Share

Episode 5

"Ketika ujian cinta datang pada salah satu pasangan, mampukah pasangan lainnya menerima. Tetap berada di samping pasangan itu, dengan cara menemani, dan mensupport. Atau malah meninggalkan pasangan itu, yang dalam keadaan tidak berdaya." 

***

Mobil yang dikendarai Rafael melaju dengan kecepatan tinggi, hingga tidak membutuhkan waktu lima belas menit. Mobilnya telah masuk di pelataran rumah sakit Modern Hospital, di mana Aina tengah dirawat saat ini.

Setelah mobil diparkirkan, Rafael dengan terburu keluar lalu berlari masuk ke dalam rumah sakit. Tujuannya satu, tempat resepsionis. Ia ingin menanyakan di mana istrinya tengah di rawat.

"Suster! Suster! Di mana kamar pasien bernama Aina Anindya?" tanya Rafael dengan napas memburu, karena ia habis berlari.

"Tunggu sebentar, ya, Pak. Saya carikan data pasien terlebih dahulu," jawab suster ramah, dan langsung membuka buku di mana ada nama data pasien rumah sakit Modern Hospital.

"Cepat, Suster," pinta Rafael dengan tidak sabarannya.

"Iya, Pak. Sebentar, ya. Saya masih mencari nama yang Anda maksud tadi," jawab suster yang masih fokus mencari nama Aina dalam buku.

'Sayang ... tunggu aku sebentar lagi, aku pasti menemukanmu. Aku yakin kamu pasti tidak apa-apa,' monolog Rafael serah mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah sakit.

"Oh ... ini, Pak. Nama Bu Aina ada di ruang ICU, karena pasien mengalami luka yang cukup parah di kepala dan juga kakinya," jelas suster.

"Bapak tinggal lurus jalan ke arah kanan, lalu akan ada tulisan ICU. Bu Aina berada di sana, dan kebetulan Dokter yang menangani berada di ruangan kerjannya Anda bisa menanyakan keadaan pasien lebih detail-nya," sambung suster ramah.

"Baik, terima kasih," ucap Rafael setelah itu ia berlari menuju ruang ICU, dengan arahan yang diberikan oleh suster tadi.

Saat Rafael sampai di depan ruang ICU, terlihat Lala baru saja keluar dari dalam. Lalu pandangan Lala mengarah ke arah Rafael, merasa penasaran akhirnya Lala menanyakan niat Rafael yang terlihat mencurigakan dipikirannya.

"Maaf, Anda sedang apa di sini? Di sini adalah wilayah ruang steril, dan tidak boleh sembarangan orang masuk," tanya Lala sopan, meskipun dalam hati ia merasa penasaran.

"Saya adalah suami dari pasien bernama Aina Anindya, saya ingin melihat keadaan istri saya. Sekarang, izinkan saya masuk," pinta Rafael dengan sorot mata memohon.

"Baiklah, saya akan mengizinkan Anda masuk ke dalam. Namun, terlebih dahulu Anda mencuci tangan Anda, dan memakai pakaian khusus saat ingin melihat pasien di dalam," ucap Lala dengan memberikan saran pada Rafael.

"Baik, saya akan melakukan apa pun. Asalkan saya bisa cepat menemui istri saya," jawab Rafael cepat, dengan mengikuti Lala yang berjalan ke arah samping menunjukkan kamar mandi.

Rafael yang mengerti langsung bergegas masuk, dan melakukan apa yang dikatakan Lala. Mencuci tangan dengan sabun, hingga bersih.

"Apa ini sudah, saya ingin cepat masuk," ucap Rafael dengan nada tidak sabaran.

"Sebentar saya ambilkan pakaian khusus, dulu," jawab Lala, lalu mengambilkan pakaian khusus untuk masuk ke dalam ruang ICU.

Tidak sampai lima menit, Lala membawa pakaian khusus dan menyerahkan pada Rafael.

"Ini, tolong Anda pakai sekarang. Setelah itu Anda bisa masuk," ucap Lala, seraya menyerahkan pakaian khusus pada Rafael. Dengan cepat Rafael menerima, lalu memakainya. 

Saat Rafael masuk ke dalam ruang ICU, Lala pergi ke ruang Dokter Jaden. Dengan langkah cepat, dan mata berbinar asisten Jaden terlihat senang karena dia akan bertemu pria yang ia puja, dan tidak lain adalah Dokter Jaden.

'Wanita itu sudah di tungguin oleh suaminya, jadi aku bisa ke ruangan Dokter Jaden. Uh, seharian ini aku di suruh Dokter Jaden menunggu wanita itu. Tapi, kenapa Dokter Jaden tidak kembali ke ruang ICU? Apa Dokter Jaden sudah pulang, kalau sudah pulang. Gagal dong, aku tadi pagi berias cantik,' monolog Lala seraya berjalan ke arah ruang kerja Jaden.

***

Cekelek 

Tap ... tap ... tap!

Setelah membuka pintu, Rafael dengan langkah pelan menuju brankar di mana Aina tengah terbaring bak putri tidur. Selain selang infus berada di tangannya, ada juga selang kantong darah, dan masker oksigen masih menutupi mulut serta hidung Aina. Sedangkan kepala Aina terlihat diperban.

Degh!

'Ainaaa ....!' panggil Rafael dengan sedikit memekik, ia begitu terkejut ketika melihat keadaan sang istri yang jauh dari kondisi baik.

'Sayang! Kamu kenapa, Sayang? Ayo buka matamu, aku di sini. Aku datang, Sayang,' gumam Rafael, dengan nada sedih.

'Maaf ... aku tidak tahu kamu kecelakaan, Sayang. Tolong maafkan aku," lanjut Rafael, seraya mengecup punggung tangan kanan Aina yang terbebas dari selang infus.

Saat Rafael larut dalam kesedihan, serta penyesalan karena ia tidak tahu jika Aina kecelakaan. Tiba-tiba Alya masuk, sama menggunakan pakaian khusus saat masuk ke dalam ruang ICU. Alya lalu melangkah menghampiri Rafael, dan menepuk bahu kanan Rafael lembut. 

Namun, pandangan Alya malah jatuh pada tangan pria di depannya. Bukan pada sang adik, yang terlihat berbaring lemah dan koma. Dalam hati, terselip perasaan cemburu ketika Rafael dengan lembut membelai punggung tangan itu. Terlihat sekali Rafael seolah takut melukai tangan istrinya.

"Sudahlah, Rafael. Kamu harus kuat, aku yakin Aina pasti sembuh," ucap Alya dengan berbasa-basi, seolah simpati padahal dalam hati ia seolah mati rasa saat melihat keadaan sang adik. Begitu melihat pria pujaannya, sangat perhatian dan penuh kasih sayang menyalurkan perasaan pada sang istri.

"Tapi aku merasa bersalah, Alya. Aku tidak ada saat dia membutuhkan aku di sampingnya," jawab Rafael, dengan nada penyesalan, dan pandangannya tidak lepas dari wajah sang istri.

'Sial! Gara-gara kamu kecelakaan, Rafael pasti akan mengurangi waktunya saat bersamaku. Kenapa tidak langsung mati saja kamu, Aina!' batin Alya kesal.

"Lalu apa kata Dokter, bagaimana keadaan Aina?'' tanya Alya sok perhatian.

"Aku tidak tahu, aku belum bertemu dengan Dokter yang menangani Aina. Ah, lebih baik aku ke ruang Dokter itu saja. Biar aku lebih tenang saat mendengar bagaimana keadaan Aina sesungguhnya," jawab Rafael tersadar kalau ia belum menanyakan keadaan Aina, ia pun dengan lembut menaruh tangan Aina di samping tubuh sang istri.

Alya yang melihat perubahan sikap Rafael merasa penasaran, dengan tidak sabar ia meraih tangan pria yang telah menemani malam panasnya selama dua tahun ini. 

Ya, sudah dua tahun lamanya Alya dan Rafael menjalin hubungan terlarang di belakang Aina. Alya melakukannya pun dengan penuh kesadarannya, karena ia memang begitu tergila-gila dengan Rafael. Pria pertama yang membuatnya jatuh ke dalam lautan cinta yang begitu dalam.

"Rafael! Kamu mau ke mana?'' tanya Alya, dengan rasa ingin tahunya.

"Mau ke ruangan Dokter yang merawat Aina, kamu di sini saja. Temani Aina sebentar, aku tidak mau dia sendirian," jawab Rafael dengan jujur.

"Aku ikut denganmu, Rafa. Aku juga ingin tahu bagaimana keadaan Aina, jadi jangan halangi aku ikut denganmu," ucap Alya cepat, ia beralasan ingin tahu keadaan Aina. Padahal yang sesungguhnya, ia tidak mau menjaga Alya adiknya sendiri.

Rafael yang melihat kesungguhan Alya pun hanya bisa pasrah, dan tanpa rasa curiga ia mengiyakan kemauan kekasih simpanannya.

"Baiklah, kamu boleh ikut. Ayo ... kita tanya bagaimana keadaan Aina yang sebenarnya, semoga saja dia tidak mengalami luka parah. Seperti yang ada dalam pikiranku," pasrah Rafael ketika Alya ingin ikut, dan ia berdoa dengan harapan kalau istrinya hanya mendapatkan luka ringan.

***

Saat Alya dan Rafael tengah dalam perjalan menuju ruang kerja Dokter Jaden, di dalam ruangan serba putih itu terlihat Jaden tengah mengeram marah pada Lala.

"Kenapa kamu ada di sini? Lalu yang menjaga pasien di ruang ICU itu siapa, hah?!" tanya Dokter Jaden, tanpa sadar membentak Lala.

Degh!

'Kenapa Dokter Jaden terlihat marah seperti ini, padahal aku 'kan tidak berbuat salah. Aku juga tidak meninggalkan wanita itu sendirian, di sana 'kan sudah ada suaminya yang menunggu wanita itu,' batin Lala binggung.

''I--itu, Dok. Wanita itu sudah ada yang menunggu, ya, sudah ada," jawab Lala dengan nada terbata.

"Siapa yang menjaga Aina? Cepat katakan, Lala!" tanya Dokter Jaden dengan tidak sabaran. 

"Tadi ada pria tampan datang, dan mengatakan kalau pria itu suaminya. Jadi, setelah saya mempersilahkan pria itu masuk ke ruang ICU, setelah itu saya ke mari untuk melihat keadaan Dokter Jaden," jelas Lala dengan nada jujur.

'Pria tampan, apa itu Rafael?' batin Dokter Jaden, sedikit kesal karena Rafael telah datang.

Entah apa yang Dokter Jaden pikirkan, tanpa sadar ia melangkah keluar. Tujuannya satu, yaitu ruang ICU di mana Aina tengah terbaring.

Saat ia baru melangkah beberapa langkah, netranya melihat pria tampan dan wanita cantik dengan pakaian sexi terlihat berjalan ke arahnya. Ia masih ingat betul wajah pria tampan, yang tidak lain adalah Raditia Rafael. Pria yang dulu suka membullinya saat di sekolah SMA.

Dokter Jaden yang masih menggunakan pakaian khas dokter, langsung dihampiri oleh Rafael, dan juga Alya.

"Dokter! Saya mau tanya di mana ruang Dokter yang merawat istri saya Aina Anindya, kalau tidak salah nama dokter itu Dokter Jaden," ucap Rafael yang tidak sadar kalau pria yang ia tanyai adalah pria yang sering ia bulli.

'Kenapa Rafael tidak mengenaliku, apakah dia sudah melupakan wajahku?' Dokter Jaden mengernyit heran, saat Rafael tidak mengenali dirinya.

"Saya sendiri Dokter Jaden," jawab Dokter Jaden datar.

"Oh, syukurlah. Bisa kita bicara di ruangan Anda, Dok. Karena ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada Anda, tentang kondisi istri saya," pinta Rafael, dengan nada tidak sabaran. Karena ia ingin cepat mengetahui keadaan sang istri Aina.

''Boleh, mari kita ke ruangan saya," jawab Dokter Jaden, tapi pandangannya tidak lepas pada wanita di samping Rafael yang tidak lain adalah Alya. 

Dokter Jaden terlihat mengepalkan tangannya, saat melihat tangan Alya berada di lengan Rafael. Rafael yang sadar akan ulah kekasihnya, seketika melepaskan tangan Alya dengan sedikit kasar.

Dokter Jaden pun menuntun langkah Rafael dan Alya menuju ruangannya, setelah ketiganya masuk. Dokter Jaden duduk di kursi kerjanya, lalu mempersilahkan Rafael dan Alya duduk yang hanya dibatasi meja kerja Dokter Jaden.

"Silahkan duduk. Pak! Bu!" ucap Dokter Jaden sedikit ramah.

Rafael dan Alya langsung duduk, saat keduanya ingin menanyakan keadaan Aina. Dokter Jaden malah dengan tenang memperkenalkan dirinya, tapi hanya nama tengahnya saja. Ia tidak menyebutkan identitas aslinya, karena ia memang tidak pernah mengumbar identitas aslinya pada sembarangan orang. Hanya orang terdekat dan mengetahui seluk beluk keluarga besarnya saja yang tahu siap dirinya sesungguhnya.

"Perkenalkan saya, Jaden. Kebetulan semalam saya adalah Dokter yang menangani wanita yang terbaring koma itu," ucap Dokter Jaden dengan mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan, karena ia yakin kalau Rafael tidak mengenali dirinya.

Degh!

"Aina, koma?!" tanya Rafael dan juga Alya, dengan nada terkejut. Bahkan tanpa sadar Rafael berdiri dari duduknya.

"Iya ... pasien yang bernama Aina Anindya saat ini tengah mengalami koma, dan juga kedua kakinya lumpuh," jelas Dokter Jaden masih dengan nada tenangnya, ia ingin mengetahui bagaimana reaksi Rafael saat mendengar keadaan Aina istrinya.

"Apa! Lumpuh! Aina koma dan lumpuh, Dokter? Bagaimana bisa, dia mengalami luka serius seperti itu, jangan asal bicara Dokter? Anda terlihat masih muda, dan mungkin belum berpengalaman dalam dunia medis. Jadi, Dokter jangan asal bicara tentang keadaan istri saya," ucap Rafael tidak terima jika Aina lumpuh, dan juga koma.

"Anda mengatakan kalau saya tidak berpengalaman, bukti Anda apa? Terus, yang menyelamatkan wanita di dalam ruang ICU saat dalam ruang operasi, bahkan mengembalikan detak jantungnya siapa, hah!"

"Anda tidak mengenal saya, Tuan. Jadi jangan asal bicara tentang saya, apakah Anda tahu, jika istri Anda semalam jantungnya sempat berhenti dalam beberapa menit. Anda tidak tahukan?! Karena Anda sendang bersenang-senang, bahkan menghabiskan malam panas dengan wanita simpanan, Anda," geram Dokter Jaden, saat ia baru menyadari jika di leher Rafael ada tanda merah atau cupang yang sengaja di buat oleh Alya tadi pagi.

"A--apa! Jantung Aina sempat berhenti, itu tidak mungkin."

"Anda jangan sok tahu tentang saya, dan menuduh saya yang bukan-bukan, Dokter," panik Rafael menutupi perilakunya, ia pun tersadar saat sorot mata Dokter Jaden mengarah ke arah lehernya.

"Dokter jangan asal bicara tentang adik ipar saya, ya. Saya bisa menuntut Anda di pengadilan, jadi jaga bicara Anda," Alya tiba-tiba berbicara, karena melihat pria yang dicintainya merasa terpojok.

"Benarkah? Anda ingin membawa saya ke ranah hukum, apakah Anda berdua tidak takut jika saya menyerang balik Anda berdua di pengadilan nanti. Karena saya sama sekali tidak takut, mungkin saat ini saya masih belum mempunyai bukti yang cukup untuk menyeret kalian. Tapi, saya mampu menemukan banyak bukti dalam waktu 24 jam," ancam Dokter Jaden dengan nada serius, karena ia yakin ada yang tidak beres dari kedua orang di depannya.

Rafael yang mendengar penuturan Jaden merasa terpojok, dan ia tidak mau jika perselingkuhannya di ketahui oleh orang lain. Terutama Aina istrinya.

"Sudah Alya, jangan di teruskan. Kita kemari bukan mencari masalah, tapi mencari tahu keadaan Aina," ucap Rafael, dengan sedikit membentak Alya.

"Tapi, Rafael. Dokter ini berani bicara yang tidak-tidak tentang kita," rajuk Alya dengan mengalungkan tangannya di lengan Rafael, tapi dengan cepat Rafael melepaskan tangan Alya.

"Apakah tadi saya mengatakan hal yang tidak-tidak pada kalian berdua? Tidak 'kan, tapi jika Anda berdua merasa begitu. Berarti apa yang saya ucapkan tadi adalah kebenaran," sindir Dokter Jaden dengan menatap tepat di manik Alya.

Degh!

'Mata itu! Indah sekali, dan pria ini juga terlihat tampan. Tidak kalah dengan Rafael, bahkan pria ini lebih tampan. Ahh ... kenapa aku malah terpesona dengan mata indah Dokter Jaden, pokoknya Rafael yang paling tampan. Karena dia adalah kekasihku, dan pria yang selalu memberikan kehangatan di tiap malam saat kami bercinta,' batin Alya, yang mulai terpesona dengan wajah tampan dengan Dokter Jaden.

"Lalu bagaimana keadaan Aina sekarang, Dokter. Maafkan sikap kasar saya tadi, saat ini saya tengah tertekan karena mendengar keadaan Aina tadi," ucap Rafael, dengan nada sedikit tidak enak karena telah membuat keributan di ruangan Dokter Jaden, pria yang telah menyelamatkan nyawa Aina.

Dokter Jaden pun berusaha mengendalikan dirinya, agar tidak memukul wajah Rafael. Ketika ia menyadari satu hal akan dua orang dihadapannya, kalau Rafael dan Alya tengah berselingkuh di belakang Aina.

"Aina saat ini tengah koma, dan saya tidak tahu kapan dia akan sadar," jelas Dokter Jaden mulai serius menerangkan keadaan Aina.

''Apakah masih ada harapan dia hidup kembali, dan kembali normal saat berjalan? Apakah kakinya masih bisa di obati, maksud saya apa kaki Aina bisa berjalan lagi?'' tanya Rafael, dengan satu harapan Aina bisa sembuh dan kembali berjalan.

"Saya tidak tahu, tergantung kemauan Aina. Apakah dia mau sembuh, dan punya mempunyai keinginan yang kuat untuk sembuh," jelas tidak yakin dengan ucapannya.

"Banyak berdoa, Tuan. Semoga pasien cepat sadar dari komanya. Saya harap Anda berdua bisa secara bergantian menjaga Aina, kasihan kalau dia sendirian," harap Dokter Jaden, dengan nada mulai tenang.

"Tentu saja kami akan menjaga Aina, karena dia adalah adik saya, Dokter," ucap Alya, mulai tenang. 

Degh!

'Adik wanita ini, apakah Aina mempunyai saudara. Karena seingatku, dia sendirian waktu itu di Jakarta, hanya Bibik yang sudah Aina anggap sebagai ibunya sendiri yang senantiasa menemani,' batin Jaden binggung.

Alya yang melihat kebingungan Dokter Jaden, seketika mengulurkan tangannya. Lalu mengajak berkenalan.

"Perkenalkan saya, Alya Adriana. Kakak kandung dari Aina Anindya," ucap Alya dengan senyum khasnya yang menggoda.

"Jaden ...," jawab Jaden cepat, seraya menjabat tangan Alya. Namun, tidak sampai lima detik dengan cepat ia melepaskan genggaman tangan Alya.

Alya merasa tertantang saat pria di depannya malah tidak terpesona dengan senyuman khasnya, biasanya saat ia bertemu dengan seorang pria, pasti pria yang tidak lama ia kenal pasti akan terpesona. Bahkan akan tergila-gila dengan pesona dengan kemolekan tubuhnya.

'Dia Kakak Aina? Lalu bagaimana ceritanya, saat Aina sadar nanti dan mengetahui hubungan terlarang antara suami dan kakaknya? Dia pasti akan terluka, lalu bagaimana kalau dia sampai down,' batin Dokter Jaden mulai kalut.

'Ah, kenapa dari semalam aku tidak berhenti memikirkan bagaimana keadaan dan perasaan Aina. Sudah ada Rafael yang menjaga dia nanti, Kakak Aina juga. Aku yakin Aina pasti baik-baik saja," batin Dokter Jaden, entah dengan pemikiran apa, yang jelas ada perasaan cemburu timbul dalam hatinya.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Sayang sayang pala lu peyang. Tuh bener kan dugaan w. Kakaknya kayaknya cocoknya jd pelacur dh drpd sekretaris. W sh setuju dokter sama si aina. Aina udah tau perbuatan rafael klo bgn nanti pasti dia bakalan sedih diem ndak mau sembuh klo dia ndak amnesia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status