Share

4. Bibirmu manis

"Kau tetap Dewi di dalam hatiku" goda Alman tanpa senyum, juga tanpa menoleh ke arah perempuan cantik yang melangkah di sampingnya.

"Ish ...." Jawab Rere yang memutar bola matanya, salah tingkah karena di goda Alman.

Tanpa sepengetahuan Rere, senyum melebar di bibir Alman saat tahu sikap Rere yang salah tingkah karenanya.

"Ini, kamu aja yang bawa mobil, bukankah kamu yang tahu tempat yang akan kita tuju?"  Ujar Alman saat mereka sudah berada di tempat parkir khusus staf.

Alman memberikan kontak mobilnya ke tangan Rere yang terulur ke arah lelaki itu.

"Baru datang sudah punya mobil, woow, anda luar biasa pak Alman Barasta." ucap Rere yang langsung terpesona saat tahu jenis mobil apa yang dipunyai oleh orang yang akan menggantikan kedudukannya nanti.

"Aku yang heran padamu, ada fasilitas kantor tapi tidak pernah kamu gunakan," sergah Alman. Tangannya membuka pintu mobil dan segera duduk di samping Rere.

"Apa maksudmu? Mobil yang aku pakai merupakan salah satu fasilitas kantor kok?!"  Tanya Rere sambil mulai menyalakan mesin mobil.

"Iya, aku tahu, tapi mobilmu itu bukan mobil standard untuk pimpinan. "

"Ah, sama aja."

"Itu alasan kenapa tuan Bagas memilihmu untuk mendampingi Yunan, bukan aku."

"Emangnya kenapa?" Tanya Rere tak mengerti, dengan mata mulai fokus pada jalan yang dilaluinya.

"Karena kamu tidak pernah rewel dengan fasilitas kantor, berbeda dengan aku dan yang lainnya."

"Alasan yang kedengarannya terlalu kekanak-kanakan." Balas Rere sambil mencibirkan sedikit bibirnya lebih maju ke depan.

"Hahahaha!"

Ucapan Rere langsung disambut Alman dengan tertawa terbahak bahak, nada tegas inilah yang menjadi daya tarik, dari awal berkenalan dengan wanita yang kini duduk di sampingnya itu.

"Dew ... Apakah di hatimu sungguh sudah tidak ada hati sama sekali kepadaku?" tanya Alman setelah puas dengan tertawanya.

Mendengar apa yang ditanyakan Alman. Rere langsung menghela nafas panjang,

"Kalau menurutmu, bagaimana dengan sebentuk hati di dadamu itu? Ada berapa perempuan yang penah menempatinya?" Bukannya menjawab, Rere malah balik bertanya.

"Apa maksudmu?"

"Pernahkah di hatimu jatuh cinta pada beberapa orang dalam waktu yang bersamaan?"

"Mmm ...." Sontak pandangan Alman yang awalnya fokus ke jalan berpindah ke wajah Rere

"Nggak usah munafik deh! Kamu pasti pernah kan, walau mungkin dengan porsi yang berbeda, ya kan?"

"Mmm ... Mungkin iya,"

"Ish ... pakai jawaban yang tak yakin lagi. Dasar lelaki, pacar Sejuta umat!"

"Apa!? Pacar sejuta umat?"

"Betul kan?"

"Terserah kamu saja, Dew. Wanita selalu benar."

"Hahahaha!"

Akhirnya meledak tawa Rere dan Alman hampir bersamaan, hobi saling menghina di antara mereka kini mulai tersalurkan dengan tepat.

"Sekarang jawab pertanyaanku, apakah kamu pernah mencintaiku?" tanya Alman sambil menatap lekat wajah wanita cantik yang duduk di belakang kemudi mobilnya.

"Kalau mencintai rasanya kurang tepat, tapi bila menyukai, aku amat sangat menyukaimu."

"Mmm ... kau gengsi untuk jujur, iya kan?" Dengus Alman.

"Tidak!"

"Ayolah, Dewi. Mmm ... Kamu tahu, dengan mengatakan kau hanya menyukaiku, membuatku tambah yakin bahwa sebenarnya di hatimu ada dua orang lelaki saat ini, aku dan Yunan, ya kan?"

"Sok tahu!" dengus Rere. Yang menghentikan mobilnya di halaman sebuah tempat makan dengan plat kayu besar bertuliskan 'pondok makanan desa'.

Sebuah pondok besar terbuka yang hanya mempunyai tembok di bagian dalamnya,  yang dikelilingi oleh beberapa gazebo kecil dengan dipayungi beberapa pohon mangga dan beberapa pohon palem besar.

"Woow, pilihanmu dari dulu memang tidak bisa diragukan, Dew. Tinggal kita lihat rasa masakannya!" Ujar Alman saat mereka melangkah bersisian menuju ke dalam pondok utama, untuk memesan makanan.

"Terimakasih, Tuan Alman Barasta." Jawab Rere dengan mulut mengerucut.

"Jangan lakukan hal itu lagi padaku, atau kau akan bermasalah." Jawab Alman yang memandang bibir Rere dengan gemas.

Bukannya menurut, Rere lagi dan lagi melakukan hal yang sama, malahan sekarang dia lakukan tepat di depan muka Alman sambil melangkah.

Melihat peringatannya dianggap sepele oleh perempuan cantik itu, Alman hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Namun yang Rere tak sadari, genggaman tangan Alman yang tergenggam erat. Entah isyarat apa itu artinya.

"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu, Bu?"

"Saya mau mesan ayam bakar madu, minumnya es jeruk." Ujar Rere sambil tersenyum sumringah pada si Mbak receptionis.

"Bapak mau mesan apa?" Tanya si Mbak setelah selesai mencatat apa yang tadi Rere sebutkan.

"Mmm .... Masakan apa di sini yang menjadi favorit?"

"Ada ayam bakar, aneka ikan bakar, serta daging panggang."

"Semuanya, saya pesan semuanya yang menjadi favorit di sini. Kalau minumnya samakan saja dengan dia." Jawab Alman sambil memberikan isyarat ke arah Rere.

"Ya ampun ... perutmu awas meletus makan segitu banyak." Mendengar Alman memesan terlalu banyak masakan tadi.

Alman tak menjawab godaan Rere, pandangannya tajam menatap perempuan itu, pandangan mata yang sulit diartikan. Hingga membuat Rere tanpa sadar meneguk salivanya.

"Baik, pesanan akan segera kami antar, ini nomor pemesanannya."

Si Mbak mengulurkan sebuah kayu sebesar bola karambol bulat bertuliskan angka lima dengan warna hitam, yang diterima oleh Rere.

****

Rere segera menarik tangan Alman yang masih memandangnya dengan pandangan yang menurutnya sangat menakutkan.

"Mmm ... kau mulai berani memeluk lenganku, sebentar lagi kau akan mulai mencintaiku lebih dari cintamu ke Yunan." bisik Alman tepat di telinga hingga membuat Rere sedikit menggelinjang karena geli yang ditimbulkan oleh hembusan nafas Alman di telinganya.

Seketika itu juga Rere melepaskan dekapan tangannya, sambil terus melangkah, ia kembali mengerucutkan bibirnya.

"Dua kali, kau melanggar apa yang aku larang tadi." Ujar Alman pelan, namun masih cukup untuk di dengar oleh Rere yang satu langkah berada di depannya.

Rere memutar bola matanya, jengah dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Alman.

Tanpa persetujuan Alman. Rere masuk dan langsung duduk di gazebo yang sangat berdekatan dengan tempat bermain, banyak anak anak kecil yang hilir mudik. Rata rata  semua anak anak itu di dampingi oleh orang dewasa.

"Kenapa memilih di sini?" Tanya Alman yang menyusul duduk di sampingnya. Matanya juga ikut memperhatikan tingkah lucu bocah yang sedang bermain di depannya.

"Aku suka liat anak kecil, nggak papa kan aku milih di sini?" Jawab Rere sambil terus memperhatikan anak anak kecil yang sedang bermain.

"Kalau kau mau, kita bisa punya anak kecil sendiri, gimana?"

Tanpa sadar Rere kembali mengerucutkan bibirnya sambil terus memandang anak anak kecil itu hilir mudik.

Menyadari kelengahan Rere. Alman langsung melumat bibir perempuan cantik di sampingnya sekilas. Namun cukup membuat mata indah itu terbeliak sambil menatapnya tak percaya.

"Bibirmu manis," ucap Alman tanpa rasa bersalah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rose Dreamers
lanjoooot ....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status