahasiakan dari siapapun. Mau dia sahabat
Perlakuan manis nan romantis dari Aksara pada Seila pagi ini membuat hati Seila bagai terbang ke atas awang-awang. Pipi merona merah dan terasa hangat. Tangan yang kaku enggan untuk di gerakan.Aksara yang menarik tangan Seila tadi untuk melingkar di pinggangnya. Karena itu gadis ini berharap perjalanannya ke sekolah tidak terlalu lama. Bagaimana caranya dia menahan debaran jantung yang begitu bergemuruh ini sampai bertahan untuk tidak pingsan, belum lagi napas saja terasa susah. Baru kali ini dia merasakan segugup."Kok diem aja, Sei?" tanya Aksara sambil mengusap tangan Seila. Dia bisa merasakan kegugupan gadis yang duduk di belakangnya ini."A- a- apa, Kak?" jawab Seila gugup. Dia bingung harus mengobrolkan apa saat perjalanan ke sekolah."Kok diem?" tanya Aksar
"Oke kalo gitu! Bener setuju, kan, ya, kalo pacarannya sembunyi-sembunyian?" tanya Aksara untuk memastikan. Kali ini hatinya tengah berbunga-bunga karena Seila menerima cintanya."Iya aku setuju!" Seila tersenyum manis pada Aksara. Dia merasa beruntung di cintai oleh Aksara. Mereka berdua berpelukan dan Aksara mencuri satu kecupan di pipi Seila."Ih … Kakak!" Seila menepuk pelan pundak Aksara."Pipi aku juga, dong!" pinta Aksara sambil menunjuk pipinya.Seila tersipu malu, tapi ia menurut untuk mencium pipi Aksara singkat.Seorang pria dari balik pintu memperhatikan mereka berdua. Dia mengepalkan tangan dan wajah dan matanya memerah seolah emosi begitu memuncak dan api kemarahan bisa menyambar kemana saja.