Share

Episode 4 - Apakah Ini Nyata?

Terkesima dengan nyata, ternyata dunia memang sesempit seperti kata pepatah di luar sana.

-Annandya Mahira Faiz-

____

“Abang.”  panggil Anna

“Hmm” jawab Akta sekenanya, karena dia masih sibuk dengan rutinitasnya untuk memantaskan penampilannya.

“Berangkat sekarang nyook, biar nanti salat di masjid kampusnya Abang aja. Aku nggak bawa mukena soalnya.”

Akta yang sedang berdandan hanya mengangguk meng – iyakan ajakan adiknya “iya dek, bentar tinggal pakai minyak wangi ini loh.”

“Cihh, lama banget si Abang.”

Selesai dengan urusan perdandanan Akta, akhirnya sepasang anak kembar ini berangkat ke tempat tujuan. Agenda awal sudah terlaksana sesuai rencana, sekarang Akta mengajak adiknya untuk berkeliling melihat area kampusnya sebelum acaranya dimulai.

Merasa asing dengan orang – orangnya, Anna lebih memilih diam dan berjalan sambil menggegam erat tangan kakaknya, ia enggan melepaskan. Akta mengajak adiknya berkeliling untuk melihat setiap sudut dari gedung fakultasnya. Mengenalkan beberapa ruangan yang biasa ia gunakan untuk belajar setiap harinya.

Anna yang sedikit penasaran dengan wujud fakultas kakaknya, mendengar dengan seksama penjelasan dari Akta. Terkadang, disela – sela penjelasan kakaknya, Anna berdecak kagum dengan wujud gedung bangunan yang menurutnya mewah dan sedikit esthetic itu. 

“Gede bang kampusnya, padahal cuma fakultas Abang kan ini?” tanya Anna.

“Ya gitu namanya juga gedung dek, kalau kecil mana bisa dimasukin hahaha” jawab Akta berniat mencandai adiknya.

“Garing banget sih bang, emang benar kok kampus aku aja nggak segede ini loh”

Akta yang mendengar pernyataan adiknya itu tersenyum simpul, Akta tidak membenarkan ataupun menyalahkan ucapan adiknya tersebut. Tapi masalah bangunan dijadikan olokan itu masalahnya. Apakah kemewahan dari bangunan universitas mampu mencerminkan sarana pembelajaran yang baik jika dilihat dari bentuk bangunannya saja?, tentu saja tidak. Meskipun universitas tempat Akta menempuh pendidikan merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia, namun baginya politeknik tempat adiknya kuliah juga salah satu kampus yang berkualitas dan menghasilkan lulusan yang berkompeten. Karena sistem pembelajaran yang diterapkan jarang diterapkan di universitas lain, termasuk di kampusnya sendiri. 

“Sama aja ahh, yang penting kan proses belajarnya bukan tempatnya kan hmm?” Anna hanya mengangguk saja merespon ucapan Abang.

“Udah ahh lanjut lagi ayoo” ajaknya.

Akta mengajak adiknya untuk melanjutkan tour kampusnya lagi, ketika sedang asik menjelaskan tidak sengaja mata Akta tertuju pada seseorang yang selama ini ingin ia tunjukkan pada adiknya.  Akta ingin sekali membuktikan bahwa apa yang dikatakan selama ini bukan hanya omong kosong belaka, “ehh  dek, itu dia orangnya” pekiknya spontan!.

“Siapa bang?“ tanyanya, Anna bertanya sambil menoleh kearah kanan dan kiri secara bergantian untuk mencari orang yang dimaksud Akta.

“Itu loh dek” sambil menunjuk satu arah. Namun nihil orang yang dimaksud sudah hilang tak berjejak, seperti angin yang berhembus di malam hari.

“Apanya sih bang, gaje banget sumpah.”

“Itu loh orang yang Abang maksud”

Mendengar jawaban si Abang mampu membuat jantung Anna berpacu dengan cepat. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya. Padahal hampir setiap hari Akta selalu mengatakan bahwa orang yang dikenalnya itu adalah orang yang sama dengan orang yang selama ini dia dambakan. Namun gelagar aneh seperti ini baru saja ia rasakan, apa mungkin rasa penasaran membuncah berkali lipat saat ini. Seakan mangsa ada didepan mata, namun nyatanya itu belum pasti sesuai dengan realitanya.

“Kenapa melamun hmm?.”

Anna menggelengkan kepalanya “nggak apa – apa kok bang”

“Dasar, nanti kesambet loh.”

Dilain tempat seseorang nampak gelisah, sedari tadi orang itu hanya mondar – mandir tidak jelas menghawatirkan seseorang yang ditunggunya, tidak akan datang. Dia mengumpat dan merutuki diri sendiri karena sudah terlajur menjanjikan pada teman yang lain jika seseorang itu akan datang “si Dio kemana sih? Katanya datang kenapa belum keliatan batang hidungnya” gumamnya. 

Sepertinya sang alam sedang bersahabat dengan pria jangkung tersebut, seolah mengerti dan memahami keadaannya, sang pencipta ternyata sedang berpihak padanya dan menjawab kekhawatirannya beberapa menit lalu. Orang yang ditunggunya tiba – tiba menampakan diri dihadapannya entah muncul dari arah mana. Peduli ubi, tentang kapan dan dari arah mana Dio tiba, yang terpenting baginya Dio datang adalah sebuah mukjizat nyata. 

“Alhamdulillah, lo datang Yo” pekiknya dengan girang.

“Kenapa sih lo Bin” tanyanya bingung.

“Gue senang lo datang”

“Kan gue udah janji, emangnya situ sukanya mblenjani (ingkar janji).”

Lelaki jangkung yang mengkhawatirkan ketidak hadiran Dio tak lain dan tak bukan adalah  Bintang Airlangga, teman sejawat Dio dari jaman batu. Bintang khawatir jika Dio tidak datang akan menyebabkan prahara besar. Karena dia yang sayang dengan dirinya sendiri, sebab dia takut akan dihujat oleh temannya yang lain karena Bintang sudah menjanjikan sesuatu tanpa sepengatahun Dio.

“Yo, Dio”

“Hmm”

“Emmbb anu itu, aduh gimana ya ngomongnya” Bintang sedikit terbata ketika ingin menyampaikan permintaannya, dia takut kalau Dio akan marah karena dia melakukan hal yang menyangkut Dio namun tanpa izinnya. Tapi jika tidak segera dibicarakan, dia bisa mati dibantai dengan anak – anak lainnya karena sudah terlanjur janji.

“Lo kenapa sih, tinggal ngomong aja susah.”

“Gini yo, kamu mau tampil nggak? Mau ya please!” mohonnya to the point.

“Haahhh apa lo bilang! tampil? Enak aja nggak ada angin nggak ada hujan, nggak ada kabar apapun tiba – tiba nyuruh orang tampil.” Dio terkejut dengan permintaan Bintang yang mendadak, tanpa ditanya lagi Dio pasti tersulut emosi karena kelakuan sang kawan. Bintang itu suka sekali menyangkutkan dirinya seenak jidat tanpa musyawarah dulu, seolah Dio mudah dimonopoli olehnya. Hal ini yang terkadang membuat Dio tak segan untuk memaki Bintang bahkan tega memukul sarkas jika sudah kelewatan, salah satu contohnya ya kejadian hari ini. Ingin rasanya Dio membogem temannya itu.

Bintang menggaruk tengkuknya bingung dengan tatapan Dio yang tak terbaca olehnya  “mau ya Yo, please?” mohonnya.

“Nggak!!”

“Ayolah Yo, gue udah terlanjur ngomong iya sama anak – anak kalau lo mau tampil”

“Nggak!, suruh siapa nggak ngomong dulu. Kalau ngomong dulu kan bisa gue pikirin. Kalau dadakan begini sih gue nggak mau. Mau tampil apa coba”  ucapnya  kesal.

“Ayoo dong Yo, mau ya? Kayak biasanya aja deh, anak – anak nggak nuntut yang  gimana – gimana kok. Yang penting lo tampil kata mereka gitu” mohon Bintang sungguh – sungguh dengan wajah melasnya

Dilubuk hati Dio merasa tidak tega dengan wajah melas Bintang, sehingga dengan legawa Dio mengiyakan ajakan Bintang untuk tampil. Sebenarnya Dio mau – mau saja untuk tampil jika Bintang dan temannya yang lain memintanya tampil, tapi ya dengan cara yang baik. Tidak seperti ini, kesannya Dio  menyuarakan suara merdu miliknya dengan cara paksa. 

Untung mereka tidak meminta yang aneh – aneh padanya, karena Dio mau tampil saja sudah anugerah bagi teman-temannya. Kadang Dio itu menolak ajakan temannya untuk tampil, makanya cara paksa seperti ini mejadi opsi terbaik. Memang Dio dengan suka rela mau tampil asal mood – nya dalam keadaan baik, namun jika tidak jangan harap Dio mau, mengindahkan saja dia enggan. 

“Oke gue mau tapi sama lo, gue gak mau kalau tampil sendiri”

“Siaapp komandan, nanti lo tampil pertama ya opening” ucapnya dengan senang.

“Sialan lo Bin, gue mau lo malah nglunjak. Kenapa harus diawal hmm?” ucapnya sedikit geram,sebelumnya amarah Dio sudah berkurang, namun sekarang memuncak kembali karena kelakuan Bintag, yang kurang berakhlaq.

“Nggak pertama banget kok, abis sambutan – sambutan dari para petinggi fakultas lo baru tampil, sekitar setengah jam setelah acara dimulai. Oke komandan?” jawab Bintang sambil mengacungkan jempolnya.

Orang yang diajak bicara hanya berdeham sebagai jawaban.

***

“Bang bosan ihh, gini aja acara nya pulang nyok” Anna yang mulai bosan mengajak kakaknya pulang. Dia berbicara tepat ditelinga kakaknya. Alih – alih dengan bisikan Anna  berbicara sedikit keras karena dentuman musik yang menggema lebih dominan dalam rungu ketimbang suara cempreng miliknya.

“Belum juga dimulai dek acaranya, sabar bentar lagi ya”  Akta mencoba untuk bernogoisasi dengan adiknya.

Saat ini Akta dan Anna berada di sisi pinggiran panggung tempat acara dilaksanakan. Mereka bergabung diantara teman Akta yang lainnya. Akta menimakmati musik yang dilantunkan itu dengan gerakan sederhana, entah itu menggoyangkan tangan serta tubuhnya ke kiri dan ke kanan sesuai irama musik yang menyala. Sesekali dia mengajak adiknya untuk bergabung bersamanya, namun Anna enggan untuk melakukannya. Sehingga Akta menggerakan tangan adiknya keatas seirama dengan gerakannya. Akta ingin Anna juga menikmati acara ini, seperti dia menikmatinya.

Tanpa sengaja saat Hendra ingin mencari temannya untuk diajak goyang bersama, dia malah melihat gadis yang di pakemkan sebagai belahan jiwanya. Namun untuk terwujudnya hal tersebur, terkesan mustahil. Karena benteng pertahanan gadis pujaannya sekeras dinding baja, yaitu Abyakta.

“Hallo cantik ketemu lagi kita” sapa Hendra.

 Anna terkejut dengan kedatangan Hendra yang tiba – tiba, sehingga dia hanya membalas dengan juntaian manis senyumnya untuk membalas sapaan Hendra. 

“Lo ngapain sih ndra gangguin adek gue mulu” kesal akta.

"Santai brother, gue cuma says hai aja buat si cantik, right?" ucapnya sambil memiringkan kepalannya untuk menengok Anna yang menyembunyikan diri dibalik bahu milik kakaknya,

Akta hanya mendengus kesal dengan kelakuan ajaib temannya. Hendra merasa menang karena Akta tidak berbicara lebih setelahnya, hal terpenting ialah Akta tidak menyuruhnya pergi seperti biasanya,  mungkin Akta lelah dengan kelakuannya pikir Hendra. Kemudian ia terkikik karena memikirkan hal tersebut.

Tiba waktunya acara akan dimulai, tuan rumah acara yaitu MC telah mengucapakn salam pembuka untuk memulai acara. Dibalik panggung, Dio dan Bintang tengah bersiap untuk penampilan pembuka. Suara sorakan para mahasiswa dan alumni yang datang sudah terdengar riuh didepan sana, seolah mereka memanggil sang super star untuk segera unjuk diri.

“Yo, Bin siap-siap ya udah mau mulai. Waktunya lima menit lagi” ujar salah satu panitia pada Dio dan Bintang memberitahu untuk bersiap – siap karena mereka akan segera tampil.

Setelah persiapan singkat nan sederhana beberapa saat lalu yang telah mereka lakukan. Sekarang waktunya Dio dan Bintang naik keatas panggung untuk segera tampil unjuk diri memamerkan pesona mereka.

“Selamat malam semuanya, siap dengan party malam ini?” ucap MC lantang dan di jawab sorak – sorai para hadirin yang datang.

“Sebagai pembukaan, kita akan disuguhkan penampilan spesial dari alumni  sekaligus mahasiswa terbaik dari fakultas teknik tercinta kita. Duet fenomenal kebanggaan kita semua. Tepuk tangan yang meriah untuk Dio dan Bintang” teriak sang MC.

Karena nama mereka sudah dipanggil Dio dan Bintang segera menaiki panggung. Dio duduk di kursi vokalis sedangkan Bintang duduk di kursi sebelahnya dengan   membawa gitar sebagai senjata pamungkasnya.

 “Kita nikmati penampilan mereka” teriak MC sambil berjalan menuruni panggung.

Akta yang melihatnya langsung menepuk bahu Anna yang berada disebelahnya. “itu dek orangnya.”  ucapnya sedikit berteriak dan tangan kanannya menunjuk kearah panggung.

“Mana bang?” tanyanya.

Akta menunjuk kembali kearah panggung tepat ke arah Dio untuk ditunjukkan pada adiknya. Akta yakin, jika Dio yang diatas panggung adalah Diofano Alghiffary yang sering diceritakan sang adik padanya selama ini. Karena nama mereka sama, selain itu banyak aspek yang menurut Akta menjurus ke Dio orang yang ia kenal selama ini.

“Ahhh mana mungkin.”  bantahnya.

“Dunia nggak sesempit itu bang” elaknya.

Suara mulai bergemuruh dari para penonton. Sorak – sorai terdengar begitu riuh saat Bintang memetik gitarnya. Saat sang vokalis mengeluarkan suaranya teriakan histeris makin bersuara, karena kekaguman mereka dengan suara milik Dio.

Seseorang yang jantungnya berdetak cepat tidak karuan sejak tadi dengan seksama melihat penampilan orang yang ada diatas panggung tersebut. Dia tidak tahu kenapa jantungnya seperti ini, berpacu begitu sungkan namun terasa mendebarkan karena rasa tak sabar. Ketika suara orang yang dipandangnya itu benar-benar berseru, Anna sontak terkejut dan menggumam “suara itu...”

*** 

Note :

Semoga suka!!

Love kamu – nawujung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status