Share

Episode 4

Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, terdengar suara kicauan burung di luaran sana. Di dalam ruang ICU, tepatnya di mana Aina tengah dirawat terlihat Jaden tengah memeriksa keadaan Aina, yang belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar dari komanya.

Merasa perlu jika Rafael harus mengetahui keadaan Aina, Jaden mengambil ponsel milik Aina yang kebetulan ia bawa. Dengan gerakan cepat ia mencari nama pria yang sedikit banyak membuat Jaden kesal.

Drrrttt

📱My Husband

Jaden terus menelepon, tapi tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Rafael. Akhirnya ia memutuskan untuk mengirim pesan saja, dan memberitahukan keadaan Aina yang berada di rumah sakit.

'Di mana pria berengsek itu! Kenapa dari semalam nomernya tidak aktif,' batin Jaden kesal.

[Cepat datang ke rumah sakit Modern Hospital, Aina kecelakaan.] Kirim.

Jaden mengirim pesan singkat, setelah itu ia menyimpan ponsel milik Aina di dalam saku celananya.

'Aku sudah mengirim pesan pada suamimu, Aina. Semoga saja dia cepat datang, dan mengetahui keadaanmu yang sebenarnya,' monolog Jaden, seraya menyampirkan anak rambut ke belakang telinga wanita yang tengah terlelap dalam koma.

Saat Jaden tengah asyik memandang wajah Aina, entah dengan pemikiran apa. Tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka, terlihat Lala datang untuk mengecek keadaan Aina.

Cekelek!

"Lho ... Dokter Jaden ada di sini? Apa Anda semalaman menjaga pasien ini, Dok?'' tanya Lala asisten Jaden, yang semakin penasaran akan sikap dan perubahan Jaden semenjak dokter tampan itu menangani Aina.

"Hmm ... jangan banyak tanya, jaga pasien ini. Tetap di sini, jangan ke mana-mana. Aku mau mandi, lalu ke kafetaria dulu,' perintah Jaden tegas, setelah itu ia melangkah keluar dan menuju ruangan kerjanya.

***

Saat Jaden tengah membersihkan diri, di dalam apartemen mewah. Namun, terlihat berantakan di mana-mana. Pakaian berhamburan di lantai, dan terlihat dua pasangan tanpa sehelai benang pun. Terlihat masih terlihat lelap dalam tidur, rasa lelap saat  mereka tidur jadi terganggu saat suara dering jam weker membangunkan mereka.

'Eegghh ... jam berapa ini?' gumam Rafael seraya meraih jam weker, lalu melihat jam. Betapa terkejutnya saat jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Degh!

'Apa! Sekarang jam tujuh!' panik Rafael, langsung terduduk. Kemudian ia turun dari tempat tidur king size, dengan cepat ia meraih celana di lantai kemudian memakainya.

Wanita yang sedari tadi terlelap mulai terusik, kemudian ia mamandang dengan pandangan khas orang bangun tidur.

"Sayang, kenapa kamu terlihat panik pagi-pagi begini? Ayo, sini. Kita tidur lagi, ini masih pagi, dan aku masih sangat mengantuk," rengek sang wanita dengan nada khas bangun tidur, tidak lupa tangannya terulur meraih tangan Rafael.

Namun, dengan sedikit kasar Rafael melepaskan tangan wanita yang telah membuatnya melayang beberapa kali dalam semalam.

"Lepaskan, Alya! Kita harus pulang, Aina pasti menunggu kita semalaman. Aku tidak tahu, apa yang dipikirkan dia nanti. Sekarang, cepat pakai baju kamu. Kita pulang, kalau kamu tidak mau,  aku pulang sendiri," jawab Rafael sedikit kesal, seraya memakai kemeja dan mengancingkannya.

"Bilang saja sama Aina kalau kita ada meeting penting dengan klian, di luar kota seperti biasanya. Beres 'kan. Aku ini sekertarismu, Rafael. Jadi, kalau kamu ada keperluan kantor maka aku harus ikut, dan kata itu sangat ampuh bila kamu katakan sama Aina."

"Sudah, jangan panik gitu. Sini, aku mau meminta morning kiss darimu Sayang," ucap Alya dengan nada menggoda, tidak lupa ia menyingkap selimut yang menutupi tubuh polosnya.

"Benar juga, ya. Entah kenapa tiba-tiba aku panik sekali tadi, padahal kita 'kan sudah biasa bepergian. Pasti Aina mengerti, kalau kita tidak pulang karena ada urusan kantor," terang Rafael, dan membuka kemejanya kembali. Lalu melangkah ke tempat tidur, dan mulai menindih Alya lagi.

"Kamu nakal sekali, Sayang. Hingga aku tidak bisa mengendalikan diriku, meskipun semalaman kita sudah beberapa kali melakukannya. Kita ulangi, ya, setelah itu kita mandi dan pulang," pinta Rafael dengan mata sayunya.

"Yah ... itu yang kumau, Sayang. Karena aku akan membuatmu tergila-gila padaku, Aina tidak akan bisa memberikan semua itu padamu. Hanya aku yang bisa, hanya aku,'' desah Alya, ketika menikmati kecupan yang diberikan Rafael di lehernya.

Alya dan Rafael mengulang kembali pergulatan panas mereka, keduanya tidak henti saling memberikan kenikmatan. Tanpa tahu, jika ada hati yang terluka karena ulah keduanya. Bahkan keduanya tidak tahu, jika Aina tengah mengalami kecelakaan dan terbaring koma di rumah sakit.

Ya, Alya Adriana yang tidak lain adalah kakak kandung dari Aina. Kini, Alya tengah menjalin hubungan terlarang dengan suami sang adik. Entah apa yang merasuki wanita cantik itu, hingga tega menjadi duri dalam daging keluarga kecil adiknya.

Satu yang Alya tahu, ia mencintai Raditia Rafael sejak pertemuan pertama mereka. Ia sudah berusaha mengendalikan perasaan cintanya pada Rafael, tapi itu makin membuat rasa cinta dalam hatinya semakin membesar. Mengingat Rafael yang tampan, dan juga kaya raya.

Rasa cinta setiap hari dalam diri Alya yang semakin membesar, membuat ia mencari cara untuk mendekati Rafael. Ia tahu betul kelemahan Rafael, yang tidak bisa menutup matanya pada wanita cantik dan sexi. Ia pun bertekad, dengan semakin mempercantik dirinya agar bisa menarik perhatian Rafael. Baik itu saat di kantor, maupun saat di tempat tidur.

Dengan niat tersembunyi Alya melamar pekerjaan di perusahaan milik Rafael, gayung pun bersambut ketika tanpa curiga Rafael menerima Alya bekerja di perusahaannya, dan menjadikan Alya sebagai sekretaris pribadinya.

Bekerja satu atap, dan interaksi yang begitu intens membuat Rafael dan Alya semakin dekat.

***

Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Rafael dan Alya baru saja keluar dari mobil. Rafael melangkah menuju rumahnya terlebih dahulu, tanpa menunggu Alya yang berjalan pelan di belakangnya.

Cekelek!

"Sayang! Sayang! Kamu di mana?" teriak Rafael di rumah megah miliknya.

Rafael terlihat beberapa kali membenahi kemeja di bagian lehernya, mengingat Alya tadi pagi dengan beraninya memberikan tanda merah di leher putih itu. Rafael yang meskipun sudah terbiasa bermain cinta dengan beberapa wanita, tetap saja ia merasa sedikit takut jika sang istri Aina mengetahui kelakuannya di luaran bersama wanita lain, dan saat ia bersama Alya kakak istrinya sendiri.

'Di mana Aina? Kenapa rumah terlihat sepi,' gumam Rafael seraya melangkah menuju dapur, ia berniat memanggil bibi yang sudah lama bekerja di rumah sang istri.

"Bik Ida! Bik ... Bibik!" panggil Rafael dengan nada sedikit keras.

Bik Ida yang berada di belakang tengah menjemur pakaian, seketika berlari menuju suara, yang tidak lain suara adalah Rafael.

"Di mana Nyonya, kenapa rumah terlihat sepi?" tanya Rafael sedikit heren, karena yang ia tahu Aina tidak pernah kemana-mana. Istrinya lebih senang menghabiskan waktu di rumah, dan menunggunya pulang bekerja.

"Iii--iitu, Tuan. Nyonya pergi dari kemarin sore, katanya mau memberikan kejutan ulang tahun Tuan. Tapi, sampai sekarang Nyonya belum pulang juga," jelas Bik Ida, dengan nada takut.

"Apa! Nyonya pergi, dan sampai sekarang belum kembali?!" tanya Rafael, mulai dihinggapi perasaan takut.

"Ii--iya, Tuan. Nyonya belum kembali, sampai sekarang. Coba Tuan hubungi nomer ponselnya, siapa tahu Nyonya tersesat," saran Bik Ida, mulai turut takut karena Rafael tidak mengetahui di mana Aina.

'Di mana kamu, Aina. Tidak biasanya kamu pergi tanpa berpamitan denganku terlebih dahulu,' batin Rafael sedikit heran.

Seperti saran Bik Ida, Rafael langsung mengambil ponsel di dalam saku jasnya. Saat ia akan membuka, ia teringat kalau ia mematikan ponselnya. Lebih tepatnya karena sengaja ia mematikan, agar kemesraannya dengan Alya tidak terganggu.

Dengan cepat Rafael pun mengaktifkan ponselnya, menunggu beberapa menit. Tiba-tiba ia mendengar suara pesan, tanpa menunggu lama ia langsung membuka pesan dari nomer ponsel istrinya.

Ting!

[Cepat datang ke rumah sakit Modern Hospital, istrimu kecelakaan.]

Degh!

'Aina kecelakaan! Itu tidak mungkin,' guman Rafael, tidak percaya. Ia pun bergegas keluar rumah, bertepatan Alya masuk ke dalam rumah.

"Rafael! Kamu mau ke mana?'' tanya Alya, dengan memegang lengan Rafael.

"Aku mau ke rumah sakit, lepaskan tanganmu Alya!" bentak Rafael, setelah itu ia berlari menuju mobilnya yang terparkir di garasi.

Alya yang merasa penasaran langsung bergegas masuk, dan bertanya pada Bik Ida.

"Bik! Kenapa dengan Rafael, tadi dia terlihat ketakutan dan khawatir begitu?" tanya Alya cepat, dengan nada tidak sabaran.

"Ii--itu, Nyonya Aina kecelakaan, dan sekarang ada di rumah sakit," jelas Bik Ida.

Degh!

"Apa! Aina kecelakaan? Sekarang dia ada di rumah sakit mana?" tanya Alya bertubi, dan mulai dihinggapi perasaan khawatir juga. Meskipun ia tega menusuk Aina dari belakang, dengan cara menjalin hubungan dengan suami adiknya.

Alya pun turut merasa khawatir, bagaimana pun Aina adalah adiknya. Ia tidak akan tega jika adiknya terluka, apalagi kecelakaan. Pikirannya mulai berpikir aneh-aneh.

'Kamu pasti baik-baik saja, Aina. Kamu gadis yang kuat, aku yakin kamu kuat,' batin Alya dengan sisi baiknya.

'Kalau Aina kecelakaan, kamu pasti beruntung banyak Alya. Jadi, jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan adikmu itu. Pikirkan saja kebahagiaanmu, kalau bisa buat Rafael selalu memujamu," batin Alya dengan sisi gelapnya.

"Sekarang Aina berada di rumah sakit mana, Bik! Katakan cepat!" pinta Alya dengan tidak sabaran.

"Itu, tadi Tuan Rafael bilang. Nyonya Aina sekarang di rawat di rumah sakit Modern Hospital," jawab Bik Ida.

Alya dengan terburu, ia berlari ke luar. Lalu menyetop taxi, yang tidak jauh dari rumah Rafael.

'Taxi! Taxi!' panggil Alya cepat, dan taxi pun berhenti tepat di depannya. Tanpa membuang waktu ia masuk, dan memberitahu pada sang supir kemana ia akan pergi.

"Ke rumah sakit Modern Hospital, Pak," ucap Alya cepat memberitahu alamat yang ia tuju.

"Baik, Mbak."

Alya di dalam taxi begitu resah, dalam hati ia berpikir. Kenapa adiknya bisa kecelakaan, mengingat adiknya begitu pintar dan tidak sembrono dalam hal apa pun. Kecuali, saat ia mempercayai kedekatannya dan suaminya yang di anggap wajar. Seperti layaknya saudara, tapi nyatanya Aina tidak tahu jika kedua orang yang selama ini dipercayai menusuk dari belakang.

"Pak! Tambah kecepatannya, karena saya sedang buru-buru," pinta Alya dengan tidak sabaran.

"Tapi ---"

"Saya akan memberikan uang lebih, jika Bapak mau melakukan apa yang saya mau," ucap Alya dengan nada sungguh-sungguh.

"Baik, tolong pegangan Mbak. Karena saya akan membawa mobil dengan sedikit kecepatan," jawab supir taxi, dengan wajah berbinar karena ia akan mendapatkan bonus.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Pasti seneng tuh ntar dia adiknya lumpuh dan hilang ingatan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status