Share

One Day In Your Life
One Day In Your Life
Penulis: Red Maira

Prolog; Hanya Engkau

Dari seluruh semesta,

Hanya Engkau saja yang kupilih.

Apakah Engkau akan membiarkanku

duduk bersedih?

Hatiku bagaikan pena,

dalam genggaman tanganmu.

Engkaulah sebab gembira,

atau sedihku.

Kecuali yang Engkau kehendaki,

apakah yang kumiliki?

Kecuali yang Engkau perlihatkan,

apakah yang kulihat?

Engkaulah yang menumbuhkanku,

ketika aku sebatang duri;

ketika aku sebatang mawar;

ketika aku seharum mawar;

ketika duri-duriku dicabut.

Jika Engkau tetapkan aku demikian,

maka demikianlah aku.

Jika Engkau kehendaki aku seperti ini,

maka seperti inilah aku.

Di dalam wahana,

tempat Engkau mewarnai jiwaku.

siapakah aku?

apakah yang aku sukai?

apakah yang aku benci?

Engkaulah yang awal, dan kiranya,

Engkau akan menjadi yang akhir.

Jadikanlah akhirku lebih baik dari awalku.

Ketika Engkau tersembunyi,

aku seorang yang kufur.

Ketika Engkau tampak,

aku seorang yang beriman.

Tak ada sesuatupun yang kumiliki,

kecuali yang Engkau anugerahkan.

Apakah yang Engkau cari,

dari hati dan wadahku?

-Jalaludin Rumi, "Hanya Engkau"-

***

Kutulis kisah ini untuk keabadianku.

***

Kisah ini terinsipirasi dari kisah Anne Frank. Oh Anne, terima kasih Anne, untuk kisahmu yang luar biasa.

***

Senja bertangkai sunyi. Di bawah langit kota Amonmakh, sinar kemerahan cakrawala menyiram daratan, membuat tanah-tanah yang dari awal telah gersang, tampak makin gersang dan pecah-pecah. Angin berdesir dari gurun pasir Dasht-e Gul, menerbangkan debu-debu, menghalau pandangan mata dan membuatnya menjadi terasa perih. Pedas. Pohon-pohon Mesquite dan pinus yang tak berdaun berdiri berserakan di seluruh kota, tegar di hadapan iklim yang kering. Sementara perlahan-lahan, seiring dengan tergelincirnya matahari, harum aroma anggur menyeruak dari rumah-rumah balok lempung yang berbaris di perbukitan cokelat.

Tak jauh dari barisan bukit cokelat, di sini, di pinggir aliran sungai Semantik, seorang laki-laki dan perempuan melangkahkan kaki menuju Temple of The Prophet, sebuah bangunan tinggi berkubah dengan dua sayap yang menjorok maju dan tiga serambi tangga rumah. Barisan menara berjumlah genap memanjang di samping kanan dan kirinya, seperti mendirikan pagar. Sebuah minaret jam berdiri tak jauh dari Kuil, menyendiri di dekat bukit cadas, seakan memantau semua situasi, bagai mercusuar di pinggir pantai. Latar belakang dari Kuil itu adalah pegunungan Trias Mountain dengan puncak tertingginya yang berdiri ribuan meter dari atas permukaan laut. Segumpal salju tertiup angin pada puncaknya, kontras dengan kehidupan gurun nan berdebu dibawahnya.

Sang laki-laki berjalan beriringan dengan sang perempuan. Sang laki-laki memakai toga, sebuah kain panjang berwarna krem yang dililitkan ke tubuh dan dikenakan di atas tunik dengan warna yang sama. Sedangkan sang perempuan memakai toga panjang dan kerudung atau selendang longgar yang disampirkan di atas kepalanya, juga berwarna krem. Sekawanan burung tonggaret melintas di atas mereka ketika mereka tengah berjalan, seakan memberi isyarat menyambut.

Gerbang Temple of The Prophet mendecitkan suara nyaring ketika laki-laki itu mulai menarik gagangnya ke belakang, menandakan bahwa gerbang besi berulir dan berukir tanda agama Noktah itu sudah karatan dan selayaknya mendapatkan perhatian lebih. Namun selayaknya Kota Kuno, tidak ada yang tampak baru disini. Segala sesuatu sengaja dibiarkan tua dan tampak dituakan supaya terkesan lebih tinggi nilai historisnya, dan tentu saja, supaya lebih klasik sisi seninya.

Menerobos himpunan semak-semak alder, bunga-bunga liar milkweed yang tumbuh bersilangan dengan bunga-bunga margot dan akasia, serta menyibakkan sulur-sulur anggur yang melilit di batang-batang pohon poplar dan cypress yang menghalangi perjalanan mereka, sang laki-laki dan sang perempuan akhirnya sampai di sebuah telaga di belakang Kuil. Keduanya sama-sama membasuh muka dengan air telaga tersebut. Telaga air mata namanya.

"Sham shalaim Isaac la Ann!" sahut seorang Shalaim, pemuka agama Noktah, yang telah menunggu mereka di pinggir telaga. Sebut saja Shalaim Henokh. Ia duduk di atas batu hitam sembari mengelus-elus janggut putih panjangnya yang terus berkibar diembus angin. Sang laki-laki dan sang perempuan itu langsung berjalan menghampiri pria sepuh tersebut. Keduanya mencium tangan Shalaim Henokh yang kurus dan keriput, seperti mencium ranting pohon.

"Kaif kan zeizst, Isaac?" tanya Shalaim Henokh dalam bahasa Khorm, setelah basa-basi kehormatan usai. Artinya, "Apa kabar, Isaac, selama ini?"

"Zie, Shalaim, ay kaylost," jawab laki-laki yang dipanggil Isaac tersebut, juga dalam bahasa Khorm. Artinya, "Ya, Shalaim, aku baik-baik saja."

"La Zey?" Dan bagaimana denganmu? Isaac balik bertanya.

"Ya, aku pun baik-baik saja, anak muda," jawab Shalaim Henokh. "La Ann?" Dan Ann? Shalaim Henokh memandang perempuan yang disapa Ann itu. Matanya yang sudah sedikit rabun tidak menghalanginya untuk memberikan tatapan yang hangat. Justru Annastasia yang disapa, malah tersenyum canggung, malu-malu.

"Ya, Shalaim," jawab Ann dengan suara yang nyaris tak terdengar. Kemudian, seperti kebanyakan perempuan Noktah pada umumnya, Ann lebih banyak tertunduk dan berhati-hati sekali dalam menjaga kesopanannya, terutama di hadapan seorang pemuka agama. Terutama lagi, di area Kuil Suci ini.

Kuil Suci atau biasa disebut juga sebagai "Temple of The Prophet", adalah sebuah bangunan suci kiblat kaum Noktarian, mereka yang khusus memeluk agama Noktah. Di dunia Sajada, dunia kompleks di mana huru-hara terjadi hampir setiap hari; orang-orang terbunuh, orang-orang dibunuh, bom di sana sini, perampokan, pemerkosaan, mutilasi, perang hingga genosida yang berujung pembakaran massal,  orang-orang mulai tak percaya bahwa Tuhan itu ada, dan juga banyak orang yang akhirnya terpaksa menjadi hamba Tuhan palsu, The Holy Lord King Nathaniel Rotsfeller dari Negeri Meyhem, maka menganut sebuah agama adalah nyaris seperti anomali. Dan Noktah adalah satu dari dua agama yang ada di Dunia Sajada. Lebih tepatnya, satu dari dua agama yang tersisa. Isaac dan Ann, sebagai penganut setia agama tersebut, memutuskan untuk berziarah, menyebrang jauh dari negerinya di North Bank sana, menuju Negeri Menokrakh yang kuno dan gersang.

"Aku senang kalian berdua datang kemari," puji Shalaim Henokh, meskipun ia tak tahu bahwa motivasi sebenarnya Isaac dan Ann kemari bukanlah untuk sekadar beribadah, melainkan untuk meminta petunjuk dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebelum mereka memutuskan untuk bercerai.

Seorang Shalaim pernah bercerita bahwa kalau kamu ingin memastikan apakah seseorang itu jodohmu atau bukan. Maka, datanglah ke Temple of The Prophet ini dan pejamkan matamu. Berdoalah dengan segala isi hatimu. Utarakan segala kegelisahanmu dan menangislah sebanyak air matamu dapat keluar. Lalu, lihatlah siapa yang kamu lihat saat kamu membuka mata. Jika kamu melihat malaikat. Maka itulah jodohmu. Itulah cinta sejatimu. Dan itulah mengapa Isaac dan Ann kemari, untuk memastikan kembali jodoh mereka. Karena, ya, karena mencintai seseorang adalah bagai melihat wajah malaikat.

"Kami pergi dulu ya, Shalaim," tukas Isaac setelah berbasa-basi mengobrol membicarakan tentang perang antara Raja Nathaniel dengan para kaum Noktarian yang tak kunjung usai. Shalaim Henokh mengangguk. Sambil terus mengurut janggut panjangnya, ia berdoa, menyampaikan seribu satu kata-kata harapan,

"Semoga perang segera berakhir. Semoga dunia akan segera membaik dan semoga kita dapat beribadah dengan tenang, tanpa rasa takut lagi. O Mestre, Sabmne ora lucionis. Oh Tuhan, Selamatkanlah kami dari jeratan iblis."

Akhirnya Isaac dan Ann pamit undur diri meninggalkan Shalaim Henokh. Mereka menuju serambi barat, tempat air mancur mengalir. Isaac berbelok ke kanan dan Ann berbelok ke kiri. Tanpa suara, tanpa keromantisan layaknya suami istri, mereka berpisah begitu saja dan duduk berdoa masing-masing di atas sebuah batu.

Ann berdoa, "Ya Tuhan, Yang Maha Cinta Dan Maha Pemberi Cinta. Jika pernikahan ini begitu berarti. Jika aku dan Abang memang telah Engkau takdirkan bersama, maka tunjukanlah jalannya. Tunjukanlah bukti bahwa Abang memang jodohku sesungguhnya. Tunjukanlah supaya aku dapat melihatnya."

Isaac pun ikut menguntai doa, "Ya Tuhan, Yang Maha Cinta Dan Maha Pemberi Cinta. Apa itu jodoh? Apa itu cinta sejati? Apakah benar bahwa Annastasia adalah jodoh yang Engkau kirim padaku? Kalau benar begitu, izinkan aku melihat tanda jodoh itu. Izinkan aku mengetahuinya. Izinkan aku walau hanya sekali dalam seumur hidupku."

Di langit, kepakan camar terbang melintasi senja, dan lantunan violin berayun terdengar dari dalam Temple of Prophet, menyanyikan kidung suci Tuhan, Sang Maha Cinta.

Ahvir kharim thsam khayarim*

Matahari terbenam,langit merah muda,

Dereravkh o rhanim

Harum pinus di udara,

Nisha bharua kharbaim

Menyeruak sampai samudera,

Inkh kho bha’a mhonim

Berayun bersama angin senja.

Isaac dan Ann sama-sama masih memejamkan mata, menghayati alunan violin itu seakan telah menyatu dengan hati dan jiwa keduanya.

Uv tar dhamat e ikhnaba evet

Adalah kita, orang-orang yang sembahyang

Suyhk a bakha lohma

Mencari perlindungan kepada Tuhan

Khair ser badhat u sevet

Kita menabur cinta dan kasih sayang

U e limha khoma

Di lembah kedamaian

Nun tak jauh dari gerbang Temple of Prophet, anak-anak berlarian mengejar layang-layang. Bersorak-sorak merayakan malam yang sebentar lagi akan tiba. Tubuh mereka menjadi siluet.

“Sham shalaim,” shel zhagaf

“Salam,” aku ucapkan pada takdir cintaku

Bishel ne kho shel bhiselor

Siapakah engkau oh gadis di jiwaku?

Alolekh kho shiraikh

Aku tidak mampu melihat wajahmu

Akhni khinor

Aku tidak mampu mendengar suaramu

Isaac selesai berdoa dan Ann selesai berdoa. Keduanya saling membuka mata.

Khazar nkhoel bkhurut khamaim

Jika engkau tahu kekuranganku,

Lasutkh belakhtiva

Masihkah kau mencintaiku?

Skhofar kore bera harabim

Jika takdir mempertautkan kita,

Bair a akhtiva?

Akankah engkau mengingkarinya?

Dan siapakah yang Ann dan Isaac lihat? Seorang malaikat atau seorang manusia penuh kekurangan? Seorang anak-anak yang berlarian mengejar layang-layang di pematang senja atau camar yang melintas di angkasa? Apakah perang, atau kisah cinta dua insan ini yang akan berakhir duluan?

Pada suatu hari di hidupmu, kamu akan mengetahuinya.



*Judul lagu, “Sham Shalaim,”

dilagukan dalam bahasa Khorm,.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Alifah Fitry
uwaaa.......
goodnovel comment avatar
Red Maira
Makasih kaa, terharuuu
goodnovel comment avatar
Nameera
aaaa baguuuusss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status