Share

Episode 3

Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, tapi Jaden sama sekali tidak memejamkan matanya untuk istirahat barang sebentar saja. Ia malah asyik dengan dunianya, tepatnya ia begitu semangat menceritakan awal mula ia bertemu dengan seorang gadis cantik. Idola bagi semua cowok di masa sekolah SMA dahulu.

Gadis cantik itu tidak lain adalah Aina, meskipun parasnya yang cantik dan modis. Aina tidak pernah bersikap sombong, dan tidak pernah merendahkan orang lain. Seperti itulah yang dirasakan oleh Jaden saat itu.

Jaden pun mengingat semua kenangan, saat ia bertemu dengan Aina waktu itu, dengan sedikit tersenyum seraya memandang Aina yang tertidur dengan masker oksigen di mulut dan hidungnya. Ia menceritakan semua itu, seperti dongeng sengaja ia bacakan untuk Aina.

Flashback On 

9 Tahun yang lalu

Di dalam sebuah pesta dansa yang di adakan oleh pihak sekolah SMA Garuda, sebagai acara tahunan untuk memilih King dan Queen. Mengharuskan semua murid berpenampilan layaknya pangeran dan ratu, semua murid berlomba menampilkan yang sempurna.

Salah satunya adalah Jaden, seorang murid dengan penampilan cupu. Ya, saat masih sekolah ia selalu menggunakan kacamata besar dengan rambut klimis dan berponi. Saat itu ia memakai stelan jas berwarna putih, dengan hati takut ia mulai memasuki aula sekolah yang telah di sulap menjadi acara pesta.

Hal pertama yang ia dengar adalah musik DJ, dan tarian teman-temannya. Saat ia tengah berjalan masuk, ia mendapatkan tatapan sinis dari teman-temannya. Hingga ia menabrak seseorang, yang kebetulan tengah membawa minuman. Seseorang orang itu adalah Aina.

"Ma--maafkan aku, aku tidak sengaja. Ma--maaf," ucap Jaden terbata, dengan tangan gemetar berniat membersihkan minuman yang tumpah di gaun Aina.

Plakk!

"Berengsek! Berani sekali kamu berniat menyentuh cewekku, bosan hidup kamu," marah seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Rafael.

"Maa--maaf, Rafa. Aku tidak sengaja tadi," ucap Jaden, seraya meringis menahan sakit di pipinya.

"Sudah, Rafael. Dia tidak sengaja menumpahkan minuman ke gaunku, dan dia berniat baik ingin membersihkannya. Jadi, jangan marahin dia lagi, ya," jelas Aina dan berusaha menenangkan Rafael, dengan menggenggam tangan cowoknya lembut.

"Tapi ---"

"Sudah, jangan marah lagi. Aku malu dilihatin teman-teman yang lain," rengek Aina, dengan nada manjanya dan membuat Rafael luluh.

"Baiklah, malam ini kamu lolos dari tanganku. Tapi, tidak lain kali," peringat Rafael dengan senyuman sinisnya ketika memandang Jaden. Setelah itu ia melangkah pergi, tidak lupa menarik Aina kekasihnya.

Namun, sebelum Aina jauh ia masih sempat menenangkan keresahan Jaden dengan tersenyum manis dan berbicara lembut padanya.

"Sudah tidak apa ... aku membawa gaun lagi, kok, jangan dipikirkan,"  ucap Aina dengan nada lembut, setelah itu ia mengikuti Rafael.

'Gadis manis, meskipun aku telah berbuat salah. Tapi, dia membelaku,' batin Jaden seraya memandang punggung Aina yang semakin menjauh.

Malam semakin larut acara dansa sudah di mulai lima belas menit lalu, Aina terus mencari Rafael tapi tidak kunjung ia menemukannya.

Drrrttt

📱Sayang

"Hallo, Sayang. Maaf aku pulang dahulu, dan tidak sempat memberitahumu. Mama menelepon, katanya ada hal penting di rumah," ucap Rafael begitu mengangkat telepon darinya.

"Oh ... ya sudah, tidak apa-apa," jawab Aina dengan nada lesu.

"Maaf, ya. Aku tidak bisa berdansa denganmu kali ini," sesal Rafael.

"Tidak apa-apa, lain kali saja," jawab Aina cepat setelah itu ia mematikan telepon, tanpa ucapan sayang seperti biasanya.

'Ah, menjengkelkan. Padahal malam ini aku sudah tampil cantik, tapi Rafael malah tidak ada di sini,' kesal Aina, lalu mulai menaiki tangga menuju lantai atas.

Ia berniat melihat bintang, karena percuma saja ia berdiri di dalam aula sedangkan pasangan dan dansanya tidak bersamanya. 

Tap ... tap ... tap!

Suara langkah sepatu terdengar menggema lantai dua sekolah, mengejutkan Jaden yang saat itu tengah duduk sendiri seraya menikmati minuman cola-nya.

Aina terus melangkah, dengan sedikit kesulitan mengingat gaun putihnya sedikit panjang, lalu pandangannya jatuh pada Jaden yang saat itu membelakanginya. 

Entah iseng atau tidak Aina dengan beraninya berteriak di samping telinga Jaden, seketika itu juga membuat Jaden sedang minum minumannya terkejut hingga ia  terbatuk.

"Wooiiii ....!'' teriak keras Aina, di samping telinga Jaden.

Degh!

"Hahahaa ....!" tawa Aina pecah, ketika melihat wajah Jaden yang menurutnya lucu.

"Uhuk ... uhuk!" Jaden terus terbatuk, tapi netranya tidak berhenti memandang Aina yang tertawa lepas dan itu membuat hatinya menghangat.

"Maaf! Aku mengagetkanmu, ya," sesal Aina dengan membelai punggung Jaden berulang kali, agar batuk Jaden mereda.

"Ti--tidak apa-apa," gugup Jaden, ketika ada wanita cantik begitu dekat dengan dirinya. Bahkan perhatian padanya, karena selama sekolah hingga kelas 3 SMA ia tidak pernah di dekati wanita.

"Hai ... kenapa wajahmu memerah, apa kamu sakit? Apa karena ulahku tadi, ya,'' panik Aina, dengan menyentuh kening Jaden lembut bahkan dengan ia membelai pipi dan kening Jaden.

Perlakuan Aina seperti itu membuat wajah Jaden semakin merona, bahkan jantung Jaden berdegub dengan kencang.

Degh! Degh! 

'Kenapa denganku, kenapa aku menjadi gugup seperti ini? Jantungku, kenapa berdegup dengan kencang, apa ada masalah sama jantungku,' batin Jaden, masih dengan perasaan gugupnya.

"Aa--aku tidak apa-apa, hanya pengaruh batuk tadi," jelas Jaden mencoba menenangkan kepanikan gadis di depannya.

"Oh, syukurlah kirain kamu sakit karena tadi aku mengagetkanmu," ucap Aina sedikit tenang.

"Karena aku telah membuatmu tersedak tadi, maka malam ini aku ingin mengajakmu berdansa denganku. Apa kamu mau?" tanya Aina dengan polosnya.

"Ka--kamu! Kamu mau mengajakku berdansa, denganku?" tanya Jaden tidak percaya, ia bisa di ajak gadis secantik Aina.

"Iya, apa kamu tidak mau berdansa denganku? Lihatlah, aku sudah berpenampilan cantik. Tapi, rasanya tidak ada gunanya karena Rafael tidak ada di sini," guman Aina dengan nada sedih, dan itu tidak lepas dari pandangan Jaden.

'Rafael meninggalkan kekasihnya sendiri, pasti dia sekarang dengan gadis lain. Apa gadis ini tidak tahu jika Rafael suka jalan dengan gadis lain?' monolog Jaden iba melihat Aina yang terlihat murung.

"Baiklah ... a--aku mau berdansa denganmu, tapi jangan menertawakan aku jika aku tidak bisa berdansa," ucap Jaden mantap, dan itu menarik perhatian Aina.

"Benarkah! Wah, jadi tidak sia-sia aku berdandan tadi," jawab Aina antusias.

"Tapi, bisakah kita berdansa di sini. Karena aku tidak mau orang salah paham ketika melihat kita berdansa, apalagi saat ini Rafael tidak ada di sini," pinta Jaden mulai sedikit berani.

"Tentu saja bisa, karena aku juga malas berjalan turun ke aula," setuju Aina.

"Ayo kita mulai," lanjutannya lagi.

Jaden pun mulai mengulurkan tangannya, dengan di sambut ceria oleh Aina. Dengan suara musik mengalun indah dari aula sekolah, Jaden dan Aina mulai berdansa seperti sepasang kekasih. Jaden yang tidak bisa berdansa, sesekali menginjak kaki Aina, wajahnya pun mulai panik, dan terlihat di mata Aina lucu.

"Maaf!" ucap Jaden untuk kesekian kali, ketika tanpa sengaja menginjak kaki Aina.

"Tidak apa, tidak sakit kok. Hanya seperti di gigit semut saja," jawab Aina dengan senyum tulusnya.

Jaden merasa seperti mimpi bisa merasakan hal seperti sekarang ini, ia sama sekali tidak pernah mengharapkan akan berdansa dengan Queen dari sekolahnya. Tanpa sadar ia terus memandang wajah cantik Aina, yang tingginya sebatas dadanya.

"Kamu tinggi sekali, berasa kecil saat aku berdansa denganmu," ucap Aina dengan kekehan kecilnya.

"Apakah aku harus sedikit menunduk, biar kita sedikit sejajar," jawab Jaden dengan polosnya.

"Hehehe ... tidak perlu, akan merasa aneh kalau kamu menunduk," Aina tertawa geli dengan jawaban Jaden.

"Maaf ," ucap Aina tiba-tiba, dan membuat Jaden mengeryit heran.

"Untuk apa kamu meminta maaf, bukankah kamu tidak pernah salah padaku?'' tanya Jaden dengan nada heran.

"Karena Rafael selalu menyakitimu tadi, dan aku tahu dia juga selalu membullymu. Jadi, aku minta maaf atas nama dia," jawab Aina dengan nada tulus.

"Tidak masalah, karena aku tidak apa-apa," ucap Jaden dengan menghentikan gerakan dansanya.

"Siapa namamu ... meskipun kita satu sekolah, aku tidak tahu nama kamu?" tanya Aina sedikit penasaran.

"Kamu tidak perlu tahu namaku, yang terpenting aku tahu namamu itu sudah cukup," jawab Jaden tanpa sadar.

"Benarkah, memangnya kamu tahu namaku? Kalau begitu sebutkan namaku," ucap Aina dengan nada tidak sabaran, entah kenapa ia begitu nyaman ketika berbicara dengan Jaden.

"Siapa yang tidak kenal dengan Queen sekolah ini, nama kamu sering kali di sebut oleh semua siswa mau pun siswi."

"Aina! Aina Anindya, benar itu nama kamu 'kan?" jawab Jaden, seraya memandang wajah Aina lagi.

"Benar juga, ternyata tidak asyik namaku banyak yang mengenal. Karena orang yang dekat denganku, terkadang tidak tulus. Mereka hanya baik di depanku, tapi tidak di belakangku," tanpa sadar Aina mencurahkan isi hatinya.

'Termasuk Rafael, Aina. Hanya saja kamu tidak menyadari itu,' batin Jaden.

"Oh, sepertinya sudah malam aku harus pulang. Sampai ketemu lagi, Hulk. Hihi ...,'' pamit Aina dengan memanggil Jaden Hulk atau raksasa, karena ia tidak mengetahui nama Jaden.

"Hulk! Aku?" tanya Jaden, seraya meraih telapak tangan Aina yang mulai beranjak pergi.

"Hehe ... iya, maaf. Apa kamu tidak suka dengan panggilanku? Mengingat kamu tadi tidak memberitahu namamu," ucap Aina dan menatap manik Jaden.

Degh! 

'Mata yang indah,' batin Jaden, seraya menggelengkan kepala untuk menghilangkan pemikiran yang mulai merasuki hatinya dan pikirannya.

"Suka! Aku suka panggilan itu," jawab Jaden semangat tanpa sadar, karena ia tidak mau gadis di hadapannya kecewa atau pun sedih karena ia tidak menyukai panggilan yang di berikan Aina padanya.

"Terima kasih, sekarang aku boleh pergi. Apa kamu juga mau turun, kalau begitu kita barengan saja," ajak Aina, dengan cara menyeret Jaden.

Begitu sampai di aula, ada beberapa teman Aina. Lalu melihat Aina yang tengah menggandeng tangan Jaden.

"Aina! Kenapa, sih, kamu bersama pria cupu ini. Kayak tidak ada pria lain saja," ejek salah satu teman Aina merasa tidak suka, jika Aina dekat dengan Jaden.

"Oh, tadi dia membantuku. Karena kakiku sedikit terkilir, ini saja aku berpegangan tangan supaya tidak jatuh saja," bohong Aina, karena ia tidak mau teman-temannya membully Jaden.

"Oh, kirain kalian sedang mojok di atas."

"Tidak, kok, aku tadi ke atas mencari Rafael. Tapi, tidak adak karena dia sudah pulang," terang Aina masih dengan nada bohong, karena ia tidak mau Jaden di marahi.

"Begitu ... sekarang ayo pulang, aku tidak mau Papaku marah karena pulang larut," ajak teman Aina, setelah itu ia meninggalkan Aina dan Jaden.

Sepeninggal ketiga teman Aina tadi, Aina membalikkan badan dan memandang Jaden. Setelah itu ia berpamitan.

"Aku pulang dulu, ya. Kamu pulang juga, kan?" tanya Aina penasaran 

"Iya.''

"Oh, oke. Daaa ...," pamit Aina lalu mulai melangkah pergi.

Namun, baru lima langkah Aina berhenti lalu membalikkan tubuhnya dan mengahadap Jaden kembali.

"Kamu pria baik, Hulk. Jangan membuat dirimu lemah, fisik bukan sebuah halangan untuk membuatmu dihargai orang lain. Jangan pernah menundukkan kepala, pada orang yang menyakitimu. Karena mereka tidak berhak, buat dirimu berbeda setelah ini. Karena aku tidak suka melihat orang baik sepertimu selalu direndahkan orang lain, sebab kamu orang baik Hulk," ucap Aina dengan nada tulus setelah itu ia pergi dengan berlari kecil menyusul temannya.

Degh!

'Dia satu-satunya gadis yang memperhatikan aku, dan ingin aku berubah. Apakah harus, di saat dia sudah memiliki kekasih.'

'Tentu aku harus menunjukkan pada Aina, kalau aku bukan pria lemah seperti pemikirannya. Aku bisa saja jadi seperti Rafael, bahkan melebihinya yang terlihat tampan dan banyak di puja setiap wanita. Tapi, aku tidak mau. Kamu saja belum tahu siapa aku sesungguhnya, Aina,' batin Jaden, dengan sedikit sedih.

Setelah Aina pergi, Jaden pun berniat pulang. Tepat di tengah perjalanan pulang, ia mendengar kabar kalau sang kakek akan melakukan operasi jantung, dan operasi itu akan dilakukan di Amerika. 

Jaden yang khawatir langsung menuju bandara, dan ia sudah di tunggu oleh orang suruhan kakeknya. Malam itu, menjadi malam pertama sekaligus terakhir pertemuan Jaden dengan Aina.

Fless back off

"Ya, seperti itu kita bertemu Aina. Anehnya saat itu kamu memanggilku Hulk, pria raksasa yang menurutmu aku terlalu tinggi dengan ukuran tubuhmu."

"Sekarang kalau dipikir itu memang benar, karena yang kulihat tubuhmu sama mungilnya seperti 9 tahun lalu. Meskipun begitu, aku yakin sikapmu tidak akan berubah."

"Dalam hatiku terus bertanya setelah aku melakukan operasi pada tubuhmu, kenapa kamu masih menjalin hubungan dengan Rafael. Bahkan menikah, apa kamu tidak menyadari perilakunya di belakangmu ... hmmm?" 

"Pasti kamu sangat mencintai dia 'kan? Yah, tentu saja kamu mencintai dia. Karena setahuku, sewaktu di SMA dulu, kamu memang tulus mencintainya, dan kamu tidak pernah menduakan cinta Rafael. Sungguh beruntung pria berengsek itu bisa mendapatkan cinta, dan wanita sepertimu Aina."

"Semoga berjalannya waktu, Rafael semakin dewasa dan mengerti arti cinta yang tulus selama ini kamu berikan."

Saat Jaden tengah serius menceritakan masa lalunya saat bertemu Aina, tiba-tiba ponselnya berdering dan menunjukkan nama wanita spesial di dalam hidupnya.

Drrrttt

📲  Sania

"Hallo ...," sapa Jaden dengan suara lembutnya.

"Sayang, kamu di mana?" tanya seseorang dengan suara manjanya.

"Masih di rumah sakit, ada apa?" tanya Jaden to the poin.

"Tidak apa-apa, hanya kangen kamu. Mungkin satu bulan lagi aku kembali le Indonesia," ucap Sania dengan nada semangat.

"Benarkah, aku merasa senang. Dengan begitu kita tidak LDR-an lagi," jawab Jaden sedikit antusias, karena tidak lama lagi ia akan bertemu kekasihnya kembali. 

"Apa kamu tidak akan datang di acara wisudaku nanti, Sayang. Aku harap kamu datang, dan menyempatkan waktu untuk wanita cantik ini," rengek Sania.

"Maaf, sepertinya aku tidak bisa karena aku tidak bisa meninggalkan pasienku," ucap Jaden dengan nada tidak enak hati.

"Apakah pasienmu itu lebih spesial di bandingkan kekasihmu ini, hmm?'' rengek Sania dengan nada sedikit kesal.

"Tentu saja dia sangat spesial," ucap Jaden tanpa sadar.

"Apa!" Sania terkejud dengan ucapan polos Jaden.

''Ah, bukan seperti yang ada dalam pikiranmu. Semua pasienku spesial, karena mereka butuh perawatanku agar cepat pulih dan sehat kembali," ucap Jaden dengan netranya terus menatap wajah Aina.

"Aku tutup dulu, karena ada pasien yang harus ku periksa. Baayyy ...."

Jaden menutup sambungan telepon tanpa menunggu jawaban sayang Sania seperti biasanya.

Tut.

Setelah menutup telepon dari kekasihnya, dan memasukkan ke dalam saku celananya. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini, ia pun hanya bisa mendesah menghilangkan perasaan asing yang mulai menghinggapi perasaannya, ia sama sekali tidak tahu jenis apa perasaannya, yang jelas ia hanya ingin berada di samping Aina. Membantu wanita malang itu kembali bangkit, meskipun dengan cara membantu mengobati wanita yang terbaring bak putri tidur itu.


Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status