Delapan tahun lalu
****
"Dengan berat hati saya harus menyampaikan bahwa orang tua anda dan Tuan muda Axell meninggal dunia akibat kecelakaan nona.."
Bak disambar petir, Ganindira Violeta perempuan belia yang baru berumur tujuh belas tahun hari ini harus mendengar kabar menyedihkan sebagai kado ulang tahun nya. Berharap hari ini kedua orang tua dan kekasihnya yang ia tunggu kehadirannya sejak kemarin datang mengucapkan selamat dan memberikan kado yang ia suka, kini tinggal kenangan.
Sesak dan sedih mendominasi dirinya saat ini. Pengacara sekaligus teman ayahnya pagi - pagi datang kerumah dan memberi tahu kenyataan tersebut. Ganinidra yang masih terpaku berusaha mengeluarkan air matanya, namun setelah di tunggu air mata tersebut tidak turun sedikit pun keluar dari matanya.
Mauh terpaku dan syok, pelayan yang berkerja di rumahnya memberi nya air untuk diminum, namun bukannya di ambil malah ia membanting gelas tersebut hingga menghasilkan bunyi pecahan kaca yang memekakkan telinga.
"Apa yang anda katakan itu benar om...? tanya Ganindira kepada Om Brahmatyo, orang yang memberi tahu kabar tersebut.
Brahmantyo menatap sedih wajah Ganindira yang tercetak jelas, namun Brahmantyo tahu kalau Ganindira berusaha tegar.
"Bagaimana bisa itu terjadi..? tanya Ganindira lagi
Brahmantyo menghela napas pelan. "Semalam, orang tuamu menelfon oom.." ujarnya sebelum melanjutkan. Ayahmu mengatakan kalau malam ini mereka akan kembali ke Jakarta karena pekerjaan mereka yang ada di Australia sudah di serahkan ke Chris untuk di handle sekaligus merayakan ulang tahun mu yang ketujuh belas",tambahnya. Sedangkan tuan muda Axelle sengaja datang ke Australia agar bisa kembali ke Jakarta bersama - sama dan merayakan ulang tahunmu Ganin..."
Air mata yang Ganindira tunggu sedari tadi akhirnya turun. Saat om Brahmantyo mengucap nama Axelle, hatinya terasa sangat sakit. Tidak sanggup untuk menahan derasnya air mata, Ganindira menutup wajahnya diiringi dengan rintihan kepiluan. Kesedihan di tinggal orang tua dan kekasih hatinya membuat dunianya hancur. Di usia muda ia harus di tinggal pergi kedua orang tua untuk selamanya, disaat perempuan seumurannya memadu kasih dengan kekasih hatinya, Ganinidra hanya mampu melihatnya. Axelle, pemuda tampan nan cerdas, cinta pertamanya kini sudah pergi meninggalkannya, meninggalkan orang tua dan keluarga yang sangat menyayanginya. Pewaris sah perusahaan Berlian tersebut kini hanya kenangan, menyisakan kedukaan yang mendealam untuk orang yang mengenalnya.
Sedangkan Ganindira, kini tinggal sendiri. Hidup di dunia yang penuh kemunafikkan membuat dirinya harus banyak belajar. Kesedihan merupakan cobaan yang di berikan Tuhan untuk umatnya. Entah itu kehilangan atau kesedihan, Ganindira percaya kalau Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang berat untuk umatnya dan Ganindira yakin dirinya pasti dapat melalui cobaan itu. Masa depan sudah menantinya dan masa lalu bukan untuk dilupakan, tetapi untuk dikenang.
"Om harap kau dapat mengikhlaskannya Ganin, dan oom percaya kalau kamu dapat melalui semuanya..."
Ganindira mengusap wajah nya yang dipenuhi air mata. "Aku bisa om dan aku harus mampu. Aku tidak mau mengecewakan orang tuaku dan Axelle karena aku mencintai mereka berdua...
Setelah pembicaraan itu, sifat Ganindira perlahan berubah. Dulu ia merupakan anak yang periang, kini berubah menjadi pendiam. Menjadi kurang tersenyum dan mulai membatasi diri dengan pergaulan sekitar dan menjadi lebih sibuk mengurus perusahaan meskipun tidak terjun langsung kelapangan. Membiarkan masa muda yang harusnya ia nikmati kini terenggut dengan paksa. Dibantu dengan Brahmantyo, kini Ganindira menetap di Singapura karena perusahaan induk yang di pimpin orang tuanya berada disana. Meskipun begitu, Ganindira tetap kuliah seperti anak lain nya karena Ganidira harus mempunyai pengetahuaan tentang bagaimana mengelola perusahaan.
Bagi Ganindira, ini bukan akhir, tetapi ini adalah awal. Mencintai butuh pengorbanan begitu juga dengan kehidupan. Kesedihan tidak harus selalu dirasakan karena ada kebahagiaan yang harus dirasakan. Seperti cintaku yang tak lekang oleh waktu, begitu juga aku harap padamu. Meskipun kita sudah berbeda dunia, aku akan selalu mencintaimu. Bagiku kau adalah pemilik hatiku, meskipun akan ada yang hadir menemani hidupku percayalah nama mu akan selalu terukir dihatiku.
****
Masa Sekarang
Didalam sebuah kamar, terlihat seorang perempuan sedang bergelung di dalam sebuah selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya untuk menghalau dingin yang menyerang Kanada saat ini. Saat ini, Kanada sedang dilanda cuaca ekstrim akibat salju yang turun dengan deras sejak semalam.
Ganidira Violeta, perempuan yan masih bergelung tersebut masih damai dengan tidurnya akibat kelelahan karena baru sampai tadi malam pikul 2 dini hari. Penerbangan yang mengharuskan ia datang ke Negara ini karena ia sudah berjanji kepada neneknya untuk memperingati hari kematian kedua orangtuanya yang sudah meninggal delapan tahun lalu sekaligus bertemu dengan orang tua dari Axelle yang tidak lain adalah orang tua dari kekasihnya dahulu.
Seperti masih di dalam mimpi yang indah Ganindira masih nyenyak dalam tidurnya, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena orang yang sudah berjanji padanya yang tidak lain adalah nenek dari ibunya kini berjalan memasuki kamarnya, diringi dengan Stefana, sekretaris sekaligus teman semasa kecil Ganindira.
Dengan sekali hentak, selimut yang membungkus tubuh Ganindira kini tersingkap dan memperlihatkan piama tidur bergambar micky mouse. Lenguhan pelan keluar dari bibir Ganin dan refleks tangan Ganin menarik kembali selimut yang tadi tersingkap dari tubuhnya.
"Ganin..."
Ganindira mendengar suara yang memanggil namanya, tetapi ia acuhkan karena ia berfikir kalau suara itu memanggil dari dalam mimpinya.
"Cucuku sayang, bangun..."
Suara tersebut terdengar sangat familiar di telinganya. Tapi Ganindira masih memejamkan matanya. Ganindira berfikir, rasanya didalam mimpinya tadi ia sedang berada ditaman yang sepi dan tidak ada orang, tetapi kenapa ada seseorang yang seperti memanggil namanya.
"Ganindira Violeta.."
Ganindira langsung bangun dari tidurnya dan duduk diatas ranjang besar miliknya. "Apa tidurmu sangat nyenyak cucuku...? tanya nenek Ganindira.
Ganindira mengarahkan wajahnya ke sosok dia orang berdiri di samping ranjangnya. Disana berdiri dua orang perempuan, yang berbeda dari dua orang itu adalah raut wajah dan umur. Yang satu nya tersenyum sedangkan yang satu lagi menampilkan raut cemberut.
"Cucuku yang cantik ini tidak melupakan janjinya bukan?". Miranda Green, nenek dari pihak ibu Ganindira yang berdomisili di Kanada datang ke apartement milik Ganidnira. Berbeda dengan Ganindira yang menyadari kehadiran neneknya hanya menampilkan raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Sejak kapan nenek datang..", Ganindira turun dari ranjang membersihkan tempat tidurnya seperti semula. Mengabaikan kehadiran kedua orang itu. Dengan santai, Ganindira masuk kedalam kamar mandi.
Miranda dan Stefana hanya bisa menarik nafas pelas. Seperti sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh Ganidira. Mereka pun juga paham kalau kecelakaan delapan tahun lalu itu juga merubah sifat dan kepribadian Ganidira .
Miranda keluar dari kamar Ganindira, sedangkan Stefana masih didalam kamar berjalan kearah lemari pakaian milik Ganidira untuk memilihkan pakaian yang akan di pakai Ganindira.
Tidak lama kemudian, Ganindira keluar dari kamar mandi memakai bathrobe dan melangkah ke arah jendela balkon dan membukanya.
"Apa yang kau fikirkan..?, Stefana berdiri di belakang Ganindira yang saat ini sedang berdiri didepan balkon, mengamati atap rumah yang tertutupi salju tebal yang turun deras semalam.
"Kau sudah tahu jawaban nya...", ujar Ganindira melangkah masuk dan menutupi jendela balkon, meninggalkan Stefana yang masih berdiri didepan jendela balkon balkon, menuju walk in closet untuk memakai pakaiannya.
"Dan satu lagi..., ujar Ganindira. Hentikan rencana konyol nenek.." perintahnya mutlak.
Ganindira sedang sarapan bersama nenek dan Stefana. Sambil mengunyah roti yang telah diolesi selai nanas terlebih dahulu, Ganindira mengabaikan ucapan yang dikatakan neneknya sedari tadi. Meskipun Ganindira mengabaikan ucapan tersebut,, telinganya menangkap kata - kata yang di lontarkan neneknya sedari tadi."Apa aku harus mengenalnya dulu..?", ucap Ganindira sambil meminum jus jeruk yang sudah disediakan. Stefana yang mengamati percakapan kedua orang itu hanya bisa melihat tanpa bisa menyela karena Stefana tahu kalau yang mereka bahas ini bukan masalah pekerjaan, melainkan pertemuan dua keluarga yang akan di jodohkan dengan Ganindira."Setidaknya kau kalian harus bertemu dulu untuk pertama kalinya...", jawab Miranda.Sambil menghela nafas keras Ganindira menatap Miranda yang juga menatapnya. "Baiklah, aku akan mencoba, tetapi hanya untuk kali ini. Aku tidak mau lagi ada rencana seperti ini lagi.Masa depanku aku yang menentukan dan kebahagiaanku aku juga y
Suasana apartement terlihat lengang. Entah kemana neneknya dan Stefana pergi, Ganindra tidak mau ambil pusing. Dengan meletakkan mantel di gantungan balik pintu serta melepas boots di kaki nya, Ganindira melangkah menuju ruang tamu. Dengan duduk disalah satu sofa, Ganindira mengadahkan kepalanya menatap langit - langit ruangan. Mengingat pertemuan singkatnya dengan pria bernama Ganesha Erlangga membuat darahnya mendesir. Sudah lama sekali Ganindira tidak merasakan hal seperti ini, delapan tahun yang lalu ternyata waktu yang sangat panjang. Mengingat kembalu hal itu membuat dirinya kembali sedih.Namun disaat Ganindira sedang mengingat masa lalunya, tiba - tiba Stefana hadir dan duduk disalah satu sofa dekat Ganindira. "Apa yang kau fikirkan...?"Ganindira menatap Stefana dengan datar. "Pergilah...."Stefana menghela nafas keras. "Berhentilah memikirkan hal itu...?!". Tidak seharusnya kau terjebak dengan masa lalu. Kau harus bergerak meraih masa depanmu Gan
Ganesha mematung di tempatny saat menyadari kehadiran dua orang perempuan yang sedang duduk di salah satu meja yang telah dipersiapkan ayahnya. Namun yang lebih menarik perhatian Ganesha adalah sosok perempuan yang sangat cantik. Perempuan yang bertemu dengannya saat sedang sarapan di cafe tadi pagi. Ganindira Violeta."Ganesha, kau sudah datang nak...?", Tom berdiri dan memeluknya. Ganesha membalas pelukan ayahnya. "Ya ayah...Apa ayah sudah lama menungguku...?", tanyanya.Tom mengurai pelukan mereka. "Ayah juga baru tiba. ayo kita duduk...", lanjut Tom kembali duduk di kursi. Ganesha sendiri duduk di samping Ganindira yang masih diam di tempatnya."Apa kabar...?" sapa Ganesha.Ganindira menoleh kearah Ganesha sambil tersenyum kecil. "Baik..."Disaat Ganesha mau mengatakan sesuatu lagi, Suara Tom mengalihkan perhatiannya. "Karena Ganesha sudah datang, lebih baik kita mulai pembicaraan kita".Ganesha memandang Tom. "Apa maksud ayah? Mak
Damai dan tentram, setidaknya itulah yang bisa dirasakan Ganindira untuk saat ini. Bisa terbebas dari segala macam fikiran yang sangat membebaninya membuat Ganindira bisa sedikit menghembuskan nafas dengan tenang.Duduk sendirian di taman yang baru ia jumpai membuat dirinya bisa merasakan ketenangan yang melanda hatinya akhir - akhir ini. Ganindira mencoba melupakan semua permasalahan yang terus datang menghampirinya. Otaknya juga merangkum semua kejadian yang terjadi. Dimulai dari kedatangan neneknya dan Stefana ke apartement nya untuk merusak hari tenangnya, pertemuan tak sengajanya dengan pria yang sialan sexy dan tampan, acara pernikahan dirinya dengan pria yang ia temui di cafe saat brakfeast sampai dengan acara pertunangan yang akan dilaksanakan lusa. Memikirkannya saja membuat Ganindira pusing.Namun semua pemikiran itu buyar akibat deringan ponsel miliknya. Dengan enggan Ganindira mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat siapa yang menelfonnya
Di dalam ruangan berwarna nude, terdapat banyak manekin dengan gaun yang sangat indah. Kebanyakan yang ada di butik ini adalah gaun pengantin dan gaun pesta. Saat ini Ganesha dan Ganindira sedang berada di sebuah butik pengantin di pusat perbelanjaan terbesar di Kanada. Rencananya pernikahan Ganesha dan Ganindira akan di laksanakan di Amsterdam, Belanda. Ya. Sangat jauh memang. Tapi memang seperti itulah keinginan dari neneknya dan nenek Ganesha. Alasannya adalah Negara tersebut merupakan pertemuan dan awal persahabatan mereka berdua, singkat cerita mereka ingin mengingat kenangan
Berawal dari pertemuan tak sengaja di sebuah cafe, Ganindira harus rela dinikahkan dengan pria yang tidak ia kenal. Berencana untuk melupakan masa lalu yang kelam, mengharuskan Ganindira mengikuti rencana neneknya untuk menikah. Sejak awal Ganindira sudah menolak, namun sepertinya kuasa neneknya lebih kuat dari pada dirinya, ditambah lagi dengan Stefana yang secara tidak langsung mendukung neneknya agar dirinya cepat – cepat menikah.Mereka tidak tahu kalau selama ini Ganindira berusaha melupakan semua kenangan buruk yang menimpa dirinya. Namun sangat mustahil baginya untuk melakukan itu semua karena dirinya yang selalu dilanda kesedihan dan kegundahan setiap harinya.
Suara tepuk tangan bergema di dengan kuat. Pemasangan cincin keduanya telah selesai dilaksanakan. Yang terlihat adalah tatapan kebahagiaan dari kedua belah pihak, termasuk Ganindira dan Ganesha. Terutama Ganindira, sekuat tenaga dirinya menahan gejolak dari dalam hatinya yang paling dalam. Dulu dirinya memang menginginkan pertunangan dan pernikahan dengan Axell. Namun kenyataannya, bukan dengan Axell, melainkan dengan pria yang sudah sedikit mencuri hatinya dalam waktu yang singkat, Ganesha Erlangga.Pria tampan dengan tampilan memukau yang membuat pesonanya semakin terlihat. Tatapan kagum terang – terangan di perlihatkan oleh para wanita yang menghadiri acara pertunangan mereka. Dengan Tuxedo berwarna hitam yang melekat sempurna di tubuh nya yang atletis,
Ganindira sedang mengambil makanan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Setelah acara ini selesai, ingatkan Ganindira untuk mengajak Ganesha makan di salah satu restoran yang ada di tempat ini.Ketika sedang menikmati hidangan yang tersaji, tidak sengaja matanya menangkap tubuh Ganesha yang dipeluk dari belakang oleh Celia. Tatapan Ganindira datar saat menyaksikan tayangan langsung tersebut. Sambil tersenyum miring, Ganindira menunggu apa yang akan di perbuat Ganesha kepada wanita murahan itu. Sesuai dengan apa yang difikirkannya, Ganesha menyentak tangan Celia. Ganindira juga