Share

Episode 8

Rayuan Alya

Ting! 

Terdengar suara pesan dari ponsel milik Rafael, ia terlihat malas merogoh saku celananya, lalu bertanya-tanya siapakah gerangan yang mengirim pesan di tengah malam begini.

Ia pun hanya berpikiran satu wanita yang berani mengirim pesan padanya selarut ini, tidak lain dan tidak bukan adalah kakak iparnya sendiri Alya.

'Pasti Alya yang mengirim pesan, apa dia tidak capek mengirim pesan terus sedari tadi,' gumam Rafael, lalu membuka aplikasi berwarna hijau.

Degh! 

Terlihat foto dengan pose erotis, dan sangat menggoda dari kakak iparnya. Ya, setelah semua pesan diabaikan oleh Rafael. Namun, Alya tidak kehilangan akal untuk menarik perhatian pria yang sangat ia cintai.

'Apa ini, Alya! Apa kamu berniat menggodaku, demi Tuhan! Aku saat ini menahan diri agar tidak lari pulang, lalu menyerangmu. Karena di sini masih ada Aina yang harus kujaga dan kutamakan saat ini,' gumam Rafael bimbang, setelah menonaktifkan ponselnya dan menaruh kembali ke dalam saku celananya.

'Aggrrr ....'

Rafael terlihat frustrasi, ketika menahan sesuatu yang panas dalam tubuhnya. Ia pun menyugar rambutnya dengan kasar, setelah itu ia bergegas ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Setelah dirasa dirinya mulai tenang, dan menghilangkan pikiran liarnya. Ia mulai mendekati brankar tempat istrinya berbaring, sesaat ia meraih tangan mungil itu lalu menggenggamnya.

'Kapan kamu sadar, Sayang? Cepatlah sadar, jangan menutup matamu terus aku ada di sini.'

'Maafkan aku, Aina. Karena aku sering menghabiskan waktu di luar  selain masalah pekerjaan, padahal aku tengah bersama wanita lain.'

'Apa kamu akan memaafkan aku, Aina. Saat kamu tahu, kalau aku selama ini sering menduakanmu?' 

'Jujur aku sangat mencintaimu, Aina. Namun, jiwa lelakiku berontak saat melihat wanita sexy di luaran sana. Aku ingin merengkuh, bahkan menyentuh mereka tanpa pikir panjang dan juga tanpa lagi ingat padamu.'

'Aku akui diri ini sangat berdosa padamu, tapi aku tidak bisa menghilangkan kebiasaanku itu Aina. Seolah aku tengah kecanduan, dan diriku ini tidak puas hanya satu wanita.'

'Walau pun begitu, aku sama sekali tidak berniat mau meninggalkanmu Aina. Karena aku sangat mencintaimu, katakan saja aku serakah dan egois. Tapi, aku tidak akan membiarkan kamu pergi dariku. Sebab kamu wanita yang sangat baik.'

'Aku selalu berharap kamu tidak akan mengetahui semua kebusukkanku selama ini, biarkan itu menjadi rahasia besar yang harus kusimpan sendiri.'

'Ya, semoga kamu tidak akan tahu perselingkuhanku selama ini. Apalagi selama ini aku tengah menjalin hubungan terlarang dengan Kakakmu Alya, aku takut hatimu akan terluka.'

'Namun, aku tidak bisa melepaskan wanita itu. Aku juga mencintainya, Aina,' gumam Rafael panjang dengan nada lirih, ia menumpahkan segalanya dengan kejujuran. Meskipun ia tidak tahu apakah yang ia rasakan perasaan pada Alya itu cinta ataukah hanya perasaan napsu belaka.

Rafael terlihat sedih ketika mengutarakan kejujuran pada Aina, tapi sayang semua kejujurannya seolah sia-sia karena sang istri masih enggan membuka mata indahnya. 

Malam ini, entah apa yang ada dalam diri Rafael apakah ia mencintai sang istri atau tidak. Jika ia mencintai Aina, tentu ia tidak akan mengkhianati ketulusan cinta Aina.

'Aku berjanji akan menjagamu, dan selalu menemanimu di sini Sayang. Aku tidak akan kemana-mana, hanya di sini bersamamu,' janji Rafael setelah itu ia mengecup kening Aina dengan sayang.

Mungkinkah janji itu akan Rafael tepati, dan terus menemani Aina. Sedangkan Alya tetap gigih dengan niatnya untuk membuat perasaan Rafael goyah.

***

Saat Rafael dengan janjinya akan menjaga Aina di rumah sakit, dan mengabaikan semua pesan dari Alya. Di dalam kamar bernuasa merah muda, terlihat wanita cantik tengah marah dan menghamburkan semua barang-barang kesayangannya ke lantai. Barang-barang itu berserakan di lantai, pecahan kaca dimana-mana.

Wanita cantik itu tidak lain adalah Alya, setelah apa yang ia lakukan selama satu jam penuh dengan mengirim pesan dan mencoba menelepon Rafael. Tapi, ia hanya mendapatkan penolakan serta diabaikan oleh sang kekasih hatinya sendiri.

'Aku tidak akan menyerah, Rafael! Aku yakin kamu pasti pulang dan akan menyentuh tubuhku kembali. Karena aku tidak akan menyerah untuk menggodamu,' marah Alya dengan serigainya.

Alya pun merencanakan hal gila lagi, jika tadi ia hanya mengirim foto-foto dengan gaya sexy nan menggoda. Maka esok hari, ia akan mencoba menggoda Rafael dengan kegilaannya lagi. Sungguh cinta yang dirasakan Alya bukan sekadar cinta saja, tapi sudah menjadi obsesinya.

'Aku akan membiarkanmu mematikan ponselmu malam ini, Rafa. Tapi, besok saat ponselmu menyala hanya pesan dan video dariku yang akan membawamu pulang,' kekeh Alya masih dengan serigainya, ia sungguh tidak sabar menunggu esok hari. Dan membuat Rafael goyah dengan pendiriannya.

***

Waktu menunjukkan pukul 03.00 larut malam, tapi waktu selarut itu tidak membuat pria tampan itu memejamkan matanya. 

Ya, pria itu tidak lain adalah Jaden. Ia sama sekali tidak bisa mengistirahatkan matanya barang sebentar saja, hati dan pikirannya selalu saja dipenuhi oleh nama Aina, dan Aina.

'Apa kamu baik-baik saja, Aina. Aku berharap kamu baik-baik saja, dan semoga kamu lekas sadar,' monolog Jaden penuh harap seraya memandang jalanan, dari lantai 20 apartemennya dengan tatapan kosong.

'Ya, Aina pasti sudah lebih baik sekarang. Aku tidak perlu khawatir lagi, bukankah tadi Samuel sudah mengirimkan pesan padaku. Kalau Aina keadaannya semakin membaik, jadi aku harus menenangkan pikiran dan ketakutanku sendiri.'

'Aku bukan siapa-siapa-nya, Aina. Lalu kenapa aku mesti kepikiran dia terus menerus, harusnya aku memikirkan Sania yang berada di Belanda. Wanita yang sudah lama mengisi hatiku, karena selama ini aku sering mengabaikan wanita itu.' 

'Tapi, setelah kehadiran Aina kembali. Apakah masih bisa aku memberikan cinta pada Sania, seperti sebelumnya. Meskipun aku tahu, jika aku tidak pernah memberikan seluruh hatiku pada Sania,' binggung Jaden dengan perasaannya sendiri.

Setelah puas dengan pemikirannya sendiri, Jaden pun melangkah menuju tempat tidurnya, terlihat kasur putih begitu besar dan hanya menampung dirinya sendiri. Jika biasanya, selepas pulang dari rumah sakit ia akan mudah tertidur. 

Karena lelahnya beraktifitasnya seharian, berbeda ketika Aina hadir kembali di rumah sakit dalam keadaan luka parah. Ia sama sekali tidak bisa mengistirahatkan tubuhnya sekadar tidur barang sebentar, yang ada ia sama sekali tidak merasakan kantuk atau pun lelah pada tubuhnya.

'Aku lebih baik aku tidur, karena Aina sudah pasti ditungguin Rafael. Samuel juga ada di rumah sakit, jadi aku tidak perlu terlalu mengkhawatir dia terus,' gumam Jaden lagi, dan tetap sama hatinya terlalu jujur kalau ia masih saja mengkhawatirkan keadaan Aina di rumah sakit.

****

Saat Jaden bersiap tidur, lebih tepatnya berusaha tidur. Di negara Belanda, terlihat wanita cantik dengan rambut cokelatnya sebahunya, tengah berpelukan dengan seorang pria lebih tinggi dari sang wanita. 

Wanita itu adalah Sania kekasih dari Dokter Jaden, terlihat Sania begitu intim bersama teman prianya yang tidak lain Devan Ramadhan. Teman satu kampus, dengan Sania.

"Sayang nanti malam kita pergi ke Club seperti biasa, yuk. Aku lihat setelah ujian kita belum pernah menghabiskan waktu bersama lagi,' ajak Devan, dengan memberikan kecupan singkat di bibir tipis Sania.

"Boleh, aku juga jenuh di apartemen terus. Apalagi aku sedang kesal sama Jaden, masa setiap kutelepon dia selalu saja sibuk. Padahal aku 'kan kekasihnya, dia sama sekali jarang perhatian sama aku,' keluh Sania, dengan nada kesal.

"Sudah tidak usah kamu pikirkan pria bodoh itu, mintain saja uangnya buat kita bersenang-senang. Bereskan, karena masih ada aku di sini yang selalu menemanimu,'' saran Devan dengan nada sombongnya.

"Kamu benar juga, Sayang. Buat apa aku selalu memikirkan pria gila kerja seperti dia, ah, dia memang gila 'kan. Kalau bukan seorang dokter aku tidak mau menjalin hubungan dengan Jaden,,'' Sania dengan nada ceria membenarkan ucapan kekasih gelapnya.

'Tapi, aku sebenarnya mencintai Jaden. Namun, pria tampan tapi gila kerja itu selalu saja mengabaikanku. Lalu apakah aku harus mendamba pria itu terus, sedangkan aku juga ingin dicintai dan sayangi seperti Devan selama ini,' batin Sania. 

"Yuk ... sekarang kita pulang, sebentar lagi malam. Lebih baik kita pulang istirahat sebentar, lalu nanti malam kita ke club,'' ajak Devan dengan menarik lembut tangan Sania menuju motor sport miliknya.

Degh!

Sania yang dalam posisi melamun langsung terkejut, ia pun hanya terdiam dan pasrah saat Devan menarik tangannya.

Setelah keduanya naik di atas motor, Devan dengan kecepatan sedang mulai melajukan motornya menuju apartemen Sania. Terlihat wanita cantik tinggi semampai itu begitu bahagia, dengan sayang ia mengeratkan pelukannya di perut Devan lebih erat.

Namun, keduanya tidak tahu. Jika sedari universitas tadi ada yang memotret kemesraan keduanya. Segala hal yang mereka lakukan telah dibidik dengan baik oleh pria dengan pakaian serba hitam, pria itu dengan masker menutupi separuh wajahnya dan juga topi hitam menyempurnakan penyamarannya.

Setelah mendapatkan apa yang inginkan, sang pria berpakaian serba hitam itu masuk ke dalam mobil dan menuju tempat di mana ia tinggal selama dalam misi yang diamanahkan padanya. Saat dalam perjalanan, ia melihat jam tangan menunjukkan jam 17.00 sore waktu Belanda. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memberikan laporan pada Big Bosnya.

'Nanti saja aku memberikan laporan pada Big Bos, pasti beliau sedang istirahat. Lebih baik, aku mencari bukti yang lebih banyak. Agar memperkuat apa yang terjadi dengan Nona Sania selama di Belanda,' gumam sang pria berpakaian hitam, dengan melepas maskernya. Setelah itu ia mempercepat laju mobil yang dikendarainya.

***

Waktu menjukkan pukul 23.00 malam, seperti janji Devan dan Sania keduanya pergi ke club. Terlihat wanita cantik itu dengan pakaian sexy-nya tengah duduk dalam pelukan Devan, seraya meminum minuman beralkol. 

"Sayang ... aku pergi ke toilet sebentar, ya," ucap Sania sedikit keras.

"Iya, cepat kembali," jawab Devan, masih dengan menikmati minumannya.

"Baiklah, aku cuma sebentar," ucap Sania setelah itu ia bergegas pergi ke toilet. 

Saat Sania tengah pergi ke toilet, Devan mulai mengambil sesuatu dari dalam saku jaketnya. Setelah itu ia menaruh ke dalam gelas minuman Sania.

'Ini kesempatanku untuk menikmati tubuhnya, sebelum dia kembali aku akan memberikan beberapa tetes obat perangsang padanya. Aku tidak perlu banyak merayu lagi, karena Sania sendiri yang akan datang padaku,' guman Devan dengan kekehan serigainya. 

Ya, selama menjalin hubungan dengan Sania tiga bulan terakhir ini. Ia belum menyentuh sang kekasih, dan malam ini ia ingin menunaikan keinginan terpendamnya itu. Meskipun dengan cara yang licik, ia tidak peduli yang ia inginkan hanya ingin mendapatkan Sania seutuhnya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status