Share

Episode 9

Terkuaknya Identitas Jaden

"Kenapa lama sekali, Sayang?" tanya Devan begitu melihat Sania kembali dari toilet.

"Di toilet sedikit ramai, jadi aku menunggu giliran masuk ke toilet dulu," jelas Sania, dan langsung duduk di samping Devan. Devan dengan senyuman langsung merangkul mesra Sania, tapi sebelum itu ia mengambil minuman di meja untuk Sania.

''Ini, minumlah. Kamu pasti haus 'kan dari toilet, setelah kamu minum ini kita berdansa," rayu Devan dan memberikan gelas yang sudah ia bubuhi dengan obat perangsang.

Sania tanpa curiga langsung menerima gelas pemberian kekasihnya, setelah itu ia meneguk minuman itu hingga tandas. 

Devan yang melihat itu merasa senang, apalagi saat melihat Sania menghabiskan semua minuman dalam gelas tanpa sisa.

"Ayo kita berdansa sekarang, Sayang. Kita habiskan malam ini untuk bersenang-senang, karena setelah ini kita sudah kembali ke Indonesia. Pasti kamu akan kembali dengan Jaden 'kan," ajak Devan, dan sedikit kesal ketika ia Jaden kekasih asli dari Sania.

Cup!

"Kamu tenang saja, Sayang. Meskipun aku sudah kembali ke Indonesia, aku tidak ingin memutuskan hubungan kita. Sebab aku telah jatuh cinta padamu," jawab Sania dengan memberikan kecupan di bibir Devan.

"Aku juga mencintaimu, Sania. Kuharap kamu tidak menyesal setelah mencintai pria sepertiku," ucap Devan dengan senyum misteriusnya.

"Tentu saja aku tidak akan menyesal, karena aku percaya padamu," jawab Sania dengan seluruh kepercayaannya pada Devan, kekasih gelapnya yang belum lama ia kenal.

Devan dan Sania terus larut dalam dunianya, menari sambil minum. Tidak lama obat pemberian Devan pun bekerja, Sania mulai merasakan pusing di kepalanya dan Sania terus saja memegangi kepala karena tidak tahan merasa sakit sekaligus merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Devan ... kepalaku pusing sekali," keluh Sania dengan memegangi kepalanya.

'Yes! Obanya mulai bekerja ... tidak lama lagi aku akan mengambil milikmu yang berharga, Sania,' batin Devan dengan serigainya.

"Kamu pusing ... ayo kita pulang saja kalau begitu," ucap Devan, setelah itu ia langsung merangkul Sania dan menuntun keluar dari club malam.

Tidak sampai sepuluh menit keduanya berjalan, Devan dan Sania sampai di parkiran. Devan membuka pintu mobil lalu mendudukkan Sania di samping kursi kemudi, setelah itu ia memakaikan sabuk pengaman pada Sania. 

Kemudian Devan berlari kecil memutari mobil, lalu duduk di balik kursi kemudi. Tidak lama mobil pun ia lajukan dengan sedikit kecepatan, karena ia ingin cepat sampai di apartemennya.

Saat di dalam mobil Sania mulai merasa gerah dengan tubuhnya, seolah ada sesuatu yang berdesir dan menginginkan sesuatu. Tanpa sadar ia mengerang, dan terus memanggil Devan.

"Dev! Devan! Kenapa tubuhku panas sekali. Sentuh aku, Dev," desah Sania, dengan menyentuh tubuhnya sendiri.

"Benarkah ... apakah kamu mau aku menyentuhmu, Sayang? Sabar, sebentar lagi kita sampai," ucap Devan, seraya memandang Sania yang terlihat erotis meliukkan tubuhnya, dan membuatnya tidak sabar ingin cepat menyentuh milik Sania.

Brumm! 

Devan pun menambah kecepatan mobilnya, dan berharap ia cepat sampai di apartemen sederhana miliknya. 

***

Saat Devan dengan rencana liciknya ingin mendapatkan sesuatu yang berharga milik Sania, di Bali terlihat dalam sebuah resort tepatnya di Ubut Bali.

Terlihat Jaden tengah menikmati kopi hitamnya. Ya, sudah tiga hari ia berada di kota yang menyajikan panorama indah alam dan budayanya. Namun, meskipun begitu ia sama sekali tidak menikmati liburannnya.

Karena pikirannya menerawang jauh pada pasien spesialnya, yaitu Aina Anindya. Tidak hentinya ia memikirkan wanita koma itu, meskipun sudah segala cara telah ia lakukan demi menghilangkan perasaannya pada Aina.

'Aku harus kembali ke Jakarta, percuma saja aku berada di sini. Jika hati dan pikiranku tetap saja tertuju pada Aina,' batin Jaden setelah menaruh gelas yang masih terlihat separuh kopi hitamnya. Setelah itu ia kembali ke kamarnya, dan bersiap kembali ke Jakarta.

'Bagaimana kabar dia sekarang, apa dia sudah lebih baik. Semoga saja dia jauh lebih baik, jika perlu. Aku berharap dia sudah sadar dari komanya,' monolog Jaden, seraya memasukkan semua barangnya ke dalam koper dengan pemikiran sedikit senang.

Sejak pertemuan kembali dengan Aina, Jaden sama sekali tidak pernah memikirkan Sania kekasihnya lagi. Namun, itu bukan yang pertama kali ia tidak memikirkan kekasihnya sendiri. Mengingat ia memang separuh hati mencintai Sania, hatinya tidak pernah ia berikan sepenuhnya pada wanita bernama Sania. Mengingat di dalam sudut hati yang paling dalam, ada nama seseorang tidak pernah terhapus, dan ia sama sekali tidak berkeinginan untuk menghapusnya.

Sebelum Jaden melangkah ke luar dari resort, ia menelepon sahabatnya terlebih dahulu. Karena ia ingin memastikan pasien spesialnya dalam kondisi baik.

Drrrttt

📱Samuel

"Hallo ...," sapa Samuel, setelah mengangkat ponselnya.

"Bagaimana kabar dia sekarang, Sam?" tanya Jaden to the poin.

"Iiss ... orang datar! Bagaimana bisa kamu meneleponku, tanpa basa basi terlebih dahulu. Hmmm ....?" kesal Samuel, dengan nada pura-pura marah.

"Aku tidak punya waktu untuk berbasa-basi denganmu, Sam. Katakan apa yang kutanyakan tadi, bagaimana kabar dia?" jelas Jaden dengan nada menuntut.

Jaden merasa heran dengan sang sahabat, karena setelah beberapa menit ia menunggu jawaban. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban dari Samuel, dan itu membuat Jaden seketika merasa khawatir.

"Kenapa kamu diam, Sam! Katakan sebenarnya apa yang terjadi dengan Aina, kenapa kamu tidak mau menjawab pertanyaanku, hah?! marah Jaden, dengan nada cukup keras.

Samuel yang mendapatkan pertanyaan sekaligus kemarahan dari sang sahabat merasa bersalah, karena ia telah berbohong pada sang sahabat.

''Ma--maafkan aku, Jaden. Aku telah berbohong padamu, kalau aku sama sekali tidak pernah memeriksa keadaan wanita itu. Karena selama tiga hari ini aku sibuk dengan pasien-pasienku, sebab aku tidak bisa meninggalkan mereka. Hingga aku tidak punya kesempatan memeriksa wanita yang kamu maksud, Jaden."

"Jadi, waktu aku menelepon dan memberikan kabar tentang wanita itu padamu semua bohong. Karena aku sama sekali belum pernah memeriksa keadaannya, aku hanya menyuruh Dokter Lay dan Lala untuk memantau keadaan wanita itu. Sekali lagi maafkan aku, Jaden," jelas Dokter Samuel tidak enak hati pada Jaden.

"Apa! Kamu sama sekali tidak memeriksa keadaan Aina, jadi selama tiga hari ini kamu menyuruh Dokter magang itu untuk mengawasi perkembangan Aina, hah!"

"Berengsek kamu, Sam! Awas saja jika terjadi hal buruk pada Aina. Aku tidak akan memaafkanmu sampai kapan pun, Berengsek!!" marah Jaden, dan langsung mematikan ponselnya.


Tut.


'Berengsek kamu, Sam. Bagaimana bisa kamu mengabaikan permintaanku, pantas saja aku selalu kepikiran Aina terus. Bagaimana kalau terjadi hal buruk pada Aina, saat Aina dalam kondisi buruk, lalu dokter magang  itu tidak tahu apa yang harus dia lakukan,' panik Jaden, setelah itu ia keluar dari kamar penginapan, dengan terburu-buru. 

Saat dalam kondisi panik, Jaden langsung menekan nomer yang lama tidak pernah ia sentuh. Ya, tepatnya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Sebuah nomer rahasia, di mana nomer itu akan menunjukkan identitas asli dari seorang Kieran Jaden.

Drrrttt

📱 Martin

"Hal ---"

"Siapkan Jet di bandara Ngurah Rai, sekarang! Kuberi waktu kalian satu jam! Jangan mengecewakanku, Martin!" titah Jaden dengan kuasanya, setelah itu ia mematikan sambungan telepon.

Tut.

Jaden tidak peduli lagi, jika ada yang mengetahui jati dirinya sebagai seorang pewaris tahta keluarga Tamawija. Ia sama sekali tidak peduli, jika identitasnya terendus oleh media. Karena semua ia lakukan demi Aina, ia ingin cepat sampai di rumah sakit dan memastikan sendiri jika wanita itu dalam kondisi baik.

Kieran Jaden Tamawijaya, adalah nama lengkap dari keturunan keluarga Tamawijaya. Keluarga billioner dengan kekayaan berlimpah, dan beberapa perusahaan, bahkan rumah sakit besar dengan fasilitas lengkap tempat ia bekerja selama ini adalah miliknya sendiri.

Setelah kedua orang tua Jaden meninggal, ia dibesarkan oleh sang kakek. Meskipun begitu, Jaden tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Karena Kakek Mark selalu melimpahi kasih sayang, dan juga harta berlimpah. Tapi Jaden tidak pernah menunjukkan semua kekayaan pada teman-temannya sedari kecil. 

Jaden lebih sering menyembunyikan jati dirinya, sebagai cowok culun baik di sekolah mau pun kesehariannya dulu. Sebab ia tidak mau di dekati orang-orang munafik, hanya ingin berteman saat ia mempunyai kekayaan saja mengingat ia adalah pewaris tunggal dari keluarga kaya raya.

Tapi, kali ini demi Aina ia rela nama dan wajahnya akan menjadi sorotan media. Hanya, demi mendapatkan ketenangan hati. Melihat wanita yang namanya tersimpan di dalam sudut hatinya paling dalam dalam kondisi baik-baik saja.

***

Benar saja, tidak sampai satu jam. Jet pribadi keluarga Tamawija mendarat di bandara Ngurah Rai Bali, terlihat beberapa orang dengan pakaian hitam dan kaca mata hitam telah berjejer rapi, baik di sisi kanan mau pun kiri menyambut kedatangan Big Bos mereka.

"Selamat siang, Tuan Jaden. Maaf, saya sedikit terlambat," ucap Martin dengan sedikit menundukkan kepala, ia merasa takut karena keterlambatannya.

"Aku akan membuat perhitungan denganmu nanti, Martin! Tapi, saat ini ada hal yang jauh lebih penting dari pada memberikan hukuman padamu dan mereka," jawab Jaden, seraya melangkah memasuki pesawat Jet-nya dengan tatapan dingin, mengarah pada tangan kanannya dan juga beberapa bodyguard-nya.

Martin dan beberapa bodyguard yang mendengar dan mendapatkan tatapan dingin dari Bosnya mengerti, meskipun mereka diliputi perasaan takut. Tapi, mereka tetap masuk ke dalam pesawat, mengingat pesawat akan segera terbang menuju Jakarta.

Saat pesawat jet pribadi Jaden baru saja terbang, terlihat di bandara yang sama Rafael dan Alya baru saja keluar dari ruang kedatangan pesawat. Keduanya begitu mesra selayaknya sepasang suami istri, yang akan merencanakan bulan madu di Bali.

Di depan bandara juga sudah ada mobil jemputan yang menunggu kedatangan Rafael dan Alya, seperti mereka telah merencanakan dengan matang. Kemana dan akan menginap di mana keduanya selama di Bali. 

"Kita langsung ke Hotel, Mang," ucap Rafael, begitu telah masuk di kursi penumpang bersama Alya di sampingnya.

"Baik, Pak," jawab supir dengan ramah.

Mobil pun melaju menuju hotel di mana Rafael dan Alya selama liburan di Bali, terlihat Rafael tidak mau melepaskan pelukannya pada tubuh Alya. Alya yang mendapatkan sikap posesif di tubuhnya merasa senang, karena apa yang ia inginkan tercapai. Mengingat pria yang dicintainya sekarang berada di sininya saat ini.

"Apa kamu merindukan aku, Sayang?" tanya Alya dengan nada manjanya, saat berada dalam pelukan Rafael.

"Tentu saja aku sangat merindukanmu, Sayang. Selama tiga hari ini aku menahan sesuatu dalam tubuhku, dan rasanya aku tidak sabar ingin memakanmu di sini," desah Rafael dengan pandangan sayu-nya, bahkan tanpa malu lagi ia mengecup tengkuk dan leher Alya.

"Hehe ... benarkah, kupikir kamu akan betah berada di ruang sialan itu bersama Aina. Aku sempat putus asa, ketika kamu mengabaikan semua pesan dan teleponku, tapi aku merasa senang. Saat aku mengancam ingin pergi ke Bali bersama pria lain, dan dengan paniknya kamu menyusulku ke bandara, aku merasa senang, saat kini kamu mau menemaniku liburan di sini," ucap Alya dengan menangkup wajah Rafael, lalu memberikan kecupan lembut di bibir Rafael.

"Bagaimana aku tidak mengejarmu, saat kamu telah mempertontonkan tubuhmu dan itu membuat tubuhku panas. Aku pun tidak bisa menahan diri untuk tetap menjaga Aina, akhirnya aku mengingkari janji yang sudah kubuat sendiri."

"Semua yang kulakukan hanya untuk bersama denganmu, Alya. Jadi, kamu harus bertanggung jawab dengan sumua yang kamu lakukan di video itu, kamu harus memberikan apa yang kumau dan memuaskanku," pinta Rafael, dengan napas memburu seolah ia sudah tidak bisa menahan dirinya, untuk menyentuh Alya lebih dari sekadar kecupan di bibir saja.

"Tenang saja ... aku pasti akan memberikan apa yang kamu mau, Sayang. Tahan sebentar, ya, sebentar lagi kita sampai di hotel," kekeh Alya karena ia merasa menang, karena apa yang ia lakukan selama dua hari belakangan merayu Rafael akhirnya berhasil.

Keduanya larut dalam kecupan mesra, tanpa tahu jika Aina di dalam ruang ICU dalam keadaan menurun drastis. Dokter Lay yang saat itu memantau keadaan Aina begitu terkejut, ketika tiba-tiba kesehatan Aina mulai menurun drastis. Sedangkan Dokter Samuel yang baru saja selesai melakukan operasi pada salah satu pasiennya, ikut terkejut saat Lala asisten Jaden memberi tahu keadaan Aina yang dalam kondisi kritis.

"Dokter! Dokter! Dokter Samuel!" teriak Lala menggema di lorong rumah sakit, dengan berlari menghampiri Dokter Samuel.

Dokter Samuel yang mendengar suara keras, seketika berhenti dan menunggu Lala dengan Sebuah pertanyaan dalam pikirannya.

'Kenapa Asisten Jaden berteriak seperti itu, apa terjadi masalah?' batin Dokter Samuel.

"Ada apa?" tanya Dokter Samuel, begitu Lala sampai dihadapannya.

"I--itu, Dok!'' 

"Itu, apa? Katakan yang benar, Lala," tanya Dokter Samuel mulai penasaran.

"Pasien di ruang ICU dalam kondisi kritis, Dokter Lay tidak bisa menanganinya," jelas Lala cepat.

Bersambung 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Sinting bener2 org2 sinting. Blg cinta tp ninggalin lg istrinya yg skrg demi kakaknya yg lonte. Ternyata jaden sombong jg yah blgnya dl waktu 1 jam pesawatnya siap krg dr 1 jam pun ngamuk2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status