Share

Second Destiny (Indonesia)
Second Destiny (Indonesia)
Penulis: Renko

Bab 1: Pelanggan Tetap

Embusan angin mengayunkan rambut sebahu seorang wanita di Union Street. Waktu seakan-akan terjeda, mempersilakan Hunter untuk menikmati parfum beraroma manisnya karamel dan hangatnya sebuah pertemuan.

Inilah yang dilakukan Savana di tengah kota yang penuh dengan kesibukan, menuntun seorang wanita renta hingga mencapai seberang jalan. Dari pemandangan itu awal permulaan Hunter terpesona dengan sosok Savana.

"Terima kasih banyak," ucap sang nenek.

"Bukan apa-apa. Sampai jumpa lagi besok," ucap Savana, menundukkan kepala seraya tersenyum sebelum beranjak pergi.

Jantung Hunter masih berdegup kencang, semakin menggila ketika melihat bagaimana cara Savana tersenyum. Memang wanita idaman dan tipenya; cantik, tulus, dan pekerja keras.

Kenapa dia bisa tahu kalau Savana pekerja keras? Karena wanita itu adalah salah satu pelanggan tetap di tempat dia bekerja paruh waktu. Ada saatnya Savana merasa kacau di depan laptop, ada pula saatnya melangkah terburu-buru seolah tidak ada jeda di dalam hidup untuk beristirahat.

Mirisnya dari semua itu, Hunter hanya mengamati dan menilai dari sudut pandangnya. Dia tidak pernah mencoba melakukan pendekatan atau semacamnya, karena dia cukup pengecut sebagai seorang pria yang ingin mengetahui lebih banyak tentang sang pujaan hati.

"Hunter, cepat ganti seragammu. Kafe kedatangan tamu istimewa hari ini dan membuat pelanggan melonjak naik," ucap salah seorang rekan kerjanya.

Hunter terpaksa mengalihkan tatapannya dari Savana. Batinnya berkonflik. Dia tidak boleh lupa kalau kini membutuhkan pekerjaan paruh waktunya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Apa yang kau lakukan, Hunter? Jangan bermenung saja." Teman kerjanya berkata kembali.

Kali ini Hunter tidak berdiam diri, lantas bergegas mengganti seragam dan mengantarkan pesanan. Bukan berada di dapur atau di meja kasir, tugasnya adalah memastikan kalau para pelanggan tidak kekurangan suatu apa pun di mejanya.

"Saya memesan red velvet, bukan black forest!"

Hunter menatap sekeliling, orang-orang hanya memandanginya, tidak terkecuali Savana. Dalam kondisi salah mengantarkan pesanan, dia cukup malu di depan orang banyak.

"Apa kafe ini tidak punya manajer?! Kenapa masih belum muncul di saat pekerjanya melayani dengan tidak becus begini?!"

Hunter menundukkan kepala sebagai bentuk penyesalan, lalu mengambil pesanan yang salah itu kembali.

"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami akan segera mengantarkan menu yang benar."

"Sial, kalian membuang-buang waktu berhargaku!"

"Kau pikir dirimu siapa, hah?!"

Belum cukup satu masalah, sekarang tiba masalah baru. Rose, pelayan wanita di kafe itu terpicu emosinya. Hunter segera membuat batas di antara mereka dan berusaha melerai.

"Rose, tidak apa-apa. Kita hanya perlu mengantarkan pesanan yang benar."

Rose dengan cepat mendorong Hunter untuk tidak menghalangi, lalu berhadapan dengan pria bergaya nyentrik yang mengenakan kacamata hitam besar.

"Kau seharusnya tidak bertanya siapa aku agar dirimu tidak menyesal."

Pria nyentrik itu tertawa remeh.

"Aku adalah aktor besar yang telah membuat kafe ini dipenuhi oleh banyak pelanggan. Kedatanganku adalah berkat bagi kalian. Tapi melihat sikap para pelayan di sini tidak ramah bintang satu, maka aku tidak akan kembali lagi ke kafe jelek ini!"

"Kau tidak berkaca di depan cermin sebelum keluar rumah, ya? Mana mungkin masyarakat memilih primata sebagai idola mereka."

"Apa kau bilang?!"

"PRI-MA-TA."

Hunter bisa melihat asap keluar dari telinga pria bergaya nyentrik itu, pasti sangat marah dengan sikap Rose yang terlalu blak-blakan.

AHAHAHAHA ....

Perhatian semua orang kini tertuju pada wanita yang duduk di tepi jendela paling sudut. Baru kali ini Hunter melihat Savana terbahak-bahak sampai menangis. Apa alasannya karena perkataan Rose barusan?

"Maaf, maaf, kalian bisa melanjutkannya."

Meskipun begitu, Savana masih berusaha untuk menahan diri agar tidak tertawa. Sementara dua orang yang berdebat masih memasang tampang tidak suka satu sama lain.

"Aku akan menuntut kafe ini dan kalian semua akan dipecat!"

Setelah melontarkan kata-kata ancaman, pria itu pun pergi dari kafe. Pemicu kafe menjadi ramai memang berasal dari pria itu, tetapi bukan berarti semua pelanggan adalah penggemarnya.

"Jika diperhatikan lagi, bukankah memang mirip primata?"

"Hush, kau ini! Kita kan penggemarnya. Ayo, kita ikuti dia!"

Rose melihat dua orang remaja wanita yang sempat berbincang sedikit di dekatnya keluar dari kafe. Dia beralih menatap Hunter, masih memegang nampan yang di atasnya terletak kue black forest.

Hunter sendiri menatap ke arah Savana yang sibuk dengan aktivitasnya kembali. Dia pikir dari kejadian ini Savana akan menyadari keberadaannya, tetapi dia telah salah. Entah kenapa, dia jadi merasa kecewa.

Rose membuat lamunan seketika buyar. Wanita itu mengambil alih nampan, lalu membawanya pergi ke meja pesanan untuk melihat kesalahan berasal dari mana. Ternyata dari awal sudah salah sehingga beruntun sampai Hunter terkena dampaknya.

"Siapa yang menuliskan menu ini?" tanya Rose.

"S—saya."

Mereka memutuskan untuk bicara di belakang layar. Rose, Hunter, orang yang bersalah, dan diperhatikan oleh beberapa pegawai di kafe itu.

"Masalah ini akan sampai ke telinga manajer cepat atau lambat, lalu pemilik kafe ini dan juga nenek lampir itu. Kau baru bekerja beberapa minggu di sini, tapi sudah melakukan kesalahan. Sekarang ingin bagaimana?" tanya Rose.

Hunter menyentuh bahu Rose, kemudian memajukan langkah. Dia melihat pegawai yang salah menulis pesanan ini ketakutan, bahkan sejak kejadian memalukan hanya menyudutkan diri.

"Hal wajar membuat kesalahan ketika baru bekerja, tapi bukan itu intinya. Kita harus menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berkembang menjadi masalah yang lebih besar."

"Maaf, Hunter, karena kelalaianku, kau jadi dipermalukan. Aku akan meminta maaf padanya."

"Melihat kejadian tadi, apa kau kira dengan minta maaf akan cukup?" Rose berkata.

"Itu semua terjadi karena dirimu." Hunter tampak frustrasi ketika berkata.

"Hah? Karena diriku katamu?"

"Kau yang membuat masalahnya menjadi rumit, padahal aku sudah melarangmu untuk bersikap temperamental."

"Temperamental? Kau menyalahkanku setelah membelamu di hadapan pelanggan yang mempermalukanmu?"

Hunter memijat kepalanya, semakin frustrasi lantaran Rose hanya mengandalkan kemampuan menakuti ketimbang bersikap tenang di situasi genting seperti ini.

"Permisi?"

Tatapan mereka beralih pada seorang wanita yang masuk ke dapur kafe. Hunter terkejut mendapati Savana adalah orangnya. Apa yang dilakukan sang pujaan hatinya di sini?

"Maaf, saya datang ke mari begitu saja, tapi ... bolehkah saya memberi saran?"

Savana sejak tadi sudah menunggu di mejanya. Dia hendak memberikan saran setelah para pegawai selesai merapatkan tentang masalah yang terjadi di kafe. Hanya saja, dia tidak memiliki banyak waktu sehingga harus mendatangi mereka sendiri.

"Anda siapa, ya? Orang sembarangan tidak boleh masuk ke dapur kami," ucap Rose.

"Ah, perkenalkan, saya Savana, pelanggan tetap di kafe ini."

Hunter mengepalkan tangan, mulutnya ingin bicara, tetapi kenapa tidak membuka juga?

"Sa—saran a—apa?"

Rose dan pegawai yang bersalah menatap Hunter dengan kebingungan. Tadi berbicara lancar, lalu sekarang seperti orang yang habis bertemu hantu. Dibandingkan seperti habis bertemu hantu, Hunter lebih seperti kepiting rebus!

"Hunter, kau sakit? Mukamu sangat merah!" Rose tampak panik.

"Ti—tidak u—usah pe—pedulikan."

Renko

Ini adalah novel kedua Renko di sini. Semoga satu selera denganmu~

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status