"Nathan, i-ini kampus," seru Veera setengah menahan ketakutannya.
Nathan menatap tajam pada Veera dengan penuh nafsu. Entah sejak kapan Nathan sudah mengurung Veera dengan kedua tangannya, hingga Veera tidak bisa berkutik. "Tolong menjauh atau aku bakalan teriak!"
"Biarkan saja, ini kampusku, Sayang. Apa kamu lupa, hm?" bisik Nathan tepat ditelinga Veera. Nafas hangat pria itu menjalar disekitar lehernya. Memberikan sensasi yang sangat berbahaya.
Veera bergidik ngeri merasakan sengatan listrik disekujur tubuhnya. Tidak terasa air matanya menetes. Perempuan itu begitu ketakutan sekarang. Nathan sekarang adalah pria yang berbeda, dia tidak mengenal Nathan yang sekarang. Pria itu berbahaya.
"Nathan, please jangan lakuin ini lagi!" pinta Veera memohon supaya dilepaskan. Veera benar-benar ketakutan, kejadian beberapa tahun lalu terulang kembali. Banyangan ketakutannya dulu masih terekam jelas diingatannya. Dia benar-bena
Sebelum memasuki mobil, Nathan lebih dulu mengirimkan pesan kepada Veera lewat Whatshapp. Pria itu berharap Veera segera membalas pesannya walau itu sangat mustahil.Tapi mencoba berharap kepada keberuntungan tidak ada salahnyakan.Andai Veera sudi membaca pesannya saja sudah membuatnya senang.Nathan menjalankan mobilnya pelan sambil mengamati pinggir jalan raya, berharap menemukan Veera. Tujuannya kampus. Menurut instingnya Veera berada disana.Nathan terus menyusuri jalan raya yang mulai ditetesi air hujan. Walau hujan tidak begitu deras, tapi itu sangat mengganggu penglihatannya dikarenakan para pejalan kaki di pinggir jalan raya tidak ada yang lewat satupun, semua orang lebih memilih beredup di tempat yang teduh daripada kehujanan.Jadi jalanan sepi, kemungkinan untuk menemukan Veera adalah mustahil.Drttt...Drttt...Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan, dia menatap ponselnya sebentar. It
Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa saat ini sudah sore menjelang malam, ditambah jalanan tengah sepi dan tidak ada satupun manusia disini. Mungkin mereka lebih memilih berdiam dirumahnya bersama keluarga ditengah cuaca yang buruk.Veera melangkahkan kakinya dengan cepat, sambil berusaha mengatur nafasnya yang memburu. Dia masih mencerna kejadian barusan. Nathan, apa yang barusan pria itu lakukan?Apa dia mau gertak gue, karena selama ini gue udah keterlaluan banget. Semoga enggak, dih amit-amit, pikiran Veera mulai berkecamuk.Dengan tergesa-gesa perempuan itu melangkah cepat menuju ke halte terdekat.Hari ini Veera tidak membawa mobilnya, dan dia bepikir akan pulang bareng Sindy, tapi Sindy menyuruhnya untuk menunggu di Halte, katanya pacarnya yang akan menjemput mereka berdua.Sialnya tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Veera menatap kelangit. Mendung, dan terdengar petir.P
Nathan menatap Veera dengan gemas, dia sendiri tidak tahu untuk membuka topik obrolan yang menyenangkan dengan Veera yang super kaku. Ini sangat terasa canggung. Dan Veera terlalu membentengi dirinya sendiri hingga tidak tersentuh.Acuhnya sungguh keterlaluan."Sudah lupakan saja." Nathan memilih mengabaikan ucapannya tadi, daripada ngelantur kemana-mana. Jadi awkward sendiri.Entah sadar atau tidak Veera menoleh ke jendela mobil sambil terseyum kecil melihat tingkah aneh Nathan yang terus menggerutu. Menurutnya, suaminya saat ini terlihat lucu. Dan sebenarnya Veera paham situasi begini.Tidak lama kemudian, mobil Nathan memasuki perkarangan rumah mewah milik orang tua Veera.Di depan pintu raksasa tengah berdiri sosok bocah kecil berusia sekitar dua tahun yang memerhatikan kendaraan mereka. Bocah itu dengan antusias sambil berteriak girang dan melompat-lompat."Ho
"Eh, Veer, tolong nanti lo anter tugas ini ke ruangannya Pak Nathan, ya. Plisss!"Veera menatap malas pada Liam. Cowok berparas tinggi yang tengah berdiri di depannya tersenyuman aneh, juga tak lupamembawa tumpukan buku.Liam menaikkan alisnya tinggi ketika Veera tidak kunjung memberikan respon.Ditatapnya mata hitam Liam dengan lirikan tajam, “Kok gue sih, yang lainnyakan pada nganggur," Veera melirik penghuni kelas kanan kirinya. Dimana banyak mahasiswa sibuk mengobrol tak jelas. Seharusnya Liam peka dengan maksud Veera yang menolak untuk membantu Liam. Tapi dari raut muka lemotnya membuat Veera paham kalau Liam tidak mungkin peka. “Suruh yang lain aja deh!”Veera hendak berlalu, tapi Liam masih menghadang langkahnya. Cowok itu tersenyum menatap Veera penuh arti, "disini yang paling baikkan, lo."Bukanya senang, tapi Veera hanya memasang muka datar mendengar pujian yang Veera tahu ada maksud terte
"Veera Zasvika Anthony!"Veera mendengar suara yang memanggil namanya dengan tegas namun tersirat akan emosi yang terpendam. Nathan. Pria itu tengah berdiri menatapnya dengan pandangan sulit diartikan. Hal biasa yang Veera lakukan adalah memilih mengabaikan tatapan mata itu.Nathan masih berdiri dengan kedua tangan yang menumpu pada mejanya. Nathan memakai kemeja bewarna biru dongker, dengan bagian lengan yang digulung sampai kesiku. Nathan terlihat benar-benar menarik."Saya perlu bicara dengan kamu, nanti temui saya diruangan saya!" perintah Nathan tegas dan formal. Beberapa murid yang berada kelas ikut menoleh menatap Nathan, lalu melempar pandangannya pada Veera.Veera merespon dengan anggukan kecil. Sebenarnya ia memikirkan cara untuk menghindari Nathan, dan alasan yang paling tepat untuk membatalkan janji temunya dengan Nathan nanti.Nathan balas mengangguk puas. Ia melempar pandangan pa
Pukul 13.00Veera melangkah lesu masuk kedalam rumah. Ia menatap heran sekelilingnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Biasanya Rayan yang paling heboh, menyambutnya dengan sangat antusias. Kali ini Cuma ada mamanya yang sibuk membolak-balik majalah.“Rayan kemana, Ma?”Veera menghempaskan tubuhnya di sofa kulit bewarna hitam yang berada ruang tamu tersebut. Ia juga menaruh tasnya sembarang di atas meja, dan dia sukses mendapat pelototan gratis dari mamanya.Sepulang kuliah tubuhnya benar-benar lelah. Akhir-akhir ini ia sering pulang siang. Biasanya malah sore sampe malam, dan dengan terpasa ia akan menerima tawaran dari Nathan yang kukuh ingin mengantarnya pulang apabila dia tidak membawa kendaraan pribadi. Hal itu bermula sejak Veera dan Nathan terlibat kasus terkunci didalam gedung universitas. Untung waktu itu mereka bisa keluar dengan selamat.“Kamu lupa, hari ini Rayan menginap kerumah m
“Sin, gue mau curhat nih!”“Soal?”“Gimana caranya jatuh cinta sama cowok yang kita benci?”“Sorry?”“Iya, gue kudu jatuh cinta sama cowok yang gue benci.”Sangking kagetnya, Sindy terlalu keras menyobek bungkus snack kripik pedas berukuran jumbo yang baru ia beli. Semua isinya berhamburan ke lantai. Hanya tersisa sedikit remahan-remahan di ujung bungkusnya dan beberapa berceceran diatas meja.Untungnya kantin sedang sepi, jadi tidak begitu memalukan. Walau Sindy memang tidak punya malu.Seorang ibu yang bertugas mengepel lantai dan ibu kantin yang sedang asyik ngerumpi bersama seketika menoleh. Ibu kantin menatap Sindy dengan pandangan datar seolah berkata, “Ealah, mubadzir dek, sini beli lagi!”. Sedangkan ibu yang sedang memegang gagang pel terlihat berkacak pinggang dengan mata melotot, “Bajingan, gue udah
3 Tahun yang laluVeera berdiri didepan pintu bewarna coklat karamel dengan pelitur mengilat. Ia menatap sebal pintu yang masih tertutup itu. Terkunci. Disana sudah hampir setengah jam lamanya ia berdiri sendiri. Dirumah mewah yang katanya—sebenarnya milik kakaknya Yuda.“Yuda kemana sih, di telpon ponselnya gak aktif. Udah rumah gede, tapi sepi kayak kuburan. Emang berapa sih nyewa jasa asisten rumah tangga, security, atau tukang penjaga pintu sekalian biar gue bisa masuk. Kalau tau kayak gini mending gue gak nyamperin Yuda kesini. Banyak nyamuk lagi!” gerutu Veera.Yuda adalah teman yang bertransformasi sebagai kekasihnya. Sudah hampir tujuh bulan mereka berpacaran. Yuda merantau menuntut ilmu di SMA yang sama dengan Veera. Yuda salah satu murid mampu, bisa dibilang keluarganya terpandang, tapi ia tidak tinggal di apartemen mewah karena orang tuanya menyuruh untuk tinggal bersama kakak kandungnya yang bernama Nathan. Dengan al