Share

2. Nathan.

"Veera Zasvika Anthony!"

"Ah, iya Pak?"

"Kamu melamun lagi?" 

Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Veera kali ini kepergok sedang melamun sambil menatap kosong keluar jendela. Namun bukan Veera namanya kalau dia tidak bisa mengelak. 

"Tidak, hanya tidur sebentar," balasnya acuh. Veera berbicara tanpa menatap lawan bicaranya. Pikirannya benar-benar kacau. Padahal tadi pagi dia sudah merencanakan untuk membolos, tapi karena kedua oramg tuanya mengancam akan mengambil semua fasilitasnya Veera jadi mengurungkan niat buruknya itu.

Hanya dengan cara pergi ke kampus untuk menyelamatkan semua fasilitasnya, maka itu akan dilakukan. Tapi tidak menyelamatkan dia dari pria didepannya yang tengah menatapnya dengan ganas.

Tidak apa, itu bukanlah masalah yang terlalu serius baginya.

Sesaat Veera menatap Nathan sambil bergidik ngeri. Pria itu benar-benar mirip papanya saat sedang mengamuk. Sangat menakutkan.

"Terangkan semua yang sudah saya sampaikan!" perintah Nathan dengan suara keras. 

Veera maju menerangkan apa yang baru saja disampaikan Nathan kepada teman satu kelasnya dengan sangat-sangat detail. Dan sangat-sangat jelas. Tanpa membawa buku.

Dia tersenyum sinis kearah Nathan, karena mampu melaksanakan perintah dari Nathan dengan baik. Semua temannya menatap takjub kearah Veera. Namun ada juga yang menatap benci. Biasa, dibalik perempuan yang cantik dan pintar pasti ada saja manusia yang iri.

Di kampus Veera memang terkenal sebagai mahasiswi yang mempunyai otak jenius. Ah, dia beruntung, dengan begitu dia tidak harus malu karena sering meremehkan dan diremehkan Nathan.

"Sekali lagi kamu melamun, keluar dari kelas saya!" ucap Nathan memperingati dengan arogannya.

"Iya!"

Veera kembali duduk dikursinya. Namun belum sampai setengah jam Veera sudah melamun lagi, dia memikirkan nasehat orang tuanya kemarin, yang terus membujuknya semalam.

Mana bisa berdamai dengan orang sengak kayak dia.

Jujur, hal itu sangat mengganggu, sebenarnya dilubuk hatinya yang paling dalam dia ingin sekali untuk berdamai dengan pria yang saat ini tengah mengajar di depan kelas. Tapi karena egonya yang terlalu tinggi dia mengurungkan niatnya itu.

Malu

Gengsi.... 

BRAKKK...

Veera terlonjat kaget dari duduknya saat seseorang menggebrak mejanya dengan kasar. Dia menatap horor pria didepannya yang tengah mengamuk.

Lagi-lagi Bapak killer, hobi banget marah-marah. Bakal cepat kena stroke nih orang kayaknya!

Ya, dia Nathan, dari raut wajahnya jelas sekali dia tidak suka dengan situasi saat ini. Urat-uratnya bahkan terlihat jelas. Ughhh, menakutkan sekali.

"Keluar, saya tidak suka ada yang melamun disaat jam saya mengajar!" teriak Nathan tegas hingga menggema diruangan itu.

Veera meneguk air ludahnya dengan susah payah. Tubuhnya tegang, tapi egonya yang tinggi segera menguasainya.

Veera mendengus pasrah. Gagal sudah hati nuraninya untuk berdamai dengan Nathan. Mungkin pergi ke kantin akan menenangkan pikiranya yang sedang kacau saat ini.

***

Veera benar-benar dongkol. Sehabis perdebatan sengit antara dia dan Nathan tadi. Sesuai perintah Nathan dia langsung pergi dari tempat terkutuk itu dan melangkahkan kakinya menuju kantin.

Ditemani Kiki, satu-satunya sahabat yang akrab dengan Veera selain Sindy, kebetulan kelasnya sedang kosong. Mereka berbeda jurusan, Kiki mengambil jurusan IT, sedangkan Veera mengambil jurusan bisnis.

Sedari tadi tidak habis-habisnya dia menggerutu sebal mengingat kejadian sengit antar dirinya vs Nathan barusan.

Kiki hanya bisa menatap Veera heran sekaligus ngeri. Dari awal Veera bertemu dengan yang namanya Nathan sampai sekarang tidak henti-hentinya mereka saling mengibarkan bendera perang.

Sebenarnya ada apa yang terjadi diatara mereka berdua. Sungguh dari dulu Kiki ingin bertanya, tapi Veera tidak pernah mau bercerita kalau sudah menyangkut nama Nathan. Ya, Veera paling anti dengan yang namanya pria bernama Nathan itu.

Tapi Veera pernah berjanji kepada Kiki maupun Sindy suatu saat dia akan bercerita tetang semuanya saat dia siap. Beruntung Kiki tidak termasuk manusia yang 'kepo akut'. Dia selalu santai dan akan menjadi pendengar yang baik bagi Veera.

"Lo berani amat, sama Pak Nathan," celetuk lelaki yang bernama Kiki tersebut seraya menyeruput jus alpukat miliknya. Menatap Veera sekilas sambil tersenyum.

"Kenapa harus takut, kita sebagai mahasiswa jangan mau diinjak-injak dosen," jawab Veera lantas menggebrak meja dengan aura hitamnya. Hampir saja Kiki tersedak karena kaget. 

"Diinjak-injak gimana, bukanya lo yang malah ngelunjak?"

"Ya pokoknya gitu." 

"Lo gak takut kalau dikeluarin? Woi, dia itu pemilik kampus," tegur Kiki mencoba menasehati sahabatnya itu. Bagaimanapun Veera sudah sangat keterlaluan. Berani-beraninya perempuan itu mengibarkan bendera perang.

"Lo ngapain sok belain dia, mules gue," omel Veera sebal, "gue malah senang kalau bisa keluar dari sini secepatnya." 

Kiki menggeleng-geleng kepala tanda tidak setuju dengan ide bodoh Veera. Lain pula dengan Veera yang tersenyum bagai mendapat pencerahan. Seperti di dalam buku komik Veera bagaikan tokoh devil yang sedang tertawa jahat dengan dikelilingi api disekujur tubuhnya.

"Trus ngapain lo kuliah disini kalau nggak ada niat?" kali ini Kiki mulai kesal dengan tingkah sahabatnya itu yang mulai nglantur.

"Yang maksa gue kuliah disinikan ortu gue, Ki," keluh Veera. "Gue sering bikin onar disini tuh biar gue dikeluarin. Eh, malah dipertahanin gini," jawab Veera lesu. Dia menopang kepalanya di atas meja sambil mengingat sudah berapa banyak masalah yang dia perbuat, namun apa hasilnya? Dia tetap ditahan di Universitas Andalas yang megah ini.

"Salah lo juga sih, jadi orang terlalu pinter. Kan sayang kalau dikeluarin," komentar Kiki sambil terkekeh, dia tak sadar kalau komentarnya barusan membuat Veera melirik tidak suka padanya karena secara tidak langsung kepintaran otaknya adalah petaka. "lagipula selain lo pinter, otak lo juga agak rada sadeng, Veer. Gue baru denger sekarang kalau ada murid yang berharap dikeluarin dari universitas favorit, padahal diluar sana banyak yang ngarep dapat masuk kesini. Hadeh temen gue kayaknya udah capek jadi orang waras, nih," tawa Kiki menggelegar.

"Arghhh... apa lo bilang. Lo para pendukung Nathan memang menyebalkan semua, ya. Gue dikatain pe'ak lagi!" pekik Veera tidak terima lalu menyeruput jusnya hingga habis.

"Loh, lo kan yang nularin pe'ak ke gue. Lagian sesama pe'ak jangan ngehina dong, Sayang!" sambut Kiki sambil menoel-noel dagu Veera genit.

"Kiki... lo ganjen amat, sih! Jangan pegang-pegang gue, jijik gue sama kelakuan lo. Lo kemasukan setan dari mana, sih!" dengan panik Veera mengusap wajahnya kasar, berharap setan-setan yang merasuki Kiki tidak tertular padanya.

"Dari sabang sampai merauke, Veer. Hahaha."

"Awas, lo!"

Dengan sebal Veera melahap bakso yang menancap di sendok garpunya secara bulat-bulat. Lalu perempuan itu menusukkan lagi garpunya ke bakso yang lebih besar. Dalam hitungan ketiga bakso yang malang itu sudah terbang melesat menyerempet rambut jabrik halus bersinar, Kiki.

"Arghhh, rambut gue bau BAKSOOO..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status