Share

Chapter 3

Naya mengangguk mengerti saat mendengarkan penjelasan dari Raga. Seperti yang sudah disepakati, setelah makan siang Raga akan menjelaskan secara detail tentang humas perusahaan. Naya yang memang berminat tampak menyimak dengan seksama, sesekali dia juga bertanya jika ada sesuatu yang mengganjal di otaknya.

"Jadi kamu suka ngedit, Nay?" tanya Raga mematikan proyektor setelah mempresentasikan materi pada Naya.

"Iya, Mas. Masih belum pro banget sih, tapi bisa lah kalo sambil liat tutorial."

Raga mengangguk, "Itu Jedi juga jago ngeditnya. Kalo mau belajar, tanya-tanya aja langsung sama dia."

"Pasti, Mas. Mumpung bisa belajar gratis." Naya tertawa.

Mereka hanya berdua di ruangan rapat ini, sebenarnya ada Arman tadi. Namun, dia keluar terlebih dulu untuk menemui Rezal, manager humas.

Membicarakan manager, Naya kembali teringat dengan pria yang menyapanya tadi saat makan siang. Rezal terlihat biasa saja saat melihatnya, tapi kalimat yang dia lontarkan seolah menunjukkan akan ada sesuatu yang besar menanti Naya nanti.

"Mas?" panggil Naya hati-hati pada Raga. "Tadi yang di ruangan santai beneran manager humas?"

"Iya, namanya Pak Rezal."

"Tau kok, Mas. Dulu pernah ketemu di restoran. Aku nggak sengaja mecahin banyak piring di sana."

Raga tertawa, "Pantes Pak Rezal tadi bilang gitu."

"Pak Rezal nggak mungkin balas dendam kan, Mas? Aku masih sehari di sini tapi kok udah takut."

Raga membereskan kertasnya dan mulai berdiri, "Nggak tau juga ya, Nay. Pak Rezal orangnya serius, nggak pernah main-main sama ucapannya."

Naya ikut berdiri dengan resah, "Jangan nakutin dong, Mas."

"Aku nggak nakutin, Nay. Mending kamu hati-hati sama Pak Rezal." Raga tertawa karena berhasil membuat Naya takut. Yang dia ucapkan adalah kebohongan. Lagi pula untuk apa Bosnya mengerjai Naya yang hanya anak magang?

"Ganteng-ganteng kok nyeremin," celetuk Naya pelan.

"Jangan sampe Pak Rezal denger lo, Nay."

"Ya kalo gitu Mas Raga jangan bilang. Aku beneran takut sama dia."

Lagi-lagi Raga terkekeh dan berlalu keluar ruangan, "Nggak janji ya, Nay. Ini mulut kalo nggak ditutup sama pizza ya nggak bisa jaga rahasia."

***

Naya memeluk tas laptopnya erat saat angin dingin mulai menerpa tubuhnya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore dan seharusnya dia sudah dalam perjalanan pulang sekarang. Namun yang ada, dia harus terjebak di lobi kantor karena hujan yang turun dengan deras. Dia tidak bisa menerobos hujan karena laptop yang dia bawa, selain itu dia juga tidak membawa jas hujan.

"Belum pulang?" tanya seseorang yang membuat Naya berbalik.

Rezal berdiri di belakang Naya dengan tas di tangannya. Pria itu masih terlihat tampan dan segar di jam rawan seperti ini. Naya hanya bisa mengulum bibirnya pelan. Dadanya bergemuruh, lagi-lagi antara terpesona dan takut. Takut dalam artian rasa sungkan dengan apa yang pernah terjadi pada mereka dulu di restoran.

"Belum, Pak. Nunggu ujannya reda."

Rezal berjalan mendekat dan berdiri di samping Naya. Matanya melihat ke langit dengan tatapan menerawang.

"Hujannya bakal lama." Rezal berbalik menatap Naya, "Mau saya antar?"

Naya dengan cepat menggeleng, hal itu membuat Rezal menaikkan alisnya bingung. Sedetik kemudian dia menyadari apa yang terjadi pada Naya. Dia teringat dengan ucapan Raga yang mengatakan jika mahasiswa magang itu takut padanya.

"Kenapa nggak mau?" tanya Rezal menatap manik mata Naya.

"Saya bawa motor, Pak." Naya menjawab pelan, seolah terhipnotis dengan wajah tampan Rezal yang menatapnya lekat.

"Kan bisa ditinggal."

Naya menggeleng dan mengalihkan pandangannya dari wajah Rezal. "Nggak usah, Pak. Saya nunggu ujannya reda aja."

"Nggak bawa jas hujan?" tanya Rezal lagi. Bukannya apa, tapi dia tidak tega melihat wajah naya yang memelas.

"Enggak, Pak."

Rezal mengangguk dan mulai memanggil satpam, "Kamu tunggu di sini dulu."

Setelah itu Rezal pergi ke tempat parkir dengan payung yang dia pinjam dari satpam. Dia membuka mobilnya dan mengambil jas hujan yang selalu tersedia. Tak lupa dia juga mengambil payung untuk dirinya sendiri. Naya menatap Rezal dengan dahi berkerut. Tak lama pria itu kembali dengan kantong di tangannya.

"Ini, pake dulu jas hujan saya."

Mata Naya membulat mendengar itu. Dia semakin ragu dengan ucapan Fira dan Raga yang mengatakan jika Rezal akan mempersulit kegiatan magangnya. Nyatanya pria itu malah membantunya.

"Ini nggak Bapak pake?" tanya Naya menerima jas hujan itu.

"Ngapain saya pake jas hujan di mobil?"

Tersadar akan sesuatu, Naya menggaruk lehernya pelan. Dia tersenyum konyol pada Rezal.

"Yakin, nggak mau dianter?"

Naya dengan mantap mengangguk. Dia mulai membuka jas hujan milik Rezal dan memakainya. Rezal masih berada di hadapan Naya dan menatap gadis itu lekat.

"Kalau gitu saya pulang dulu," ucap Rezal saat Naya sudah memakai jas hujannya dengan sempurna.

"Makasih ya, Pak. Besok jas hujannya saya balikin."

Rezal mengangguk dan berbalik pergi. Naya melihat punggung lebar itu dengan bibir yang berkedut. Entah ke mana rasa takut yang menyerangnya tadi siang. Saat ini Rezal terlihat berbeda dan tampak berwibawa. Membuat Naya mau tidak mau mulai terpesona.

Padahal cuma dipinjemin jas ujan, tapi kok bapernya beneran.

***

Rezal mengusap telinganya yang terasa panas karena omelan Ibunya. Lagi-lagi wanita yang dia sayangi itu membahas tentang kenyamanannya akan melajang. Bukannya tidak ingin menikah tapi Rezal masih belum menemukan yang cocok, itu saja.

"Masa ya, Pa. Sama Wulan nggak mau, sama Rana nggak mau, sama adiknya Rana juga nggak mau. Anakmu ini lo, Pa. Mama sampe bingung."

"Ya udah lah, Ma. Nanti juga Rezal bawa calonnya sendiri kalau udah waktunya."

"Mau sampe kapan, Pa? Mama udah pingin cucu!"

Rezal mendengkus dan melirik Ibunya kesal. Wanita itu membicarakannya seperti tidak ada dirinya di tempat ini.

"Kan udah ada Dita, Ma." Rezal mengambil lalapan sayur dan memakannya kesal.

"Cucu dari kamu kan belum, Zal." Fadil—kakak Rezal—ikut memperkeruh suasana.

"Diem lo!" Rezal menatap kakaknya tajam. Sedangkan Fadil hanya tertawa dan mencium pipi anaknya yang berada di pangkuannya.

"Mau dikenalin sama temen Mbak nggak, Zal?" tawar Safiya, kakak iparnya.

"Nggak usah ikut-ikutan deh, Mbak."

Ibu Rezal memukul lengan anaknya keras, "Lihat anakmu, Pa! Masa dia beneran suka sama Joko. Nggak rela Mama."

"Apaan sih, Ma. Jangan bahas ini lagi. Ayo makan." Rezal mengambilkan nasi untuk Ibunya sebagai pengalihan agar tidak membicarakan masalah yang sama.

Malam ini keluarga Mahesa sedang berada di restoran milik keluarga. Kebiasaan yang masih terus berlangsung hingga sekarang. Setidaknya seminggu sekali mereka harus menyempatkan diri untuk berkumpul dan saling bertukar cerita.

"Ini minumnya, Pak." Rezal mengangguk dan menerima minuman dari Nara.

Rezal menatap Nara dan berdehem. "Pacar kamu masih kuliah ya, Ra?" tanya Rezal membuat Nara mengurungkan niatnya untuk pergi.

"Pacar?"

"Kanaya, yang dulu buat kamu mecahin 7 piring sama 3 gelas?"

Nara meringis, "Kok diingetin sih, Pak." Dia merasa sungkan dengan orang tua Rezal di hadapannya. "Bapak kenal Naya?" tanya Nara bingung.

Rezal mengangguk dan mengelap bibirnya dengan tisu, "Dia magang di tempat saya."

"Serius?" tanya Nara terkejut. "Pak, tolong Bapak sabar ya sama Naya. Kelakuannya emang rada-rada tapi dia pinter kok, bisa diandelin."

"Saya belum liat kepintarannya, baru satu hari soalnya. Lagian kamu kok ngatain pacar kamu sendiri?"

Nara tertawa, "Naya itu sepupu saya, Pak. Masa Pak Rezal nggak peka, nama kita aja hampir mirip."

"Ya mana saya tau, emang sejak kapan sepupuan harus punya nama mirip?"

Nara meringis mendengar itu, "Iya, iya, Pak. Saya salah." Tangan Nara terulur untuk mengambil piring kosong yang kotor. "Kalau gitu saya lanjut kerja ya, Pak."

Rezal mengangguk dan kembali menikmati makanannya. Tanpa dia sadari jika Ibunya tengah mencuri dengar percakapannya dengan Nara sedari tadi.

"Jadi, gimana Zal?" tanya Ibunya dengan alis yang naik-turun.

"Gimana apanya?" tanya Rezal bingung.

"Naya si anak magang. Cantik, nggak?"

Rezal mengurungkan niatnya untuk makan dan menatap Ibunya tidak percaya. Kenapa jadi Naya? Rezal lebih yakin jika jodohnya masih disayang oleh orang lain dari pada gadis ingusan yang baru lahir seperti Naya. 

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
salah tempat nih kayaknya rezal
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
cerita nya seru suka deh utng msh gratis nih blm pakai koin hehe
goodnovel comment avatar
Kikiw
emaknya gabisa diem tu kuping 🤣🤣
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status