Share

3. Maaf.

Sudah seminggu ini Veera tidak mengikuti kelas Nathan. Perempuan itu masih kesal dengan dosennya itu. Perlakuan yang dia dapat beberapa waktu lalu dari Nathan sangatlah melukai hatiknya.

Berani-beraninya dia ngusir gue. Batin Veera menggeram kesal.

Veera menupang dagunya di atas meja dengan malas. Kantin sepi. Dia menunggu Sindy yang belum juga datang. Sedari tadi, tidak henti-hentinya dia menggerutu.

Apa mungkin kelasnya belum bubar. Veera mengerutu kesal. Hampir satu jam lebih dia berada disini, dan hampir seminggu dia seperti ini. Bolos ke kantin atau kalau tidak dia pergi ke kafe yang dekat dengan area kampus.

Veera membenarkan posisi duduknya ketika seseorang menepuk pundaknya pelan. Pasti Sindy, pikirnya girang.

"Lo, lama banget sih, Sin!"

"Veera, aku mau minta maaf." 

Veera melotot horor saat mengetahui seseorang yang datang ternyata bukanlah Sindy sahabatnya, melainkan Nathan yang sama sekali tidak ingin dia temui. Alias manusia yang menjadi alasannya melakukan aksi membolos disini.

Namun, ada sedikit rasa iba ketika melihat dosen menyebalkan itu. Pria didepannya ini terlihat tidak terawat. Wajahnya yang selalu menunjukkan aura wibawa kini terlihat kusam dan layu.

Mata setajam elang yang selalu memancarkan wibawa kini mulai meredup. Rambutnya acak-acakkan dan agak mulai panjang, padahal Nathan adalah tipe pria yang rapi. Rahang kokohnya mulai ditumbuhi bulu halus. Dia melewatkan untuk bercukur.

Apa yang terjadi pada manusia purba ini? 

Baru satu minggu Veera tidak bertemu dengan dosen itu. Tapi sepertinya Nathan terlihat tidak baik.

Kualat gak lo, hahaha.... tawa jahat Veera dalam hati.

Veera berdehem.

"Maaf Pak, bisakah anda pergi dari sini! Saya ingin sendiri," ucap Veera mengusir Nathan tanpa menatap kearah lawan bicaranya.

"Ra, please. Kita butuh bicara serius." Nathan tanpak memohon dengan wajah melasnya yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Veera. Bahkan pria itu memegang kedua pundak Veera dengan menampilkan mimik putus asa.

Veera menepisnya kasar, "Baiklah biar saya saja yang pergi." Veera beranjak pergi meninggalkan Nathan yang tengah berharap dengan kebingungan. Pria itu sama sekali belum bergerak untuk mencegah kepergian Veera.

Nathan diam membisu. Matanya menyiratkan rasa lelah. Namun pria itu masih bisa mengikuti kata hatinya, Nathan mengikuti langkah Veera dibelakang.

"Berhentilah mengikutiku!" ucapnya memandang sengit Nathan. Pria itu menghentikan langkahnya. Veera menatapnya tajam sekaligus memperingati.

"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh mengikutimu. Aku dosenmu, aku juga suamimu, dan yang paling penting kamu harus bersikap sopan padaku, Ra!"

"Stopppp, Nathan! Jangan lupa aku seperti ini juga karena ulahmu. Kamu merenggut semuanya dariku. Aku membencimu, karena aku kecewa padamu, brengsek! Dan satu lagi, kalau sampai rahasia kita bocor, aku akan semakin membencimu, Nathan!" Veera mengacungkan jari telujuknya pada Nathan. Matanya menatap tajam memperingati. 

"Tidak bisakah kamu melihat hal lain, selain keburukanku, Veera?"

"Ngelihat kamu aja aku udah males banget!" jawab Veera logat non formalnya. Tutur kata yang sering ia gunakan di luar kampus.

"Apa ini karena aku sering memarahimu kemarin," Nathan menatap Veera yang memalingkan muka, berati benar. "Baiklah aku tidak akan memarahimu lagi. Tapi kamu jangan lagi membolos," seru Nathan memperingati.

"Oke dengan satu syarat."

"Apa?" Nathan tersenyum senang, dia berpikir telah berhasil dia membujuk Veera. Ya, walaupun dengan satu syarat. Setidaknya dia bisa melakukan sesuatu untuk Veeranya.

Tapi, kira-kira syarat apa yang akan diajukan Veera.

"Mengundurkan diri dari sini, lalu pergi dari negara ini dan jangan pernah mengangguku lagi!" desisnya tajam lalu langsung pergi.

"Veera!" geram Nathan, tidak bisa dipungkiri dia sendiri ikut naik pitam. Susah sekali perempuan ini diatur. 

***

Hari ini ada yang berbeda.

Mungkin kalian akan tahu kalau dari tadi Nathan tersenyum sendiri seperti orang gila saja. Padahal baru kemarin dia hidup putus asa, bagai tidak ada yang menarik di dunia ini selain membuat Veera kembali ke kelas.

Veera yang menolak setiap kehadiran Nathan, membenci Nathan, dan menganggap Nathan sebagai parasit.

Tapi nyatanya hari ini.

Syukurlah. 

Ya, hari ini, Veera tengah duduk manis di kursinya dan tengah sibuk dengan earphone yang tengah menancap di kedua telinganya. Dan tangan lentiknya tengah sibuk memainkan ponsel miliknya.

Selalu saja bermain dengan ponselnya, bahkan ia lebih tertarik dengan benda kecil itu daripada aku. Batin Nathan menatap Veera dalam diam.

Walaupun kelas sudah bubar dari tadi, tapi Nathan tahu kalu Veera dari tadi tidak menyimak apa yang sudah Nathan sampaikan di depan.

Nathan juga hafal kebiasaan-kebiasaan buruk Veera, diam-diam Nathan sering memperhatikannya. Saat yang lain mendengarkan Nathan, Veera selalu saja acuh, saat Veera marah, dan menantang Nathan secara terang-terangan. Nathan sebenarnya menikmati setiap momen itu.

Dan beberapa hari ini Nathan dibuat kalang kabut oleh Veera, hanya karena ia membolos dimata kuliah Nathan.

Kenapa Nathan sampai kalang kabut? Tentu saja, satu hari tanpa melihat Veera adalah suatu bencana bagi Nathan. Nathan seperti orang gila yang kehilangan akal sehat, karena dia akan terus berpikir bagaimana merubah sifat Veera yang kelewat batas.

Dan Nathan tidak ingin kehilangannya lagi. Kali ini dia tidak ambil pusing, Nathan tidak ingin kejadian beberapa minggu lalu terulang kembali. Lagipula Veera cukup jenius untuk mendengarkan materi yang sulit itu.

Lima menit sudah Nathan menatap Veera. Nathan tersenyum senang saat Veera tidak kunjung pergi dari sana, dengan begitu Nathan bisa memandangnya dengan puas.

Dan aku baru sadar, menguntit seseorang itu menyenangkan. Guman Nathan.

"Veera!" panggil Nathan tanpa sadar. Sial, kenapa mulutku tidak bisa diajak kompromi. Bisa-bisa dia akan pergi saat tahu kelas sudah bubar dari tadi.

"Ya, Pak?!" jawab Veera spontan. Dia menegakkan tubuhnya.

Veera terlihat celigukan ketika menatap seisi kelas sepi, perempuan itu baru sadar cuma ada dia dan Nathan di dalam kelas ini.

Dan sekarang Veera dengan cepat berapikan buku-bukunya dan bersiap akan keluar. Tapi Nathan lebih dahulu mencekal pergelangan tangan Veera.

"Mau kemana?" Veera meringis kesakitan saat Nathan mencekalnya terlalu kuat.

"Pulanglah, kamu pikir ngapain aku mau lama-lama ada disini!" jawab Veera kasar seraya mencoba melepaskan cekalan dari Nathan.

Nathan sama sekali tidak marah. Padahal biasanya pria itu akan menatap tajam Veera karena dia tidak pernah suka sifat Veera yang tidak bisa menghormati Nathan sebagai dosen maupun suaminya.

Kali ini Nathan abaikan.

Nathan menatap Veera intens. "Kenapa, kenapa terburu-buru, hmmm?" bisik Nathan.

Nathan dapat merasakan deru nafas Veera yang memburu dijarak mereka yang terbilang cukup dekat itu. Bahkan tanpa sengaja hidung Nathan bergesek pelan dengan hidung Veera ketika Nathan semakin mempersempit jarak diantara mereka.

"Nathan, i-ini kampus," cicit Veera gagap. Kali ini tidak dengan jawaban beraninya. Veera ketakutan, "tolong menjauh atau aku bakal teriak!" pekik Veera ketakutan. Nathan tersenyum sinis.

Mana Veeraku yang pemberani.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status