Share

Diary 6

Seperti kata orang-orang, disaat mereka sudah menikah disaat itu pula sifat dan sikap pasangan yang tidak mereka tunjukkan saat masih berstatus pacaran, akan keluar sifat aslinya setelah menikah. Entah itu prilaku atau kebiasaan kecil lainnya yang saat ini Lisa tunjukkan. Tidak ada yang tahu seperti apa dirinya saat sedang tidur. Gaya tidurnya bahkan jauh dari kata elegan. Rambut sudah mekar seperti singa dengan mulut sedikit terbuka namun untungnya tidak ada air liur yang keluar. Ditambah saat ini dia sedang tidur di tempat tidur termahal dan terbaik membuat kesadarannya semakin jauh jatuh ke alam mimpi. Nikmat sekali tidurnya tuan putri ini.

Namun kenikmatannya tidak bertahan lama saat mendengar seorang pelayan mengetuk pintu.

"Nona, maaf kami membangunkan mu." pelayan itu masuk setelah mendengar jawaban dari Lisa.

Gadis itu terduduk masih dengan setengah sadar. Mengucek mata dan melihat dengan jelas ada empat pelayan yang masuk menghampiri nya.

"Ini sudah jam berapa? Apa Raffa sudah pulang?"  masih berusaha mengumpulkan kesadaran.

"Belum, Nona. Waktunya mandi, kami akan memandikan nona."

'apa? Mandi? Mereka akan memandikan ku?' 

Kesadarannya langsung pulih, dua pelayan sudah masuk ke dalam ruangan yang Lisa kira itu adalah kamar mandi. Dua pelayan lainnya masih berdiri di hadapan Lisa.

"Maaf, aku bisa mandi sendiri."

"Tidak, Nona. Kata Tuan kami harus melayani dan memandikan nona dengan baik dan bersih. Malam nanti adalah malam pertama untuk Nona dan Tuan. Kami akan melayani Nona sebaik mungkin."

Malam pertama? Tiba-tiba pikiran gadis itu mulai dipenuhi kembali oleh hal-hal kotor. Pipinya sudah kembali bersemu merah. Mereka membawa Lisa menuju kamar mandi, bathup sudah terisi air dengan penuh bunga dan aroma terapi. Mereka sudah mulai akan membuka baju Lisa namun ditahan.

"Aku tidak mau di mandikan, memang aku anak kecil? Aku bisa mandi sendiri."

"Tapi ini perintah Tuan, Nona."

'kenapa sih mereka? Apa tidak malu melihat wanita dewasa telanjang? Apa mereka sudah sering melakukannya? Hei, apa mereka juga memandikan Raffa seperti ini?' 

Pikiran anehnya jadi merambah kemana-mana. Tidak mungkin Raffa juga di mandikan oleh mereka. Satu laki-laki dewasa dan delapan wanita dewasa, apa yang akan mereka lakukan saat seperti itu? Bukankah itu bisa dikatakan juga seperti mandi bersama?

Lisa merinding tidak mau membayangkannya. Tanpa Lisa sadar, pelayan sudah membuka hampir setengah baju nya dan sedikit memperlihatkan buah dada nya.

"Aaaaa, jangan lakukan itu!" Lisa berteriak histeris, para pelayan langsung mundur.

"Sudah aku bilang, aku bisa sendiri. Bilang sana pada tuan mu, aku bukan anak kecil yang harus dimandikan. Kalau kalian tetap memaksa, aku tidak akan mandi." Lisa mundur sedikit menjauh.

Melihat para pelayan yang mulai panik, gadis itu mendesah. Lisa tahu pasti jika mereka tidak menuruti perintah Tuannya, mereka akan dipecat.

"Sudahlah, kalian jangan takut. Biar aku yang akan bicara baik-baik pada suamiku nanti."

'suami? Geli sekali' 

"Kalian tidak akan dipecat. Sekarang, bolehkah aku mandi dengan tenang?"

Akhirnya, semua pelayan meninggalkannya. Menutup pintu dan menguncinya, Lisa mulai menanggalkan semua pakaiannya. Sedari tadi gadis itu tidak berhenti mengagumi seisi kamar mandi, semua bernuansa putih dengan beberapa pohon hidup di sudut ruangan. Semua yang ada diruangan itu tidak ia dapati saat masih berada di kontrakannya.

"Wangi sekali airnya, bunga nya juga wangi." Lisa mulai menggosokkan bunga dan air sabun ke tubuhnya. "Kalau aku mandi seperti ini setiap hari, mungkin kulitku akan lebih putih dan halus. Bahkan mungkin akan melebihi putihnya tubuh seorang model."

Lisa tertawa sendiri membayangkannya. Sejenak gadis itu memikirkan kembali apa yang sudah terjadi seharian ini. Menemukan Diary, bertemu di sebuah cafe, dilamar dan menaiki kereta kencana. Seorang pangeran lalu mengucapkan janji suci pernikahan.

Oh astaga, Lisa seperti Cinderella dadakan. Sekarang dirinya sudah berada di istananya tengah mandi berhiaskan bunga-bunga.

Pangeran itu--Raffa, apakah dia benar-benar tulus menikahinya atau ada maksud lain? Saat ditanya kembali pun lelaki itu hanya menjawab karena Lisa mencintainya, bukan karena Raffa mencintainya.

Ah gadis itu masih penasaran, baginya ini adalah pernikahan teraneh. Lisa mencintainya? Ya, dulu hanya sebatas mengagumi dan rasa ke ingin tahuannya tentang sosok lelaki tampan di sekolah. Berangan-angan menikah seperti di negeri dongeng dan pangerannya pun hanya sebuah kehaluan Lisa jika itu adalah Raffa. Lisa tahu itu mustahil dan tidak berharap bahwa itu Raffa. 

Dan yang terjadi sekarang yang adalah saat ini pangerannya benar-benar Raffa--lelaki tampan disekolahnya dulu. Apakah itu hanya sebuah kebetulan atau kesengajaan? Lisa masih tidak mengerti dengan semua ini.

"Sudah berapa lama aku berendam di bathup super mewah ini?" Lisa segera beranjak dan meraih baju handuk yang menggantung di lemari pakaian mandi dan memakaikan handuk kecil di rambutnya yang basah.

Gadis itu melamun memikirkan kejadian yang tidak masuk akal sampai dirinya lupa waktu. Mencari pakaian ganti?

Ah sial, Lisa lupa dirinya hanya membawa seorang diri ke istana ini. Pakaian yang tadi sudah kotor mana mungkin Lisa akan memakainya lagi.

Celingak-celinguk keluar melihat keadaan, masih aman. Tidak ada siapa-siapa di kamar. Lisa perlahan membuka pintu kamar berharap ada pelayan yang melewati kamarnya, gadis itu ingin meminjam baju pelayan untuk dia pakai.

"Hei, mau kemana?"

Suara lelaki membuat langkah Lisa terhenti, saat pintu sudah terbuka. Gadis itu melihat ke arah sumber suara dan jeng, jeng, jeng. Matanya kembali melotot, melihat Raffa sedang duduk di sofa dekat jendela kamar. Lisa tidak menyadari sudah ada Raffa disana, dirinya yang sibuk sendiri membuatnya jadi tidak fokus. Lisa masih mematung di depan pintu. Perasaan canggung mulai menyelimuti ditambah dengan kondisi dirinya yang hanya memaki baju handuk.

"Kenapa berdiri disana? Mau kemana dengan berpakaian handuk seperti itu?" Raffa berdiri dan mulai mendekat.

'gawat, apakah dia akan membuka baju handuknya dan melakukan itu?' 

Pikiran Lisa lagi-lagi menjadi kotor. Kenapa gadis itu selalu memikirkan hal-hal kotor?

Raffa memperhatikan Lisa dari kepala sampai ujung kaki. Sedangkan yang ditatap hanya menunduk.

"Wah, apa jangan-jangan kau mau menggodaku?"

Dengan gerakan cepat, Lisa mengangkat wajahnya dan menyilangkan kedua tangan di dada.

"Tidak!"

Raffa menarik sudut bibir keatas. Membelai perlahan pipi Lisa lembut.

"Tentu saja kau boleh menggodaku, kau kan istriku sekarang dan ...." Raffa menjeda kalimatnya saat tatapan mereka bertemu. "... dan ini malam pertama kita. Kau sudah siap ternyata."

Lisa merasakan dadanya bergumuruh. Ada apa ini? Kenapa dia diam saja saat Raffa menyentuh pipinya? Apakah karena mereka sudah sah suami istri? Jadi Raffa boleh menyentuhnya? Merasa tidak ada sentuhan lagi dari suaminya, Lisa membuka mata dan melihat Raffa sudah melewatinya dan berada di ambang pintu.

"Mau kemana?" Lisa memukul mulutnya pelan, kenapa dia harus bertanya seperti itu? Seperti tidak ingin ditinggalkan saja.

Raffa tersenyum membuat Lisa merona. 

"Apa kau tidak lapar? Pakailah baju, pelayan sudah menyiapkannya di atas meja dekat tempat tidur."

Lisa melirik ke arah yang dituju dan benar saja sudah ada pakaian wanita disana. Kenapa dia tidak melihatnya tadi.

"Aku akan menunggumu di meja makan dan jangan lupa pakai minyak wangi."

Raffa menutup pintu perlahan, Lisa langsung meraup udara sebanyak-banyaknya melepas gugup dan debaran yang menggila. Cepat Lisa memakai baju itu dan...

"Bagus sekali baju nya." Lisa terpesona saat melihat dirinya dicermin memaki gaun super lembut dan pastinya mahal. 

Warna pink dengan pita kecil di dada bagian kiri membuat dirinya semakin imut. Pakaian dalam yang disediakan pun semuanya pas dipakai. Kenapa Raffa bisa tahu bahkan sampai daleman baju nya. Minyak wangi? Lisa tidak tahu harus memakai minyak wangi yang mana. Semua minyak wangi dimeja riasnya bermerk dan pasti dengan harga selangit. Raffa sudah menyiapkan semuanya.

Bodo lah, tidak mau pikir pusing. Lisa segera menuju ruang makan. Berjalan riang dengan baju baru dan pertama kalinya ia pakai. Pakaian yang dia punya hanya kaos lengan pendek dan beberapa celana jeans. Semua baju yang dia punya adalah barang hasil obralan. Seperti beli dua gratis satu, lumayan menghemat uang.

Raffa menunggu dengan memainkan ponsel, pelayan wanita sibuk menyiapkan makanan di meja. Lisa melihat berbagai macam lauk yang sudah terhidang di meja panjang itu. Kursinya ada sepuluh tapi yang dipakai hanya dua. Oleh Raffa dan Lisa.

Raffa menghentikan aktifitasnya saat Lisa sudah datang dan duduk di sampinya. Hendak pelayan wanita ingin menuangkan nasi ke piring Raffa, tangan lelaki itu terangkat.

"Sekarang, hanya istriku yang boleh melayaniku." Raffa menatap tajam Lisa. "Apa kau belum baca semua aturannya?"

Lisa langsung ingat, didalam perjanjian itu ada aturan yang mengharuskan istri untuk menemani suami di meja makan, bukan untuk melayani.

"Aku hanya boleh menemanimu di meja makan, kan? Bukan untuk melayani."

"Tapi sekarang aku ingin dilayani olehmu, istriku." Raffa tersenyum ceria.

'kenapa dia suka sekali tersenyum si' 

"Kau menikahiku hanya untuk menjadikanku pelayan?"

Laki-laki itu menggeleng. "Kau istriku, bukan pelayan. Apa salahnya jika suami meminta itu hanya pada istrinya? Salah?"

'tidak sih, tidak salah.' 

Lisa menghembuskan nafas pelan. Mengalah saja, dia memang benar. Istri turuti perintah suami. Lisa kemudian menuangkan satu sendok nasi kedalam piring Raffa.

"Lauknya Tuan ingin apa?" Lisa bertanya seolah dirinya adalah pelayan.

"Panggil aku suamimu."

"Hemm." Lisa sudah malas berdebat, ia ingin cepat-cepat makan semua makanan itu. 

"Apa saja yang kau tuangkan dalam piring. Aku akan memakannya."

Memutar bola mata malas, Lisa asal memasukan beberapa lauk di piring Raffa. Tanpa menolak, Raffa menerima apa yang dipilihkan sang istri untuknya dan memakan dengan lahap. Tidak ada yang berbicara selama acara makan berlangsung dan itu adalah tata tertib di rumah ini. Berbeda saat Lisa makan dengan berantakan di kontrakannya. Makan sambil berbicara tidak jelas di depan tv mini. Raffa benar-benar menghabiskannya, Lisa sedikit tidak enak hati sebab tadi dia memasukan lauk di piring Raffa tidaklah sedikit. Lisa hanya ingin mengerjainya sedikit, tapi sekarang malah dia yang merasa bersalah.

"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"

'ada, tapi jika aku menanyakannya lagi pasti kau akan menjawab yang sama' 

"Dirumah ini kau tinggal sendiri? Selain dengan para pelayan?"

"Hemm." Raffa menjawab dengan anggukan kecil dan memejamkan mata.

"Kenapa begitu ada banyak kamar kosong dilantai atas? Apa kau setiap harinya selalu berpindah blind ah kamar tidur?"

'atau kamar kosong itu untuk ke delapan pelayan cantik-cantik itu? Dan kau menghabiskan malam dengan mereka?' 

Raffa tergelak mendengar pertanyaan dari istrinya itu. "Kamar-kamar itu nanti untuk anak-anak kita kelak. Aku sudah menyiapkannya jauh hari."

Sekarang Lisa melotot lagi. 

'anak-anak kita?' 

"Kau ingin punya anak berapa? Lima? Sepuluh?"

'gila, aku bahkan belum memikirkannya' 

Merasa suasana sudah mulai berubah panas, Lisa berdehem menetralkan kondisi jantung. Enggan menjawab pertanyaan itu, Lisa berdiri dari duduk.

"A-aku ingin ke kamar." Lisa buru-buru pergi dari sana dan langkahnya terhenti saat Raffa memanggil.

"Kau tidak akan tersesat lagi?" terdengar suara Raffa menertawainya. Lisa semakin mempercepat langkah.

Ya ampuun, Lisa harus bagaimana menghadapi lelaki itu? Setiap dekat dengannya jantung gadis itu selalu berdetak cepat seperti kembang api. Padahal baru sehari mereka bertemu dan kenapa membuat Lisa menjadi selalu gugup dan salah tingkah. Gadis itu merebahkan diri di kasur dengan setengah badan dan kakinya menjuntai ke bawah. Masih tetap memakai gaun pink, karena tidak mau memaki baju tidur yang sudah entah sejak kapan ada didalam kamar mereka. Baju tidur tipis dengan kekurangan bahan. Darimana pelayan itu mendapatkan baju seperti ini, dan tidak salah lagi pasti ini perintah tuan muda nya. 

Biarlah dia tidur memakai gaun daripada harus memakai baju tidur sobek-sobek.

Suara pintu terbuka namun Lisa tidak menyadari, dirinya masih melamunkan hal-hal yang tidak berguna. Raffa memandang Lisa dengan tatapan lembut.

"Ekhem," gadis itu tersadar dan menoleh masih dengan posisi tidur setengah badan dengan posisi kaki menjuntai.

"Kau sampai tiduran seperti itu, sudah tidak sabar ingin melakukan malam pertama?"

Melihat dirinya masih setia dengan posisi seperti itu lantas menarik diri bangun dan duduk merapikan bajunya. 

"Kenapa tidak mengetuk dulu."

"Untuk apa? Ini juga kamarku dan hanya ada istriku di dalamnya." Raffa sudah duduk di samping Lisa. "Kenapa tidak memakai baju tidur itu, pasti terlihat seksi saat kau memakainya."

Mulai mengelus rambut Lisa lembut.

"Tidak, itu tidak cocok denganku."

"Cocok." Raffa mencium aroma rambut Lisa, membuat gadis itu merinding. "Apa kau mencintaiku?"

Lisa tidak menjawab.

"Apa kau ingin tahu isi hatiku?"

"Tidak." cepat Lisa menjawab.

'tidak, aku tidak ingin tahu seperti apa isi hatimu. Seperti apa perasaanmu padaku. Entah kenapa aku takut mendengar jawabanmu yang mungkin akan membuatku kecewa.' 

Lisa merasakan hembusan nafas suaminya itu di telinga nya. Lisa menutup pelan mata, entahlah kenapa dirinya hanya diam dan tidak menolak. Lisa mulai merasakan Raffa memeluk pelan dirinya.

'apakah dia akan melakukannya? Sekarang? Apa aku siap? Ya, aku siap. Aku siap' 

Lisa begitu percaya diri, pikiran kotor kembali memenuhi otaknya.

Namun, saat Raffa ingin meraba tengkuk leher gadis itu. Sebuah suara nyaring berbunyi dari ponsel Raffa. Lelaki itu menjauh untuk mengangkat telepon, sebentar dia melirik Lisa yang juga tengah melihatnya. 

"Kau, tidurlah jangan menungguku. Aku mungkin akan pulang sedikit lama."

"Kemana?" ya ampun, rasanya Lisa tidak mau menghentikan ini. Dan merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Aku ingin mengurus sesuatu dulu." Raffa pergi tanpa menunggu jawaban atau menatap Lisa.

'aku ditinggal di malam pertama? Suamiku pergi? Apakah mungkin menemui wanita lain?'

Lisa sudah mengkhayal kemana-mana seperti di sinetron dan drama-drama korea. Dan tanpa sadar sudah menyebut Raffa suami beberapa kali. Ya, sekarang dia memang suaminya. Walaupun belum tahu seperti apa perasaannya Raffa. Dia juga belum tahu perasaannya sendiri.

'sudahlah, mungkin dia memang ada urusan. Aku tidak mau berfikir negatif dulu.' 

Lisa tidur terlelap masih memakai gaun pink.

Acara malam pertama pun gagal, padahal gadis itu sudah sangat ingin melakukannya dan merasakannya. Bahkan sepanjang hari ini pun pikirannya selalu dipenuhi hal-hal kotor yang menjurus kesana. 

Wajar kan? Toh sudah menikah ini dan sudah sah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aie Moetz
entah knp gw suka baca cerita2 model bgini.. mungkin krna gw suka ngehalu jg kali yak..wkwkwkkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status