Share

05. Can't Help Myself

 

***

 

Marco sudah menggulung lengan kemejanya. Setelan jasnya basah kuyup gara-gara gadis manja itu. Ia menghabiskan sepanjang hari di ruang kerja menilik hasil rekaman CCTV ketika tiga pengawal Isa diserang habis-habisan. Apa serangan pertama ini hanya sebuah peringatan pada keluarga Rivera?

Belum ada setengah hari keduanya saling mencakar. Suara Isa kembali memecah keheningan di sepanjang lorong menuju ruang kerja Marco.

"Marco, dimana kau?" teriak Isa dari ujung lorong.

Marco meletakkan berkas yang sedari tadi dipelajarinya. Ia harus menyiapkan amunisi sebelum kembali bertarung dengan gadis manis itu.

"Tunjukkan batang hidungmu! Dasar brengsek!" Umpatan Isa diakhiri dengan ketukan keras di pintu.

Brukk! Brukkk! Bruukkk! "Marco!"

Marco menunggu dua detik setelah teriakan terakhir Isa.

"Nona, silakan masuk. Ada yang bisa aku bantu?" Marco menahan pintu dengan sisi lengan dan mempersilakan Isa masuk ke ruang kerjanya.

"Kenapa dua temanku kau usir?" Isa berjalan cepat menuju meja kerja.

"Tuan Putri?" Marco menutup pintu ruangannya.

"Tidak usah pura-pura polos. Mengapa temanku tidak bisa masuk rumah dan menemuiku?"

"Keduanya tidak memiliki ijin dan aku belum melakukan verifikasi latar belakang mereka."

"Astaga, Marco!" Isa berkacak pinggang dan menantang tatapan Marco.

"..."

"Asal kau tahu saja, Tuan! Mereka sudah lalu lalang dirumah ini sejak belajar berjalan dan masih menggunakan popok. Jauh sebelum kehadiranmu di sini! Bahkan mereka mungkin lebih hafal letak sarang kecoak yang bersemayam dirumah ini dibanding kau, Tuan Sok Tahu!" Isa meneriakinya.

Skor sekarang seimbang, Tuan Putri! Marco bersorak girang dalam hati. Sepanjang siang ia sudah menyiapkan rencana untuk membalas perlakuan Isa. Marco beruntung. Membatasi kunjungan sahabatnya merupakan hukuman yang pas untuk gadis itu.

Marco menyunggingkan senyum tengilnya dengan sengaja. Isa memandanginya dan tidak buang waktu karena tiga langkah kemudian gadis itu sudah berada tepat di ujung dagunya.

 

***

PLAK! Pipinya bagai tersengat sepasukan tawon. Marco tidak bergeming. Dengan reflek menangkap pergelangan tangan yang tadi baru bertamu di bagian kanan wajahnya.

Wow, gadis ini mampu menampar dengan baik.

Marco memberi Isa tatapan tajam sepersekian detik. Sebelum kemudian memuntirnya ke belakang dan mendorongnya ke tembok terdekat.

"Arrghh!" Isa yang terhimpit di tengah antara tembok dan dada bidang Marco.

Ya, kagetlah kau, Nona Manja. Kau pikir dari semua pengawal itu tidak ada yang berani dan menghukum dirimu, hah! Marco menahan senyum penuh kemenangan.

Dari segi fisik Isa memang jauh lebih mungil, tapi dari segi ego. Ego gadis ini setinggi puncak Gunung Everest. Tidak ada yang mengalahkan egonya!

Isa berupaya melepaskan diri. Pergelangan tangan kirinya yang berada dalam cengkeraman Marco berusaha lepas tapi tidak membuahkan hasil.

Usaha yang bagus, Tuan Putri.

Isa menahan tembok dengan telapak tangan kanannya. Masih berusaha mendorong. Nihil. Marco semakin menempelkan dadanya pada tubuh Isa yang berjinjit karena ia menekannya.

Marco lalu berbisik, "Sudah saya katakan sebelumnya, saya tidak suka bertindak kasar. Teresa memang sudah bayar mahal untuk tugas ini, tapi bukan berarti saya akan me-ne-ri-ma segala perilaku yang tidak dapat ditolerir seperti yang sudah Anda lakukan tadi. Ketika Nona kelewatan dan bersikap tidak sopan, saya dengan senang hati menghukum Anda. Do you understand me, Princess?"

Gadis itu nampak tidak berniat menjawab pertanyaannya. Egonya terluka. Mulutnya bungkam.

Marco menggeleng perlahan.

Rupanya masih belum cukup keras untuknya. Dia memang senang menantang dirinya sendiri. Dasar gadis keras kepala! Marco semakin menekan dirinya, kakinya berada diantara sepasang tungkai mulus Isa.

Isa mengaduh. "Lepaskan aku, Marco!" Suaranya tertahan. Ketidaknyamanan antara keduanya begitu terasa. Gadis itu tidak berkutik.

Mari kita hitung mundur, siapa yang akan menang, Princess.

Sang Putri masih memilih bertahan. Marco memutuskan cara terakhir.

Dia bergerak dan tidak menyisakan ruang antara punggung gadis batu itu dan dadanya. Tangan kanannya yang bebas membelai pipi Isa tanpa maksud kurang aja. Merapikan beberapa helai rambut lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Marco dapat melihat tampak bulu halus di sekitar leher Isa meremang.

Marco lalu membungkukan tubuhnya lebih dalam dan hampir menempelkan bibirnya tepat di atas daun telinga Isa sambil berkata, "Saya dapat membuat situasi ini lebih mudah bagi kita berdua, Princess. Tapi, kalau Anda memilih cara sebaliknya, saya tidak memiliki pilihan lain. Cara yang tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya, Nona Manis."

Untuk memberi efek dramatis, ia meniupkan udara kosong diatasnya. Seketika, Isa mengerang. Mungkin karena berat tubuh Marco yang menekannya ke tembok terlalu lama atau mungkin karena alasan lain. Entahlah!

Baik. Kita lihat, siapa yang menang kali ini. Marco bertaruh dengan dirinya sendiri.

Isa memejamkan sepasang matanya. Mengernyit. Kedua alisnya seolah berbaris rapat menguatkan barisan. Kedua tangannya mengepal, baik yang masih digenggam Marco ataupun telapak yang seharusnya menahan bebannya di tembok.

"Baik, Marco."

Yes! Gadis batu ini menyerah.

"Tolong lengkapi kalimat lengkapnya, Princess." Marco masih belum puas.

 

***

Dengan gerakan cepat, Isa melempar ujung kepalanya ke wajah Marco. Brakk! Marco yang kaget mengendurkan cengkeramannya. Entah bagaimana, Isa berhasil membalikkan tubuhnya dan menghadap Marco. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Marco.

Marco terjungkal ke sofa dan menarik Isa karena cengkeramannya belum dilepas. Gadis itu berada diatas tubuh Marco dengan nafas tersenggal.

Ia berusaha untuk segera melepaskan diri. Kemarahan Marco terlihat jelas menusuknya. Isa membuka mata lebar dan merengguk pemandangan tampan di hadapannya. Maniknya menyusur kening, pelipis, hidung dan berakhir pada bibir lelaki itu.

Astaga, Marco! Bahkan posisi itu terlalu ekstrim hanya untuk kau bayangkan di waktu senggang! Kendalikan dirimu, man! Marco meneriaki dirinya sendiri dalam hati.

"Jangan," Marco berkata entah pada dirinya sendiri atau justru pada hasrat gadis yang sedang berada diatasnya.

Dua detik kemudian, Marco bisa merasakan bibir gadis itu menyentuh bibirnya. Sentuhan dan rasa manis gadis itu menekan kasar, memaksanya untuk membuka lebih besar dan membalasnya.

Tentu saja, ia tidak akan merespon kegilaan ini. Bagaimana otaknya berkata A dan bagian tubuh lain melakukan hal sebaliknya? Marco dapat merasakan kejantanannya menekan keras bagian bawah perut rata Isa. Marco sudah melepas kaitan tangan keduanya berharap gadis itu akan menghentikan serangan dadakannya.

Dan, ia salah! Kedua tangan gadis itu kini justru membelai pelan sisi pipinya. Ciuman kasar itu kini berganti dengan kecupan yang melembut. Apa kini ia harus mengikuti arah permainan gadis ini?

Lidah Isa kini berhasil membongkar pertahanan Marco dan memberi rasa manis didalamnya. Bagaimana manis ini bisa datang dari seorang gadis yang baru saja meneriakinya di sepanjang lorong rumah?

Marco mengerang dan membuat Isa semakin menggerakan tubuhnya mengikuti ritme sederhana untuk pemenuhan suatu hasrat yang mendamba diantara kedua paha mulusnya. Kenapa gadis ini harus mengenakan pakaian seminimalis ini, sih? Marco memprotes.

Kedua tangan Marco mencengkeram pinggul Isa dan mengangkatnya untuk menghentikan semua kegilaan yang dilakukan gadis ini. "Tolong hentikan! Ini gila!"

Mata Isa menyala. Meski ia sudah menghentikan serangannya, bibir gadis itu belum beranjak dari bibirnya. Kini kedua lengannya sudah melingkar di leher Marco. Jemari gadis itu menyusur rambutnya dan menariknya ke belakang. Kini, ia duduk tepat diatas pangkuannya. Menggesekan pusat kehangatannya pada kejantanan Marco sambil memandangnya setajam pisau.

"Kau tahu Marco, aku akan mengatakan pada Nyonya Rivera bahwa kau sudah melakukan pelecehan padaku. Kemasi barangmu dan pergi dari sini sebelum ia menembak kepalamu!"

Marco dapat merasakan dingin dalam nada suara Isa. Meski gesekan itu menghasilkan kehangatan pada kedua tubuh mereka, tapi perkataannya seolah guyuran es batu bagi hasrat mendamba itu. Sialan!

 

***

Isa bangun dari posisinya dan merapikan ujung posisi tank-topnya yang sempat naik keatas. Gadis itu mengibaskan rambutnya dan berbalik menuju pintu keluar. Marco tidak berniat mengejar atau membela diri. Jika Teresa membatalkan kerjasama bisnis mereka, Marco tidak peduli. Bekerja bersama gadis manja itu hanya akan membuat umurnya pendek!

Brukkk! Isa membanting pintu ruangannya.***

 

 

Add this book to your library! Love and Vote!

IG: Tabicarra10

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status