Share

3. Tak Berubah

"Apa kabar, kawan!" Jawab laki laki tampan yang mempunyai rahang tegas, mata tajam berwarna biru serta berbadan tegap, melangkah memasuki ruangan dengan tangan yang juga terbuka menyambut Rere yang melangkah ke arahnya.

"Tambah keren aja, Nih." Ujar Rere saat mereka berpelukan sekilas. 

"Kamu tambah cantik, Dew," balas lelaki yang bernama Alman. Sambil mengurai pelukannya.

Alman adalah salah satu teman terdekat Rere waktu masih SMA dulu, dan hanya orang orang SMA-nya saja yang memanggil Rere dengan sebutan Dewi.

"Ada apa, kok bisa bisanya sampai ke sini?" tanya Rere sambil mempersilahkan tamunya untuk duduk di sofa berbentuk L yang berada di samping kiri meja kerjanya.

"Kamu nggak tahu kenapa aku datang? Serius?" bukannya menjawab pertanyaan Rere, Arlan malah balik bertanya dengan raut muka tak percaya.

"Serius lah, ada apa sebenarnya?" 

"Kamu tahu sendiri bukan kalau pak Bagas baru sembuh dari sakitnya, dan beliau diharuskan bed rest."

"Mmm ...."

"Makanya kemarin dia meminta Yunan, sebagai anak lelaki sulungnya yang juga teman kita, untuk pulang dan menggantikan beliau memimpin perusahaan."

"Yunan? Yunan siapa? Kamu kenal?"

"Yunan Ardian Dewangga." Ujar Alman sambil menatap tajam Rere.

Terbeliak mata Rere saat mendengar sebuah nama yang tak pernah ia inginkan lagi untuk di dengarnya, apalagi untuk bertemu dengan si empunya nama.

"Dewa?!" Desis Rere, matanya juga menatap Alman tak percaya.

"Aaah ... kamu nggak seru, Dew. Masak iya kabar terbaru perusahaan tidak tahu," ujar Alman mendengus kesal karena yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.

"Mmm ... kamu tahu nggak, siapa orang yang menggantikanku di sini?"

Rere sengaja memberikan pertanyaan yang sekiranya bisa merubah fokus Alman, sambil berusaha bersikap biasa saja di depan tamunya.

Bukannya menjawab Alman malah tertawa keras mendengar pertanyaan Rere. Sampai sampai punggung yang awalnya hanya bertumpu pada tangan di paha kini malah bersandar ke sandaran sofa, dengan mata yang berair.

"Mmm ...."

"Hahahaha .... Kamu keterlaluan, bagaimana bisa kamu tidak tahu siapa orang yang akan menggantikanmu?"

"Mmm ... mau bagaimana lagi, aku beneran tidak tahu."

"Aku! Aku yang akan menggantikanmu di sini, sedangkan kau akan menggantikanku sebagai pendamping Yunan."

"Kalau boleh milih, boleh nggak sih kalau nggak usah di tuker aja?" Tanya Rara dengan mata terbeliak dan wajah tak percaya, saat tahu siapa pengganti dirinya nanti.

"Kenapa? Harusnya kamu senang looh, bukannya--"

"Kamu sudah makan belum, Man?" Rere langsung berusaha memutus ucapan Alman agar tidak mengungkit sesuatu yang tak ingin dia kenang lagi. Matanya tak lagi menatap lelaki tampan yang sedang menatapnya tajam.

"Hemmm .... Kau masih mencintainya kan?" Tanya Alman sambil sedikit mendengus.

"Kita makan, yuk!"

"Selalu saja menghindar, kalau memang sudah tak cinta, kenapa selalu menghindar setiap kali aku bercerita tentangnya?"

"Karena aku tak ingin mendengar apa pun lagi tentang dirinya."

"Parahnya, nasib membuatmu harus bertemu dan bahkan akan menjadi pendampingnya di kantor nanti."

"Kamu tahu, Man? Aku ingin berhenti kerja saja kalau tahu ternyata harus bekerja dengannya nanti."

"Dasar jiwa tempe!"

"Terimakasih!"

"Mmm ... ayolah, Dewi yang aku kenal tidak seperti ini!"

Alman berusaha membangkitkan semangat Rere yang down karena tahu siapa nantinya yang akan bekerja sama dengannya nanti di kantor pusat.

Sejenak keduanya terdiam, mereka seolah sibuk bermonolog dengan hati mereka masing masing.

"Man ... bagaimana kalau kita--"

"Tidak! Aku tidak mau berpura pura lagi, aku maunya kita beneran jadian?"

"Tapi ...."

"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku asalkan kau tidak menolak semua yang akan kulakukan padamu, bagaimana?"

"Mmm ...."

"Atau kau mau kita langsung aja menikah, bagaimana?"

"Alman ...!" Sergah Rere dengan mata jengah.

Rere paham kalau Alman menaruh hati padanya namun kejadian waktu SMA dulu masih sangat lekat di dalam benaknya.

"Terserah kamu ... dari dulu kau kan tahu aku bukanlah lelaki seperti Yunan, yang bisa mencium pipi wanita sembarangan."

Tak ada bantahan yang keluar dari mulut Rere, dia hanya bisa menatap lekat mata elang milik Alman, yang dari dulu sangat dia sukai dari lelaki yang saat ini juga tengah sedang menatapnya.

"Sudahlaah, jangan kau pikirkan, sekarang aku ingin kau mengajakku untuk keliling kota ini." 

Alman berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan ke arah Rere.

"Tapi ... a-aku."

"Hei ... kita baru bertemu dan kau sudah berani membuatku kecewa, teman macam apa kau ini?" Ujar Alman

"Alman Barasta ... kau masih seperti yang dulu, tak ada yang berubah." Desis Rere pelan namun masih dapat di dengar baik oleh Alman. 

"Tak ada yang berubah, termasuk hatiku padamu." Jawab Alman dengan menaikkan kedua alisnya naik turun beberapa kali, menggoda Rere.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Rere kecuali senyumnya yang melebar karena tidak biasanya Alman bersikap seromantis itu padanya.

"Ayolah ... pleaseeee."

"Sebentar ...."

Rere kemudian menuju ke meja kerjanya dan menekan tombol intercom

"Ya, Bu!" Suara seorang perempuan terdengar dari interkom yang tak diangkat gagang telponnya.

"Tolong kirim dua orang ke ruangan saya untuk merapikan barang." Suruh Rere dengan suara tegas.

"Baik, Bu."

Mendengar jawaban yang menyanggupi perintahnya, Rere kemudian kembali menekan tombol interkom.

"Apakah kau butuh bantuanku untuk merapikan barangmu?"

Tiba tiba Alman menawarkan dirinya untuk membantu Rere membereskan barangnya.

"Tidak! Kalau kau memang ingin membantu, cukup dengan jangan pindah ke sini? Bagaimana?" Rere bertanya balik ke lelaki tampan yang kini sudah menunggunya di ambang pintu.

"Hahahaha, semuanya sudah di atur tuan Bagas, Dew. Aku mana berani menolak perintahnya, bisa bisa malah aku nggak dapat kerjaan kalau berani nolak perintahnya."

"Mmm ...." Jawab Rere, tangannya mengambil tas yang tadi ia letakkan di atas meja kemudian dengan langkah lebar segera keluar dari ruangannya, melewati Alman yang masih berdiri di ambang pintu.

****

"Dew ... di mana sekretarismu? Sejak aku datang hingga sekarang, meja itu kosong." tanya Alman, tangannya menunjuk meja di sebelah pintu masuk ke ruangan Rere.

"Sengaja aku pulangkan dia lebih dulu. Karena ada yang harus dia siapkan besok."

"Oo ...." Jawab Alman sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali

"Mau kemana kita sekarang, Boss?" Tanyanya kemudian, saat kakinya sudah bisa mensejajari langkah Rere 

"Makan, dari tadi pagi aku belum makan, dan sekarang baru terasa lapar." Jawab Rere sambil membalas sapaan beberapa karyawan yang tak sengaja berpapasan dengan mereka.

Rupanya Alman sudah membius para karyawan perempuan di kantornya, tampak beberapa karyawan tertangkap mata Rere sedang senyum senyum sambil melirik ke arah lelaki yang sedang berjalan bersamanya.

"Kau ternyata juga tidak berubah ya, Dew?!" Ucap Alman dengan suara tertahan.

"Apa maksudmu?" tanya Rere tanpa menghentikan langkahnya dan tanpa menoleh ke arah Alman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status