Share

04. Show some Respect

 

***

 

Marco mengakhiri rapatnya dengan Teresa setengah jam lalu. Sambil berjalan mengelilingi rumah dan setiap sudutnya, Marco kembali mengingat pertemuannya dengan Isa kemarin sore di Bandara.

Tidak cukup mulus, tapi baiknya kini Tuan Putri akan mengingat siapa dirinya.

Cara perkenalan yang sangat bukan mencerminkan dirinya. Marco tidak pernah seantusias itu untuk menaklukan seorang gadis. Apalagi itu adalah keponakan tunggal Teresa Rivera. Sang pewaris tunggal kartel Rivera.

Kalau dirinya sudah cukup berbahaya, maka Isa Reyes Rivera adalah bahaya itu sendiri.

Tapi, apalah artinya hidup kalau kau tidak melibatkan dirimu dalam suatu bahaya, Bung! Begitu percakapan Marco dengan dirinya sendiri.

***

Sama seperti pertemuan mereka pagi ini, Marco bisa merasakan tatapan tajam gadis itu ingin membelahnya menjadi tiga bagian.

Andai ia tidak segera menutup pintu kamar gadis itu setelah memanggil Teresa, sudah pasti dudukan lampu yang ada di nakas samping ranjang akan mendarat tepat di wajahnya.

Marco melihat Isa memeluk erat Teresa di lorong yang menghubungkan ruang makan semi terbuka menuju area taman belakang. Rumah megah bergaya spanyol ini memiliki area hijau luas dengan pepohonan tropis yang cantik.

Sebagian besar bangunan dicat warna putih untuk menunjukkan kesan lega. Desain rumah disertai pintu kayu yang menjulang tinggi disertai jendela besar-besar mendominasi dinding. Belum lagi keberadaan kolam renang yang menjadi pusat perhatian taman belakang seolah mengundangnya untuk menceburkan diri dan bersantai.

Teresa meninggalkan ruangan diikuti sejumlah orang kepercayaannya. Isa berjalan menuju dapur. Marco yang sedari tadi duduk di salah satu kursi ruang makan segera beranjak. Ia mencoba membuka kontak mata dengan gadis itu.

Isa terus berjalan menuju lemari pendingin dan tidak mengindahkan keberadaannya. Marco dilewati bagai ampas pisang yang dibuang sembarangan.

Menolak pergi dari ruang makan duluan, Marco memperhatikan gerak gerik Isa dengan intens. Gadis itu membungkuk dan mengambil sebotol air mineral dingin. 

Ia membuka dan meminum isinya tanpa tersisa. Terlihat bulir air memenuhi sudut bibirnya. Marco terpana meski hanya dengan memandangnya.

 

***

Isa bukan tidak tahu dirinya sedang dipandangi. Justru karena sadar sedang ada yang memperhatikan. Adegan minum air dingin pun dibuatnya drama.

Dengan celana boxer mini berwarna merah dan bertuliskan 'BITE ME' tepat di bagian bokongnya, serta potongan tanktop dengan belahan rendah melekat membungkus dadanya. Rambut brunette nya disanggul asal dan menyisakan anak-anak rambut di belakang telinganya.

Isa tahu skornya sekarang satu nol. Satu untuk dirinya dan nol besar untuk Marco. By the way, ia memang sengaja berpakaian seperti itu untuk melakukan tes pada taring Tuan Serigala.

 

***

Isa menyelesaikan drama ritual minumnya, mengambil botol lain dan menutup pintu kulkas. Melewati Marco dan berkata, "Lap dulu air liurmu. Banjirnya sampai ke bawah meja, Tuan Fox!"

Merasa perlu memperbaiki hubungan dengan Isa, Marco bergerak dan menahan Isa agar tidak pergi dari ruangan. Ia berdiri tepat didepan Isa. Isa yang berpostur jauh lebih mungil harus mengangkat wajahnya untuk beradu pandang.

"Jangan halangi aku, Marco!"

"Saya tidak bermaksud menghalangi, Nona. Rasanya kita perlu berbincang sedikit tentang pengaturan pengawalan keamanan Anda." Kedua tangan Marco berada di sisi tubuh dengan sikap siaga.

"Apakah ini ada hubungannya dengan alasan mengapa aku diserang dan diancam untuk penculikan?" Isa mengarahkan pertanyaan dengan botol mineral menuju wajahnya.

Marco menggeleng dan menambahkan, "Info tersebut hanya akan disampaikan Nyonya Rivera. Saya tidak punya kewenangan untuk menjawabnya."

"Kalau begitu, tidak ada yang perlu kita bahas. Tidak perlu repot basa-basi," tegas Isa sambil melanjutkan langkahnya berusaha melewati Marco.

Marco menghadang Isa, "Kita mulai perkenalan kembali. Nama saya Marco Fox, saya adalah kepala pengamanan Anda yang baru. Sejak saat ini, semua hal yang berhubungan dengan situasi keamanan Nona akan berada di bawah kendali saya."

"Aku tidak peduli." Isa memutar bola matanya. Bahkan, ia pura-pura menguap untuk menunjukkan ketidak tarikannya pada penjelasan Marco.

Lelaki di hadapannya nampak tidak peduli dengan perilaku Isa. Ia lalu melanjutkan, "Saya harap Anda dapat bekerjasama dengan semua aturan yang akan ditetapkan bersama. Kita saling menghargai dan menunjukkan respect satu sama lain."

Sedetik kemudian, Isa menyemburkan tawa getirnya. Wajah Marco akan kebasahan, jika saja mulut gadis itu penuh air. Ia mencubit sudut alis kiri dengan telunjuk dan ibu jarinya. Isa sudah tidak sabar dan ingin segera beranjak.

"Apa? Respect? tadi kau bilang apa?" Isa menyanggah pernyataan Marco seperti petasan.

"Dengarkan aku, Tuan Marco Fox yang terhormat, respect apa yang kau maksud? Apa menghadang seseorang di tengah keramaian, menggendong paksa seperti karung beras lalu melemparkannya ke dalam mobil adalah sikap terpuji?" cerca Isa padanya.

Tangan Marco menahan Isa. "Dengarkan saya dulu. Lima menit. Setelahnya, Anda bebas melakukan apa yang Anda mau. Asal tidak berusaha melarikan diri seperti di Bandara. Saya juga harus minta maaf atas kejadian kemarin."

Mendengar permintaan maafnya, Isa mengalah. "Oke. Tiga menit."

"Sepanjang yang saya pahami, saya hanya melakukan tugas. Melindungi dari segala kemungkinan terburuk. Saya diberikan kewenangan untuk melakukan apapun jika ada ancaman yang membahayakan keselamatan Anda, Nona. Tidak ada intensi lainnya."

Isa masih menatapnya, "Tuan Serigala, sepertinya Anda tidak paham pernyataan saya."

Kepala gadis itu serasa ingin pecah. Ia tidak tahu ketidaknyamanan ini berasal dari mana. Isa tidak menampik, di satu sisi ia ingin sekali menampar salah satu pipi Marco untuk membungkam mulutnya tapi disisi lain ia penasaran dengan bibir lelaki itu.

Mengapa terlihat begitu lembut seakan mengiba ditelusuri oleh ibu jarinya? Mengapa ia tidak bisa mengalihkan perhatian dari wajah tampan di hadapannya? Sial!

Isa merasa harus menyudahi situasi ini karena semakin lama ia dipandang maka imajinasinya akan tidak tertahan. Hanya ada satu cara!

Gadis itu menggeleng pelan sambil membuka tutup botol air mineralnya. Dengan gerakan lambat, botol itu dibawa tepat ke atas kepala Marco meski ia masih harus berjinjit untuk mencapainya.

Byarrr! Isa menumpahkan seluruh isi air itu ke wajah Marco.

Ekspresi Marco yang wajahnya disiram air dingin? Tidak berkedip. Hatinya mendidih.

"Hei! Apa yang kau lakukan, Nona?" Marco mencengkeram pergelangan tangan Isa. Tindakannya membuat botol mineral yang kosong itu terjatuh.

"Hanya menunjukkan respect yang tadi sempat kau bahas, Tuan Fox." Isa masih berjinjit karena Marco menarik pergelangan tangannya semakin keatas, tank-topnya otomatis juga naik dan memperlihatkan pusarnya yang ditindik dengan manis. Dengan panik, Isa mengarahkan tangan lain menyerang pipi Marco.

Marco menggelengkan kepalanya,"Tidak semudah itu, Nona." Marco mendorongnya dengan kasar. Isa dapat merasakan tembok pada punggungnya yang terbuka. Sepasang tangan miliknya berada tepat diatas kepala masih sambil dikunci Marco.

"Show me your respect, Princess!"

Kedua wajah mereka beradu. Isa dapat merasakan kilat marah dari mata Marco dan ini pertama kalinya ia diperlakukan tidak sopan dari seorang lelaki. Gadis itu memejamkan matanya.

"Lepaskan aku, Marco!" Isa memberinya perintah dengan tenang. Marco justru semakin mengetatkan cengkraman dan merangsek menekan tubuh mereka. Isa dapat merasakan kemeja Marco yang basah beradu dengan atasan minimalis yang dikenakannya.

"Say sorry." Marco membalas perintahnya.

Isa membuka mata dan menolak mengucap maaf. "In your dreams, Marco."

Marco mendengus kesal. Isa dapat merasakan aroma kopi pagi dari nafas lelaki itu.

"Lain kali, Tuan Putri. Lain kali. Dirimu akan memohon ampun dan bersikap lebih baik padaku. Camkan!"

"Bite me first then, Sir." Isa menggoda dan malah semakin menantangnya. Marco melonggarkan cengkeraman dan Isa dapat merasakan perubahan dari sorot mata lelaki itu.

Sekarang ia menyadarinya, peluru untuk menghancurkan lelaki sombong ini adalah dengan merayunya.

"Tidak akan ada lain kali, Tuan Serigala." Isa mendorong tubuhnya pada dada bidang Marco. Gadis itu sedang bertaruh dengan dirinya sendiri. Apa Marco akan melepaskannya atau justru semakin menguatkan cengkeramannya? Isa mulai berhitung mundur.

Tubuh mereka yang melekat memberi efek tidak nyaman bagi Marco. Isa dapat merasakan kejantanan Marco menekan perutnya. Hitung mundurnya sudah mendekati angka akhir. Gadis itu melakukan senjatanya yang terakhir. Ia memiringkan wajah dan mendekatkan bibirnya. Isa dapat merasakan ketegangan di sudut bibir Marco dan gadis itu sangat menikmati strateginya sendiri.

"Mundur, Marco." Isa mengatakannya dengan pelan. Bibir keduanya hanya berjarak dua milimeter. Mereka hampir saling mengecup, andai saja Marco tidak bisa menahan dirinya.

3...2...1

"Baiklah. Kali ini kau menang, Tuan Putri." Marco melepas cengkeramannya dan mundur dua langkah menjauhi Isa.

Mendengar jawaban Marco, rasanya Isa ingin berteriak penuh kemenangan. Strateginya tepat sasaran. Tidak ingin diketahui akal-akalannya berhasil, Isa memasang topeng tidak peduli. Sambil memijat pergelangan tangannya, ia kembali memandangi tubuh sempurna Marco.

Siang ini tidak terlalu sia-sia. Buktinya, kini Isa sudah menemukan kelemahan Marco Fox. Isa segera menyiapkan strategi untuk melumpuhkan Tuan Serigala.***

 

 

Add this book to your library! Love and Vote!

IG: Tabicarra10

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status