"Ketika ujian cinta datang pada salah satu pasangan, mampukah pasangan lainnya menerima. Tetap berada di samping pasangan itu, dengan cara menemani, dan mensupport. Atau malah meninggalkan pasangan itu, yang dalam keadaan tidak berdaya."
***
Mobil yang dikendarai Rafael melaju dengan kecepatan tinggi, hingga tidak membutuhkan waktu lima belas menit. Mobilnya telah masuk di pelataran rumah sakit Modern Hospital, di mana Aina tengah dirawat saat ini.
Setelah mobil diparkirkan, Rafael dengan terburu keluar lalu berlari masuk ke dalam rumah sakit. Tujuannya satu, tempat resepsionis. Ia ingin menanyakan di mana istrinya tengah di rawat.
"Suster! Suster! Di mana kamar pasien bernama Aina Anindya?" tanya Rafael dengan napas memburu, karena ia habis berlari.
"Tunggu sebentar, ya, Pak. Saya carikan data pasien terlebih dahulu," jawab suster ramah, dan langsung membuka buku di mana ada nama data pasien rumah sakit Modern Hospital.
"Cepat, Suster," pinta Rafael dengan tidak sabarannya.
"Iya, Pak. Sebentar, ya. Saya masih mencari nama yang Anda maksud tadi," jawab suster yang masih fokus mencari nama Aina dalam buku.
'Sayang ... tunggu aku sebentar lagi, aku pasti menemukanmu. Aku yakin kamu pasti tidak apa-apa,' monolog Rafael serah mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah sakit.
"Oh ... ini, Pak. Nama Bu Aina ada di ruang ICU, karena pasien mengalami luka yang cukup parah di kepala dan juga kakinya," jelas suster.
"Bapak tinggal lurus jalan ke arah kanan, lalu akan ada tulisan ICU. Bu Aina berada di sana, dan kebetulan Dokter yang menangani berada di ruangan kerjannya Anda bisa menanyakan keadaan pasien lebih detail-nya," sambung suster ramah.
"Baik, terima kasih," ucap Rafael setelah itu ia berlari menuju ruang ICU, dengan arahan yang diberikan oleh suster tadi.
Saat Rafael sampai di depan ruang ICU, terlihat Lala baru saja keluar dari dalam. Lalu pandangan Lala mengarah ke arah Rafael, merasa penasaran akhirnya Lala menanyakan niat Rafael yang terlihat mencurigakan dipikirannya.
"Maaf, Anda sedang apa di sini? Di sini adalah wilayah ruang steril, dan tidak boleh sembarangan orang masuk," tanya Lala sopan, meskipun dalam hati ia merasa penasaran.
"Saya adalah suami dari pasien bernama Aina Anindya, saya ingin melihat keadaan istri saya. Sekarang, izinkan saya masuk," pinta Rafael dengan sorot mata memohon.
"Baiklah, saya akan mengizinkan Anda masuk ke dalam. Namun, terlebih dahulu Anda mencuci tangan Anda, dan memakai pakaian khusus saat ingin melihat pasien di dalam," ucap Lala dengan memberikan saran pada Rafael.
"Baik, saya akan melakukan apa pun. Asalkan saya bisa cepat menemui istri saya," jawab Rafael cepat, dengan mengikuti Lala yang berjalan ke arah samping menunjukkan kamar mandi.
Rafael yang mengerti langsung bergegas masuk, dan melakukan apa yang dikatakan Lala. Mencuci tangan dengan sabun, hingga bersih.
"Apa ini sudah, saya ingin cepat masuk," ucap Rafael dengan nada tidak sabaran.
"Sebentar saya ambilkan pakaian khusus, dulu," jawab Lala, lalu mengambilkan pakaian khusus untuk masuk ke dalam ruang ICU.
Tidak sampai lima menit, Lala membawa pakaian khusus dan menyerahkan pada Rafael.
"Ini, tolong Anda pakai sekarang. Setelah itu Anda bisa masuk," ucap Lala, seraya menyerahkan pakaian khusus pada Rafael. Dengan cepat Rafael menerima, lalu memakainya.
Saat Rafael masuk ke dalam ruang ICU, Lala pergi ke ruang Dokter Jaden. Dengan langkah cepat, dan mata berbinar asisten Jaden terlihat senang karena dia akan bertemu pria yang ia puja, dan tidak lain adalah Dokter Jaden.
'Wanita itu sudah di tungguin oleh suaminya, jadi aku bisa ke ruangan Dokter Jaden. Uh, seharian ini aku di suruh Dokter Jaden menunggu wanita itu. Tapi, kenapa Dokter Jaden tidak kembali ke ruang ICU? Apa Dokter Jaden sudah pulang, kalau sudah pulang. Gagal dong, aku tadi pagi berias cantik,' monolog Lala seraya berjalan ke arah ruang kerja Jaden.
***
Cekelek
Tap ... tap ... tap!
Setelah membuka pintu, Rafael dengan langkah pelan menuju brankar di mana Aina tengah terbaring bak putri tidur. Selain selang infus berada di tangannya, ada juga selang kantong darah, dan masker oksigen masih menutupi mulut serta hidung Aina. Sedangkan kepala Aina terlihat diperban.
Degh!
'Ainaaa ....!' panggil Rafael dengan sedikit memekik, ia begitu terkejut ketika melihat keadaan sang istri yang jauh dari kondisi baik.
'Sayang! Kamu kenapa, Sayang? Ayo buka matamu, aku di sini. Aku datang, Sayang,' gumam Rafael, dengan nada sedih.
'Maaf ... aku tidak tahu kamu kecelakaan, Sayang. Tolong maafkan aku," lanjut Rafael, seraya mengecup punggung tangan kanan Aina yang terbebas dari selang infus.
Saat Rafael larut dalam kesedihan, serta penyesalan karena ia tidak tahu jika Aina kecelakaan. Tiba-tiba Alya masuk, sama menggunakan pakaian khusus saat masuk ke dalam ruang ICU. Alya lalu melangkah menghampiri Rafael, dan menepuk bahu kanan Rafael lembut.
Namun, pandangan Alya malah jatuh pada tangan pria di depannya. Bukan pada sang adik, yang terlihat berbaring lemah dan koma. Dalam hati, terselip perasaan cemburu ketika Rafael dengan lembut membelai punggung tangan itu. Terlihat sekali Rafael seolah takut melukai tangan istrinya.
"Sudahlah, Rafael. Kamu harus kuat, aku yakin Aina pasti sembuh," ucap Alya dengan berbasa-basi, seolah simpati padahal dalam hati ia seolah mati rasa saat melihat keadaan sang adik. Begitu melihat pria pujaannya, sangat perhatian dan penuh kasih sayang menyalurkan perasaan pada sang istri.
"Tapi aku merasa bersalah, Alya. Aku tidak ada saat dia membutuhkan aku di sampingnya," jawab Rafael, dengan nada penyesalan, dan pandangannya tidak lepas dari wajah sang istri.
'Sial! Gara-gara kamu kecelakaan, Rafael pasti akan mengurangi waktunya saat bersamaku. Kenapa tidak langsung mati saja kamu, Aina!' batin Alya kesal.
"Lalu apa kata Dokter, bagaimana keadaan Aina?'' tanya Alya sok perhatian.
"Aku tidak tahu, aku belum bertemu dengan Dokter yang menangani Aina. Ah, lebih baik aku ke ruang Dokter itu saja. Biar aku lebih tenang saat mendengar bagaimana keadaan Aina sesungguhnya," jawab Rafael tersadar kalau ia belum menanyakan keadaan Aina, ia pun dengan lembut menaruh tangan Aina di samping tubuh sang istri.
Alya yang melihat perubahan sikap Rafael merasa penasaran, dengan tidak sabar ia meraih tangan pria yang telah menemani malam panasnya selama dua tahun ini.
Ya, sudah dua tahun lamanya Alya dan Rafael menjalin hubungan terlarang di belakang Aina. Alya melakukannya pun dengan penuh kesadarannya, karena ia memang begitu tergila-gila dengan Rafael. Pria pertama yang membuatnya jatuh ke dalam lautan cinta yang begitu dalam.
"Rafael! Kamu mau ke mana?'' tanya Alya, dengan rasa ingin tahunya.
"Mau ke ruangan Dokter yang merawat Aina, kamu di sini saja. Temani Aina sebentar, aku tidak mau dia sendirian," jawab Rafael dengan jujur.
"Aku ikut denganmu, Rafa. Aku juga ingin tahu bagaimana keadaan Aina, jadi jangan halangi aku ikut denganmu," ucap Alya cepat, ia beralasan ingin tahu keadaan Aina. Padahal yang sesungguhnya, ia tidak mau menjaga Alya adiknya sendiri.
Rafael yang melihat kesungguhan Alya pun hanya bisa pasrah, dan tanpa rasa curiga ia mengiyakan kemauan kekasih simpanannya.
"Baiklah, kamu boleh ikut. Ayo ... kita tanya bagaimana keadaan Aina yang sebenarnya, semoga saja dia tidak mengalami luka parah. Seperti yang ada dalam pikiranku," pasrah Rafael ketika Alya ingin ikut, dan ia berdoa dengan harapan kalau istrinya hanya mendapatkan luka ringan.
***
Saat Alya dan Rafael tengah dalam perjalan menuju ruang kerja Dokter Jaden, di dalam ruangan serba putih itu terlihat Jaden tengah mengeram marah pada Lala.
"Kenapa kamu ada di sini? Lalu yang menjaga pasien di ruang ICU itu siapa, hah?!" tanya Dokter Jaden, tanpa sadar membentak Lala.
Degh!
'Kenapa Dokter Jaden terlihat marah seperti ini, padahal aku 'kan tidak berbuat salah. Aku juga tidak meninggalkan wanita itu sendirian, di sana 'kan sudah ada suaminya yang menunggu wanita itu,' batin Lala binggung.
''I--itu, Dok. Wanita itu sudah ada yang menunggu, ya, sudah ada," jawab Lala dengan nada terbata.
"Siapa yang menjaga Aina? Cepat katakan, Lala!" tanya Dokter Jaden dengan tidak sabaran.
"Tadi ada pria tampan datang, dan mengatakan kalau pria itu suaminya. Jadi, setelah saya mempersilahkan pria itu masuk ke ruang ICU, setelah itu saya ke mari untuk melihat keadaan Dokter Jaden," jelas Lala dengan nada jujur.
'Pria tampan, apa itu Rafael?' batin Dokter Jaden, sedikit kesal karena Rafael telah datang.
Entah apa yang Dokter Jaden pikirkan, tanpa sadar ia melangkah keluar. Tujuannya satu, yaitu ruang ICU di mana Aina tengah terbaring.
Saat ia baru melangkah beberapa langkah, netranya melihat pria tampan dan wanita cantik dengan pakaian sexi terlihat berjalan ke arahnya. Ia masih ingat betul wajah pria tampan, yang tidak lain adalah Raditia Rafael. Pria yang dulu suka membullinya saat di sekolah SMA.
Dokter Jaden yang masih menggunakan pakaian khas dokter, langsung dihampiri oleh Rafael, dan juga Alya.
"Dokter! Saya mau tanya di mana ruang Dokter yang merawat istri saya Aina Anindya, kalau tidak salah nama dokter itu Dokter Jaden," ucap Rafael yang tidak sadar kalau pria yang ia tanyai adalah pria yang sering ia bulli.
'Kenapa Rafael tidak mengenaliku, apakah dia sudah melupakan wajahku?' Dokter Jaden mengernyit heran, saat Rafael tidak mengenali dirinya.
"Saya sendiri Dokter Jaden," jawab Dokter Jaden datar.
"Oh, syukurlah. Bisa kita bicara di ruangan Anda, Dok. Karena ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada Anda, tentang kondisi istri saya," pinta Rafael, dengan nada tidak sabaran. Karena ia ingin cepat mengetahui keadaan sang istri Aina.
''Boleh, mari kita ke ruangan saya," jawab Dokter Jaden, tapi pandangannya tidak lepas pada wanita di samping Rafael yang tidak lain adalah Alya.
Dokter Jaden terlihat mengepalkan tangannya, saat melihat tangan Alya berada di lengan Rafael. Rafael yang sadar akan ulah kekasihnya, seketika melepaskan tangan Alya dengan sedikit kasar.
Dokter Jaden pun menuntun langkah Rafael dan Alya menuju ruangannya, setelah ketiganya masuk. Dokter Jaden duduk di kursi kerjanya, lalu mempersilahkan Rafael dan Alya duduk yang hanya dibatasi meja kerja Dokter Jaden.
"Silahkan duduk. Pak! Bu!" ucap Dokter Jaden sedikit ramah.
Rafael dan Alya langsung duduk, saat keduanya ingin menanyakan keadaan Aina. Dokter Jaden malah dengan tenang memperkenalkan dirinya, tapi hanya nama tengahnya saja. Ia tidak menyebutkan identitas aslinya, karena ia memang tidak pernah mengumbar identitas aslinya pada sembarangan orang. Hanya orang terdekat dan mengetahui seluk beluk keluarga besarnya saja yang tahu siap dirinya sesungguhnya.
"Perkenalkan saya, Jaden. Kebetulan semalam saya adalah Dokter yang menangani wanita yang terbaring koma itu," ucap Dokter Jaden dengan mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan, karena ia yakin kalau Rafael tidak mengenali dirinya.
Degh!
"Aina, koma?!" tanya Rafael dan juga Alya, dengan nada terkejut. Bahkan tanpa sadar Rafael berdiri dari duduknya.
"Iya ... pasien yang bernama Aina Anindya saat ini tengah mengalami koma, dan juga kedua kakinya lumpuh," jelas Dokter Jaden masih dengan nada tenangnya, ia ingin mengetahui bagaimana reaksi Rafael saat mendengar keadaan Aina istrinya.
"Apa! Lumpuh! Aina koma dan lumpuh, Dokter? Bagaimana bisa, dia mengalami luka serius seperti itu, jangan asal bicara Dokter? Anda terlihat masih muda, dan mungkin belum berpengalaman dalam dunia medis. Jadi, Dokter jangan asal bicara tentang keadaan istri saya," ucap Rafael tidak terima jika Aina lumpuh, dan juga koma.
"Anda mengatakan kalau saya tidak berpengalaman, bukti Anda apa? Terus, yang menyelamatkan wanita di dalam ruang ICU saat dalam ruang operasi, bahkan mengembalikan detak jantungnya siapa, hah!"
"Anda tidak mengenal saya, Tuan. Jadi jangan asal bicara tentang saya, apakah Anda tahu, jika istri Anda semalam jantungnya sempat berhenti dalam beberapa menit. Anda tidak tahukan?! Karena Anda sendang bersenang-senang, bahkan menghabiskan malam panas dengan wanita simpanan, Anda," geram Dokter Jaden, saat ia baru menyadari jika di leher Rafael ada tanda merah atau cupang yang sengaja di buat oleh Alya tadi pagi.
"A--apa! Jantung Aina sempat berhenti, itu tidak mungkin."
"Anda jangan sok tahu tentang saya, dan menuduh saya yang bukan-bukan, Dokter," panik Rafael menutupi perilakunya, ia pun tersadar saat sorot mata Dokter Jaden mengarah ke arah lehernya.
"Dokter jangan asal bicara tentang adik ipar saya, ya. Saya bisa menuntut Anda di pengadilan, jadi jaga bicara Anda," Alya tiba-tiba berbicara, karena melihat pria yang dicintainya merasa terpojok.
"Benarkah? Anda ingin membawa saya ke ranah hukum, apakah Anda berdua tidak takut jika saya menyerang balik Anda berdua di pengadilan nanti. Karena saya sama sekali tidak takut, mungkin saat ini saya masih belum mempunyai bukti yang cukup untuk menyeret kalian. Tapi, saya mampu menemukan banyak bukti dalam waktu 24 jam," ancam Dokter Jaden dengan nada serius, karena ia yakin ada yang tidak beres dari kedua orang di depannya.
Rafael yang mendengar penuturan Jaden merasa terpojok, dan ia tidak mau jika perselingkuhannya di ketahui oleh orang lain. Terutama Aina istrinya.
"Sudah Alya, jangan di teruskan. Kita kemari bukan mencari masalah, tapi mencari tahu keadaan Aina," ucap Rafael, dengan sedikit membentak Alya.
"Tapi, Rafael. Dokter ini berani bicara yang tidak-tidak tentang kita," rajuk Alya dengan mengalungkan tangannya di lengan Rafael, tapi dengan cepat Rafael melepaskan tangan Alya.
"Apakah tadi saya mengatakan hal yang tidak-tidak pada kalian berdua? Tidak 'kan, tapi jika Anda berdua merasa begitu. Berarti apa yang saya ucapkan tadi adalah kebenaran," sindir Dokter Jaden dengan menatap tepat di manik Alya.
Degh!
'Mata itu! Indah sekali, dan pria ini juga terlihat tampan. Tidak kalah dengan Rafael, bahkan pria ini lebih tampan. Ahh ... kenapa aku malah terpesona dengan mata indah Dokter Jaden, pokoknya Rafael yang paling tampan. Karena dia adalah kekasihku, dan pria yang selalu memberikan kehangatan di tiap malam saat kami bercinta,' batin Alya, yang mulai terpesona dengan wajah tampan dengan Dokter Jaden.
"Lalu bagaimana keadaan Aina sekarang, Dokter. Maafkan sikap kasar saya tadi, saat ini saya tengah tertekan karena mendengar keadaan Aina tadi," ucap Rafael, dengan nada sedikit tidak enak karena telah membuat keributan di ruangan Dokter Jaden, pria yang telah menyelamatkan nyawa Aina.
Dokter Jaden pun berusaha mengendalikan dirinya, agar tidak memukul wajah Rafael. Ketika ia menyadari satu hal akan dua orang dihadapannya, kalau Rafael dan Alya tengah berselingkuh di belakang Aina.
"Aina saat ini tengah koma, dan saya tidak tahu kapan dia akan sadar," jelas Dokter Jaden mulai serius menerangkan keadaan Aina.
''Apakah masih ada harapan dia hidup kembali, dan kembali normal saat berjalan? Apakah kakinya masih bisa di obati, maksud saya apa kaki Aina bisa berjalan lagi?'' tanya Rafael, dengan satu harapan Aina bisa sembuh dan kembali berjalan.
"Saya tidak tahu, tergantung kemauan Aina. Apakah dia mau sembuh, dan punya mempunyai keinginan yang kuat untuk sembuh," jelas tidak yakin dengan ucapannya.
"Banyak berdoa, Tuan. Semoga pasien cepat sadar dari komanya. Saya harap Anda berdua bisa secara bergantian menjaga Aina, kasihan kalau dia sendirian," harap Dokter Jaden, dengan nada mulai tenang.
"Tentu saja kami akan menjaga Aina, karena dia adalah adik saya, Dokter," ucap Alya, mulai tenang.
Degh!
'Adik wanita ini, apakah Aina mempunyai saudara. Karena seingatku, dia sendirian waktu itu di Jakarta, hanya Bibik yang sudah Aina anggap sebagai ibunya sendiri yang senantiasa menemani,' batin Jaden binggung.
Alya yang melihat kebingungan Dokter Jaden, seketika mengulurkan tangannya. Lalu mengajak berkenalan.
"Perkenalkan saya, Alya Adriana. Kakak kandung dari Aina Anindya," ucap Alya dengan senyum khasnya yang menggoda.
"Jaden ...," jawab Jaden cepat, seraya menjabat tangan Alya. Namun, tidak sampai lima detik dengan cepat ia melepaskan genggaman tangan Alya.
Alya merasa tertantang saat pria di depannya malah tidak terpesona dengan senyuman khasnya, biasanya saat ia bertemu dengan seorang pria, pasti pria yang tidak lama ia kenal pasti akan terpesona. Bahkan akan tergila-gila dengan pesona dengan kemolekan tubuhnya.
'Dia Kakak Aina? Lalu bagaimana ceritanya, saat Aina sadar nanti dan mengetahui hubungan terlarang antara suami dan kakaknya? Dia pasti akan terluka, lalu bagaimana kalau dia sampai down,' batin Dokter Jaden mulai kalut.
'Ah, kenapa dari semalam aku tidak berhenti memikirkan bagaimana keadaan dan perasaan Aina. Sudah ada Rafael yang menjaga dia nanti, Kakak Aina juga. Aku yakin Aina pasti baik-baik saja," batin Dokter Jaden, entah dengan pemikiran apa, yang jelas ada perasaan cemburu timbul dalam hatinya.
Bersambung
Mulai BimbangSetelah mendengar penuturan Dokter Jaden, Rafael dan Alya keluar dari ruangan serba putih itu. Langkah Rafael begitu berat, ketika ia mengingat perkataan Dokter Jaden tentang keadaan Aina istrinya.Beruntung ada Alya yang menyanggah tubuh Rafael, terlihat pria tampan itu tidak bisa menerima jika Aina sang istri koma dan juga lumpuh pada kedua kakinya."Kenapa! Kenapa Aina bisa terluka parah seperti itu, Alya? Sesungguhnya apa yang terjadi, hingga dia bisa terluka dengan luka parah di tubuhnya," tanya Rafael, seraya menoleh ke arah wanita yang mengisi hatinya selama dua tahun ini.Meskipun ia sadar jika Alya tidak akan bisa menggantikan tempat Aina, sebab sang istri mempunyai tempat spesial di hatinya."Aku juga tidak tahu, Rafa. 'Kan semalaman kita bersama, dan menghabiskan malam indah dengan memadu kasih hingga hampir pagi. Ah, bukan bahkan sampai pagi," jawab Alya sok pol
Tidak Tenang'Apakah aku harus memeriksa keadaannya terlebih dahulu, sebelum aku pulang?' batin Dokter Jaden, setelah keluar dari ruangan Dokter samuel.'Tapi, di sana ada Rafael. Apakah aku bisa menahan diri lagi, saat bertemu dengannya? Namun, kalau aku tidak melihat Aina sebelum pulang. Aku tidak akan tenang,' monolog Dokter Jaden bimbang.Langkah Dokter Jaden terasa berat, ketika ia ingin melangkah keluar dari rumah sakit. Ia pun merasa tidak tenang, dan tidak tega meninggalkan Aina saat bersama Rafael dan Alya.Padahal Dokter Jaden sudah berada di lobby rumah sakit, dan ia berniat ke parkiran untuk mengambil mobilnya. Namun, urung ia memutuskan kembali. Karena ia memang tidak akan bisa tenang bila belum memastikan keadaan Aina baik-baik saja. Meskipun ia tahu, kalau wanita yang tengah terbaring koma itu memang sudah tidak apa-apa, dan dalam kondisi stabil.Tap ... tap ... tap!
Rayuan AlyaTing!Terdengar suara pesan dari ponsel milik Rafael, ia terlihat malas merogoh saku celananya, lalu bertanya-tanya siapakah gerangan yang mengirim pesan di tengah malam begini.Ia pun hanya berpikiran satu wanita yang berani mengirim pesan padanya selarut ini, tidak lain dan tidak bukan adalah kakak iparnya sendiri Alya.'Pasti Alya yang mengirim pesan, apa dia tidak capek mengirim pesan terus sedari tadi,' gumam Rafael, lalu membuka aplikasi berwarna hijau.Degh!Terlihat foto dengan pose erotis, dan sangat menggoda dari kakak iparnya. Ya, setelah semua pesan diabaikan oleh Rafael. Namun, Alya tidak kehilangan akal untuk menarik perhatian pria yang sangat ia cintai.'Apa ini, Alya! Apa kamu berniat menggodaku, demi Tuhan! Aku saat ini menahan diri agar tidak lari pulang, lalu menyerangmu. Karena di sini masih ada Aina yang harus kujaga dan
Terkuaknya Identitas Jaden"Kenapa lama sekali, Sayang?" tanya Devan begitu melihat Sania kembali dari toilet."Di toilet sedikit ramai, jadi aku menunggu giliran masuk ke toilet dulu," jelas Sania, dan langsung duduk di samping Devan. Devan dengan senyuman langsung merangkul mesra Sania, tapi sebelum itu ia mengambil minuman di meja untuk Sania.''Ini, minumlah. Kamu pasti haus 'kan dari toilet, setelah kamu minum ini kita berdansa," rayu Devan dan memberikan gelas yang sudah ia bubuhi dengan obat perangsang.Sania tanpa curiga langsung menerima gelas pemberian kekasihnya, setelah itu ia meneguk minuman itu hingga tandas.Devan yang melihat itu merasa senang, apalagi saat melihat Sania menghabiskan semua minuman dalam gelas tanpa sisa."Ayo kita berdansa sekarang, Sayang. Kita habiskan malam ini untuk bersenang-senang, karena setelah ini kita sudah kembali ke Indonesia. P
Sadar Dari KomaMasih di dalam pesawat jet pribadi keluarga Tamawijaya, terlihat Jaden tengah menyantap makan siangnya. Meskipun ia hanya menyuapkan sedikit makanan ke dalam perutnya, setidaknya ia memakan sesuatu. Mengingat sedari pagi ia belum makan apa-apa.Setelah ia menyuapkan makanan terakhir ke dalam mulutnya, ia memerintahkan sesuatu pada Martin tangan kanannya untuk mengajaga keamanannya sebaik mungkin selama dalam perjalanan ke rumah sakit nanti. Bukan ia takut penjahat, atau musuhnya. Tapi, ia tidak mau identitasnya cepat diketahui khalayak umum.Sebab ia tidak mau wartawan mengendus keberadaan, dan identitasnya yang bekerja sebagai seorang dokter. Apalagi saat ini di rumah sakit ada Aina, dan Aina akan menjadi prioritas utamanya mulai dari sekarang.Jaden sudah tidak percaya lagi pada siapa pun, mengingat sahabatnya sendiri yang diberikan amanah bisa saja lalai dan tidak melaksanakan apa yang ia minta.
Tangisan Ainahuk ... uhuk!"Aina tiba-tiba terbatuk, seketika membuat Jaden yang berada di samping Aina merasa khawatir."Nona! Nona, kamu tidak apa-apa? Apa ada yang sakit, di mana? Cepat katakan, Aina?!" tanya Jaden dengan tidak sabaran, hingga ia memanggil Aina dengan sebutan nama saja dan tidak berkata formal."Saya tidak apa-apa, Dokter. Hanya saja, mulut saya kering," keluh Aina dengan memegangi lehernya.Tanpa menjawab Jaden dengan sigap mengambil minuman yang berada di atas meja, dan langsung memberikan pada Aina. Namun, gerakkannya terhenti ketika ia melihat Aina masih terbaring di tempat tidur."Apa Nona mau minum menggunakan dengan sedotan, atau duduk saja?" tanya Jaden, seraya menunjukkan air putih dalam gelas ke arah Aina."Saya ingin minum dengan duduk saja, bisakah Dokter membantu saya. Karena saya tidak kuasa untuk bangun sendiri," jawab Aina
Berniat Mengakhiri Hidup"Hiks ... hiks, hiks."Terlihat Aina masih menangis meratapi kondisi kakinya yang lumpuh, Jaden masih setia berada di samping Aina. Meskipun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, selain kata penenang berharap wanita dihadapannya berhenti menangis."Kenapa saya bisa seperti ini, Dokter? Kenapa saya bisa terluka parah seperti ini, apa salah saya hingga Allah menghukum saya seperti ini?" tangis Aina pecah kembali, meratapi nasib dan juga kakinya.Jaden yang mendengar penuturan dari Aina mengeryit heran, kenapa bisa Aina bertanya seperti itu. Seharusnya dialah yang lebih tahu, kenapa dia bisa sampai terluka."Apa kamu tidak ingat sesuatu, di mana Nona bisa kecelakaan tepatnya 5 hari yang lalu?" tanya Jaden dengan nada herannya."Apa! Saya kecelakaan, Dokter? Tapi, saya tidak mengingat apa-apa, selain ingat di mana saya saat itu tengah mempersiapkan kado untuk
Obsesi AlyaSeperti yang dipinta Big Bosnya, Martin keluar dari rumah sakit. Lalu mulai menghubungi beberapa rekannya melalui earphone, untuk melakukan misi mencari keberadaan Rafael dan juga Alya."Kerahkan beberapa orang kita untuk mencari seseorang bernama Raditia Rafael, dan Alya Adriana dimana pun mereka berada. Cari, dan pastikan malam ini kalian menemukan mereka. Karena Big Bos, tidak suka kata gagal. Apa kalian mengerti," tegas Martin saat ia memberikan arahan pada rekannya, dan langsung tersambung ke beberapa rekannya yang tidak lain anak buah Jaden juga."Aku akan mengirimkan data mereka, pastikan jika kedua orang itu masih berada di Jakarta ataukah keduanya telah berada di luar kota Jakarta. Jadi, periksa data mereka baik itu lewat jalur darat, mau pun udara agar kita lebih mudah melacak keberadaan mereka," sambung Martin."Baik, kami mengerti!" jawab serentek beberapa rekan Martin secara