Share

Bab 5: Patah Hati

Aku memperhatikan Sunny yang masih tidur pulas meski sudah berpindah tangan. Anak perempuan ini sangat lucu dan juga cantik seperti ibunya. Hanya melihat seperti ini saja sudah membuatku merasa senang.

"Sunny terlihat begitu nyenyak."

"Tadi dia bermain banyak. Mungkin terlalu lelah dan butuh mengisi dayanya kembali."

Aku menganggukkan kepala tanpa melepaskan pandangan dari Sunny. Sebelumnya aku sering menjaga keponakanku. Jadi, aku tahu persis bagaimana anak seusia Sunny ketika bermain.

Lama kami berteduh hingga sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan kafe. Dari sana muncul satu sosok pria yang pernah aku temui. Pria itu datang menghampiri kami menggunakan payung berwarna hitam.

"Jacob!" seru Savana langsung mengambil alih anak perempuan yang ada di dalam pelukanku.

"Hunter, aku tidak tahu bagaimana untuk membalas kebaikanmu. Lain kali kita akan bicara lagi. Sampai jumpa," ucap Savana seraya berlalu pergi dengan terburu.

Mereka berada dalam satu payung yang sama menuju mobil. Tidak lama kemudian mereka menghilang dari pandangan perlahan. Meninggalkan aku seorang diri berteduh dari hujan yang tetap saja mendera tanpa henti. Mungkin yang aku rasakan saat ini adalah apa yang dinamakan dengan patah hati.

"Kasihan sekali." Itu suara Rose, salah seorang pelayan kafe.

Aku tidak menoleh padanya, lalu langsung saja berkata dengan lantang, "Bukan urusanmu!" Setelah itu aku berlari menggunakan ransel untuk melindungi kepala dari lebatnya hujan.

***

Aku meletakkan ransel yang basah ke dalam ember yang ada di dalam kamar mandi. Pakaian yang basah juga dilepaskan semua dan dimasukkan ke dalam ember yang sama. Tidak lupa membasuh diri untuk menyingkirkan air hujan yang masih menempel.

Tidak lama keberadaanku di kamar mandi karena sudah menggigil lebih awal. Hanya menggunakan handuk, aku bergegas menuju kamar dan menutupi tubuh dengan pakaian kering. Kini aku bisa menghamburkan diri ke atas tempat tidur dan tenggelam dalam hangatnya dekapan selimut.

"Ah, ponselku," gumamku langsung bergegas menuju kamar mandi.

Aku berharap kalau ponsel yang aku simpan di dalam tas akan baik-baik saja. Tadi hujan sangat lebat dan ditambah pikiran yang tidak lepas dari Savana membuatku lupa untuk menyimpan ponsel ke tempat yang lebih baik.

"Kau sangat ceroboh, Hunter!" makiku pada diri sendiri.

Lututku seakan lemas setelah mengetahui keadaan ponsel yang masih menyala. Tidak ada yang rusak. Hanya saja aku harus mengeringkan tiap sisi yang basah dan memeriksa konektornya, apakah masih berfungsi dengan baik?

Lebih baik kalau semuanya masih berfungsi. Aku tidak memiliki biaya untuk memperbaiki atau membeli yang baru. Bisa-bisa aku tidak makan selama satu bulan jika menggunakan tabunganku.

Kali ini takdir berpihak padaku karena harapanku terkabulkan. Fungsi ponsel berjalan dengan normal. Hal itu merupakan berita yang sangat baik untukku.

Di luar sana hujan masih saja deras dan aku tidak berminat untuk keluar dari kamar setelah ini. Meskipun perutku terasa lapar, akan tetapi kejadian tadi telah membuat selera makanku hilang.

Di dalam kamar yang sengaja dimatikan lampunya, aku tidur dengan posisi menyamping sembari memainkan ponsel. Tidak ada notifikasi apa pun sebenarnya. Namun, jemari tidak berhenti sibuk menggulir layar. Bolak-balik menu aplikasi.

Aku menghela napas panjang. Apa sebenarnya yang aku harapkan? Savana tidak akan menghubungiku. Seharusnya kejadian tadi menjadi pukulan keras bagiku untuk tidak menjalin hubungan dekat dengan Savana.

Savana telah memiliki keluarga kecil yang bahagia. Aku tidak boleh menjadi orang ke-tiga di dalam rumah tangga mereka. Bukan sesuatu yang baik bila merenggut kebahagiaan orang lain.

Sudahlah. Mungkin aku harus beristirahat sejenak untuk melupakan luka patah hati.

Aku meletakkan ponsel di samping bantal. Setelah itu memejamkan mata untuk tidur dengan nyenyak. Sayangnya lama waktu berlalu rasa kantuk tidak kunjung singgah. Pikiranku masih saja sibuk memikirkan kejadian tadi.

Mataku kembali memandang ke arah ponsel. Aku berpikir untuk menghubungi Savana lebih dulu. Menanyakan apakah sudah sampai dengan selamat, tidak sesuatu yang buruk untuk dilakukan, bukan?

Di sisi lain, pikiran bertolak belakang dengan logika saat ini. Bagaimana jika Jacob mengetahui seorang pria menghubungi sang istri? Pasti mereka akan bertengkar nantinya.

Aku tidak bisa melihat Savana bersedih hati. Terlebih Sunny yang masih kecil, melihat kedua orang tuanya bertengkar pasti akan sangat sedih. Ya. Aku harus menahan egoku demi masa depan seorang anak dan juga sebuah keluarga kecil. Biarlah aku yang menahan kesakitan di sini.

Aku berbaring membelakangi ponsel, lalu memejamkan mata. "Aku tidak akan melakukannya," ucapku seolah hati dan pikiran sedang berperang saat ini.

Namun, bunyi dering singkat berhasil merobohkan pertahanan. Aku segera mengambil ponsel untuk melihat siapa yang menghubungi malam-malam begini. Di dalam hati aku berharap kalau orangnya adalah Savana.

Ekspresiku langsung berubah saat mengetahui siapa yang mengirimkan pesan. Tidak lagi senang seperti tadi, melainkan sebaliknya. Pesan itu dari Rose.

[Rose: Besok aku harus pergi ke suatu tempat. Ganti sif, ya!]

Aku membalasnya dengan satu kata singkat 'ok'.

Aku dan Rose sebenarnya berada di kampus yang sama. Kami tidak sengaja bertemu ketika melamar pekerjaan di Sunrise. Dari situ kami saling mengenal meski tidak terlalu dekat karena aku yang membatasi diri.

Sengaja hal itu aku lakukan karena Rose menyukaiku. Memang tidak pernah mengatakan secara langsung, tetapi dari gerak-geriknya membuatku berpikir seperti itu. Rose selalu menggangguku tanpa tujuan yang jelas. Padahal pada orang lain sikapnya tidak begitu.

Aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Tidak ingin membuat Rose berharap lebih, aku memutuskan untuk memberikan jarak. Terlebih saat ini sudah ada orang yang menempati hatiku.

Meskipun Savana sudah menikah, tetapi aku tidak akan mudah untuk melupakan perasaanku. Menjalin hubungan dengan orang lain, sepertinya mustahil untuk aku lakukan sekarang. Lebih baik aku fokus untuk membangun masa depan.

Membayangkan hal itu rasanya agak sedikit sedih. Aku harus melupakan perasaan yang telah menetap lama di hatiku. Terhitung hari ini sudah 405 hari aku menyukai Savana. Aku menghitungnya karena hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menyenangkan hatiku.

Sekali lagi ponselku berdering dan sesuatu yang mengejutkan bisa melihat nama 'Savana' di layar. Aku segera bangkit dan menghidupkan lampu. Memeriksa betul kalau penglihatanku tidak salah.

"I-ini benar-benar Savana?" tanyaku sendiri masih tidak percaya. Setelah yakin dengan penglihatanku, baru aku bersuara kembali, "S-savana mengirimkan pesan padaku!" teriakku begitu senang dengan apa yang aku lihat. Aku tidak sedang bermimpi rupanya.

Kami memang sempat bertukar nomor setelah mengembalikan ponsel waktu lalu. Hanya saja ini adalah kali pertama Savana menghubungiku. Tidak tahu harus berkata apa, aku sangat senang sekali. Langsung saja layar notifikasi digulir ke bawah, lalu aku membaca isi pesannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status