Share

CHAPTER 5 : KEHIDUPAN BARU

Nafasku tak beraturan, kepalaku terasa pening seolah batu besar baru saja menghantamku. Belum lagi perutku yang terasa seperti ditekan keras, aku dapat merasakan seluruh tubuhku melemas tepat setelah kedua orang yang tak lain adalah ibu serta kakak sulungku menghilang di balik pintu.

*BRUUKK*

Tubuhku segera merosot kehilangan tenaga, untungnya pria di sampingku ini segera menahan tubuh serta kepalaku agar tidak menghantam dinding. Aku menatap iris obsidiannya yang tampak tenang setelah melakukan akting yang cukup panjang tadi. Sebastian membawaku dalam gendongannya dan meletakkanku di atas sofa. Pria pirang itu melepaskan sepatu botsku menyisakan paha putih jenjangku yang segera ditutupinya dengan sebuah selimut cadangan baru di lemari belakang sekat tempatku membuat minum tadi.

Aku hanya bisa memperhatikan gerak-gerik pria yang saat ini menjadi suamiku. Ia berjalan menuju salah satu lemari kemudian mengambil sebuah botol obat, tak lupa segelas air putih hangat. Entah karena ia seorang psikolog sehingga ia sangat tenang menghadapi kondisiku yang tiba-tiba saja berubah seperti ini.

“Minum ini dulu, Nona.”

Masih dengan senyum andalannya Sebastian menyodorkan sebutir obat. Sementara aku hanya menatapnya sejenak baru memutuskan untuk meminum benda bulat putih kecil itu dengan bantuan tangannya yang sigap menopang tubuhku, selanjutnya kedua mataku memilih terpejam sejenak berharap gemetar ini menghilang.

Beberapa menit berlalu, tubuhku terasa lebih baik. Sehingga kedua manik hazelku kembali menampakkan rupanya, dan pria itu masih di sana ia bahkan tersenyum dan membantuku duduk. Bahkan kini ia telah berpindah posisi  di belakang tubuhku, menjadikan posisi kami menjadi semakin dekat.

“Bukankah tadi kau bilang ada rapat?” tanyaku masih dengan nada sedikit lemas, Sebastian mengangguk masih mengulas senyum jenakanya.

“Aku sudah bilang pada Zenna jika ada hal yang darurat.”

Alisku terlipat, barulah beberapa saat aku dapat merasakan pipiku kembali memanas. Bukan hanya hanya karena kata-kata dan perlakuan Sebastian barusan, namun adegan ciuman panas kami tadi tiba-tiba saja yang melintas.

Beberapa menit sebelum kedatangan Johanna dan Emilia

“Apa kau sudah siap berperan sebagai seorang Istri, Nona?” pertanyaan Sebastian tiba-tiba dan tingkah anehnya yang semakin gencar menggeser tubuhnya mendekat. Dapat kurasakan debaran jantung yang menggebu-gebu, dan pastinya itu adalah milikku, bukan jantung iblis di hadapanku.

Pria itu meletakkan anak rambut mahoni ku di belakang telinga, kini aku dapat merasakan hembusan hangat nafasnya di dekat telingaku, “Saya hanya melakukan apa yang ada dalam kontrak kita,”

“Babak pertama, permainan Nona dimulai dari sekarang.”

Tepat setelah ucapannya, pria di hadapanku ini secara lancang menubrukan benda kenyal miliknya pada bibir tipisku.

Otakku sepertinya berhenti berjalan, pikiranku kosong bahkan saat benda itu kian memagut dan melahap bibir merah mudaku. Namun tubuhku masih saja membeku, otakku baru mendapatkan kesadarannya setelah mendengar ketukkan pintu dan suara langkah kaki mendekat. Tanpa berpikir panjang aku menutup mata dan mengalungkan tanganku di lehernya. Dapat kurasakan pria ini tersenyum karena diriku yang mulai bergabung dalam permainannya. Bibir kami saling mengecap rasa satu sama lain bahkan aku yakin suara decakan kami mengisi ruang kerja Sebastian.

Merasa tak ada respon pergerakan langkah sosok yang baru saja memasuki ruangan, akhirnya aku memutuskan membuka kembali kedua mataku dan mulai menjalankan peranku. Memasang ekspresi terkejut karena keberadaan ketiga wanita di hadapanku, lalu menahan ciuman pria pirang ini dengan menjauhkan wajah sehingga pagutan kami pun terlepas.

“Apa kau ingin pulang ke rumah sekarang atau haruskah aku membawamu ke ruang perawatan?”

“Nona ....”

“Raeliana ...”

Suara husky itu menyadarkanku kembali dari lamunan mesum sesaatku, lagi-lagi aku berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk menenangkan diri. Aku menggeleng menjawab pertanyaan Sebastian dan berusaha duduk dengan bersandar pada sofa.

“Aku akan pulang saja,” putusku. Pria itu hanya mengangguk sembari melepas jas putih miliknya dan berjalan mengambil mantel hitam yang tersampir di kursi kerjanya, dan beralih mengambil kunci mobil di atas meja.

“Aku akan pulang sendiri naik taksi, kau kan harus bekerja,” selorohku cepat diiringi dengan gelengan cepat. Tak ingin membuang waktu langsung saja tanganku mencari keberadaan tas Fendi milikku, namun tanganku terhenti saat sebuah tangan besar hangat seseorang menyodorkannya.

“Anda baru saja selesai mengalami serangan panik, apa benar anda baik-baik saja sendirian?” Sebastian bertanya tanpa ada ulasan senyum di paras tampannya. Sehingga membuatku terdiam sejenak karena merasakan sirat khawatir dalam suara huskynya. 

Sebenarnya aku pun sedikit tidak rela karena merasakan perasaan hangat yang menimbulkan sensasi bahagia ini. Tapilagi-lagi aku masih cukup tau diri. Aku tak akan mau membuat pria ini kesusahan. Sehingga aku hanya tersenyum dan mengangguk mengambil ponsel lalu mengecek kartu apartemen kami.

Namun pria pirang ini justru mengambil tanganku dan menggenggamnya, lalu membawaku mendekat. Tangannya melingkari bahu mungilku, sepertinya Sebastian berusaha memapah tubuhku karena tau jika diriku masih merasa lemas.

“Aku adalah Suamimu, Nona. Dan saat ini anda adalah prioritas saya. Mana ada seorang suami yang tega membiarkan Istrinya yang sakit, seolah berada di ujung tanduk hidupnya. Pulang menaiki taksi sendirian,” tuturnya seakan pria berdarah iblis ini tengah mengomel padaku.

Jadi akhirnya kami berjalan keluar dari kantornya. Dan lagi-lagi, punggung terasa panas karena merasakan puluhan mata yang memperhatikan adegan lovey-dovey kami. Ia sempat berhenti di satu ruangan. Kepalanya menyembul dan celingukan tanganya melambai pada salah satu perawat⸺Zeena namanya

“Istriku sakit, penyakitnya kambuh saya tidak akan ada di rumah sakit hari ini. Jika ada apa-apa beritahukan saja pada Gerald, okay?” Wanita perawat itu mengangguk dan tersenyum ramah pada kami berdua.

“Dan jangan berpikir aneh-aneh,” lanjut Sebastian sedikit berteriak sebelum kami berbelok dan memasuki lift membuatku menatapnya menaikkan sebelah alisku meminta penjelasan maksud ucapannya yang terakhir.

“Ah, kau tidak ingat tadi di ruangan kita terpergok melakukan apa?”

Aku menahan nafasku sesaat dan wajahku terasa sangat panas ....

Lagi.Reflek saja aku menginjak kakinya, sialnya justru membuatku hampir terjatuh karena iblis sialan ini menghindar. Pria itu terkekeh pelan dan akhirnya karena tak ingin tampak semakin konyol, aku memilih mendiamkannya dengan raut merah padam.

"Manis sekali," bisiknya tepat sebelum kami melangkah keluar lift.

****

         London, Inggris adalah salah satu kota yang penuh dengan suasana unik bagi orang-orang karena jalanan serta bangunan-bangunan yang beberapa masih mempertahankan gaya arsitektur khas kalian tau, Inggris.

Kali ini aku dan si pria iblis di sampingku tengah meluncur di atas jalanan kota yang cukup ramai ditemani alunan musik jazz.

“Apa yang kau inginkan untuk makan siang, Nona?” Sebastian bertanya sesekali melirikku dari sudut matanya karena tangannya sibuk memegang setir. Aku melihat jam di ponselku. Dan ternyata sekarang telah menunjukkan pukul 1 siang.

Bukannya menjawab, aku justru sibuk memperhatikan sekitar jalanan hingga sebuah keinginanku untuk menjajal dapur  mewah Sebastian kembali muncul. Aku berdehem sebentar dan melirik-lirik pria itu sebentar membuatnya jadi melihatku dengan pandangan aneh.

“Bagaimana jika aku memasak? Apa boleh aku meminjam dapurmu?” tanyaku pelan, entah mengapa si pirang ini justru tertawa keras. Padahal tidak ada yang lucu dari pertanyaanku.

‘Astaga, sepertinya memang ada yang aneh pada kejiwaan Iblis ini.’

“Tentu saja, jangan bertanya hal seperti itu, Nona. Karena sekarang kita adalah sepasang Suami Istri. Jadi, milikku juga milikmu,” jelasnya setelah tawa renyahnya reda.

Dasar iblis, mulutnya terlalu manis dan senang sekali menggoda, “Jadi, apa anda perlu berbelanja ke supermarket?”

Aku mengangguk senang tanpa sadar dan terdiam saat ia tertawa lagi karena melihat tingkahku yang tampaknya kelewat bersemangat, sehingga aku segera terdiam. Keheningan kembali menyelimuti mobil Bugatti mewah ini. Hanya ada alunan  musik jazz yang mengalun, sehingga membuatku kembali melempar pandangan keluar.

“Sebastian?” panggilku, tapi hanya dijawab dengan deheman beratnya.

Aku menggigit bibir bawahku saat keinginanku mengucapkan kalimat yang terlintas di otakku saat ini, sehingga Sebastian alisnya melipat tak mengerti, “Panggil saja Rael, orang orang akan curiga jika kau te-tap berbicara formal pada Istrimu.”

“La-lagipula tidak ada S-Suami yang memanggil  Istrinya dengan sebutan nona,” imbuhku terbata.

Sebastian tersenyum dan mengangguk, aku memperhatikan pria itu kesal karena menyadari Iblis di sampingku tengah berusaha keras menahan diri untuk tidak tertawa.

         Sebuah bangunan besar bertuliskan Waiirose & Partners di papan seberang jalan. Mobil Bugatti ini pun sudah terparkir apik di halaman salah satu supermarket yang terkenal di London dan terletak di Wharf Road, King Cross. Iris hazel ku menatap binar begitu memasuki daerah perbelanjaan dan mengambil sebuah troli yang langsung diambil alih oleh Sebastian. Cukup lama bagi kami untuk memilih dan mengambil keperluan apartemen dan dapur.

Kami benar-benar tampak sepeti sepasang Suami Istri karena kami kerap bertengkar kecil atau bertanya satu sama lain mengenai keperluan yang akan kami beli. Bahkan saat kami memilih sayur seorang Nenek tersenyum pada kami dan menepuk pundakku saat Sebastian tengah pergi mengambil sekotak roti.

“Suamimu tampan sekali,” begitu bisiknya sebelum akhirnya tersenyum dan berjalan pergi. Meninggalkanku yang tersipu karena ucapannya. 

‘Aish, Nenek itu ...!’

Mengantri bersama, memilih bahan makanan, bahkan ia mendapatkanku beberapa pasang piyama. Entah benar atau tidak, namun aku benar-benar merasa kami seperti seorang pasangan suami dan istri. Bibirku bahkan tersenyum tanpa sadar kala tangannya merangkul bahuku, berusaha tetap menjagaku agar tidak terdesak. Sesekali ia akan menanyakan apakah diriku baik-baik saja dengan keramaian.

Kemudian satu pemikiran kembali singgah dan membuatku tersipu,  'Jadi seperti ini ya kehidupan baru yang akan kujalani mulai saat ini.’

Komen (2)
goodnovel comment avatar
edmapa Michael
kehidupan yang baru kembali bernuansa
goodnovel comment avatar
Sun Sine
uwwu bgt,romantis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status