Share

06. Stubborn Girl

 

***

 

Marco memutuskan merebahkan kepalanya di punggung sofa sambil menghitung sisa waktu sebelum Teresa memburunya. Berkata hal sebaliknya hanya akan menjadi bumerang. Tidak ada kesempatan untuknya membela diri.

Tok! Tok! Siapa lagi yang mengetuk ruang kerjanya. "Masuk."

Marco duduk dan mengalihkan pandangnya ke arah pintu. Seketika sosok adik bungsunya masuk ruang kerjanya.

"Hei, kak! Aku langsung menuju kesini begitu misi terakhir kita di Vermont tutup buku!" Zayden Fox menyapa dengan wajah antusias.

Ada yang aneh dengan adiknya, Marco mencurigai sesuatu. Mengapa wajahnya terlihat sangat antusias? Padahal penerbangan Vermont menuju Dallas cukup menyita waktu.

"Bagaimana perjalananmu?" Marco bertanya pada adiknya dengan kepeningan yang sedang dirasakannya akibat gencatan senjatanya dengan Tuan Putri.

"Hey, what is wrong with you? Apa kepalamu menabrak sesuatu yang keras? Kau tidak pernah bertanya tentang perjalananku sepanjang hidupku, Marco."

"Yes, maybe I did hit something. Easily and very well." Marco kembali mengingat momen intensnya dengan Isa tadi.

"Hei, tadi juga aku berpapasan dengan bidadari. Kau tahu, mungil, latina hot body, perky boobs dengan shorts pendek berwarna merah. Aku tidak menyangka pelayan disini menggunakan seragam semenarik itu."

Aha, sekarang Marco paham dari mana wajah antusiasme Zayden berasal!

"Jangan ganggu dia, Zay. She's off-limit! Perempuan itu Isa Rivera."

"Arghh, pantas saja kau terlihat kusut, Marco! Ternyata, gadis tadi sumber kekusutanmu. Haha." Zayden menyerangnya dengan tepat. Andai adiknya tahu apa yang baru terjadi diantara mereka berdua tadi?

Marco mengalihkan pembicaraan, "Cepat simpan barang-barangmu! Karena kau sudah sampai, kita akan melakukan rapat koordinasi dengan tim."

"Arghh! Aku belum selesai membahas gadis itu, Marco."

"Come on, Zayden! Sudah kukatakan dia off-limit. Tidak ada pembahasan apa pun mengenai that-latina-hot-body selain soal pengamanannya dibawah perusahaan kita." Marco menegaskan perintahnya pada Zayden yang direspon dengan anggukan.

 

***

Marco membuka ruang rapat dan menemui kelima pegawai kepercayaannya, salah satunya adalah Zayden, adiknya sendiri.

Lowell and Fox Security merupakan perusahaan keamanan dirintis oleh Austin Fox dan Noah Lowell. Noah adalah sahabat ayahnya. Keduanya mantan tentara yang pernah bertugas bersama-sama di Vietnam, Afganistan dan Irak. Setelah pensiun, mereka memutuskan untuk membangun bisnis keamanan.

Marco juga tidak serta merta ikut dalam bisnis ayahnya. Ia pernah bertugas sebagai anggota Marinir AS, tidak seperti ayahnya yang Angkatan Darat. Operasinya di Baghdad menjadi tonggak dimana akhirnya ia kembali memikirkan arah tujuan hidupnya.

Marco mengenang masa dimana ia dan pasukannya terjebak dalam bentrokan senjata di area pertempuran. Pihak musuh sempat melempar bom di tempat dia dan tim sedang berlindung. Peristiwa itu menewaskan hampir seluruh anak buahnya, dan berakibat cukup fatal pada dirinya.

Ia sempat koma berbulan-bulan ketika dikirim kembali pulang ke rumah. Dalam masa rehabilitasi dan cuti yang cukup panjang, Marco akhirnya memilih mundur dan tidak kembali bertugas. Ia masih merasa bersalah dengan situasi yang menimpa timnya saat itu. Andai waktu itu dia tidak salah perhitungan, belasan anak buahnya mungkin masih bisa diselamatkan.

 

***

"Baik, Jett. Informasi apa yang kita punya tentang serangan pada tiga pengawal Isa sebelumnya?" Marco menatap Jett.

"Setelah ditelusuri, mereka bukan bagian dari mafia Pantai Timur atau Selatan. Bukan juga suruhan kartel Meksiko."

"Kau sudah cek ciri-ciri penyerangan mereka melalui kamera pengawas?"

"Sudah. TKP sudah kembali ditelusuri. Informan kita masih bungkam. Belum berani buka suara. Tapi, akan kucoba terus."

"Apa kau bisa dapat info dari outlaw tentang siapa yang berani melakukan ini secara publik pada keponakan Teresa?"

Jett mengangguk.

"Keep safe, guys! Siapa pun yang berani melakukan hal seperti ini adalah orang bodoh atau terlalu bernyali untuk mengetahui siapa yang akan memburu mereka karena sudah mengancam pewaris tunggal Rivera."

Kelimanya tidak membantah.

"Itu saja dulu. Ash, perketat pengawalan di setiap sisi rumah ini. Bahkan kalau perlu pasang penyadap di balik karpet ruang tamu." Marco memandang Ash dan Talon. Keduanya menyeringai.

Pengamanan dirumah ini sudah sangat maksimal. Bahkan penjara federal harusnya malu dengan pengamanan yang disediakan keluarga Rivera. Keenam orang yang ada di ruangan ini bukan pengawal sembarangan.

Teresa meminta perlindungan khusus pada Marco. Kelima orang yang bertugas dibawahnya merupakan orang-orang pilihan. Tugas mereka bukan hanya melindungi Isa tapi mencari tahu siapa dalang ancaman penculikan terhadap gadis itu.

Pengamanan lapis tiga pun diberlakukan di rumah ini. Pintu gerbang masuk dan sekitar area properti ranch dengan luas lima puluh hektar pada lapis pertama. Lapis kedua, pengawalan terpusat pada area luar rumah dan di dalamnya. Terakhir, kamera pengawas yang mengintai di segala sudut rumah. Semua pengamanan diatas menyita belasan penjaga di setiap lapisnya. Hampir lima puluhan lelaki berada di sekitaran area properti untuk menjaga Tuan Putri. Tanpa terlihat. Mereka hadir tapi berusaha tidak menampakkan diri secara kentara.

Siapa juga yang nyaman dengan puluhan penjaga berlalu lalang untuk menjaganya seperti kawanan elang yang mengawasi kupu-kupu dalam hamparan bunga mawar.

Marco menggeleng sebegitu berharganya Isa Reyes Rivera untuk dilindungi keselamatan dan nyawanya. Bahkan seujung kuku pun sepertinya pantang terluka untuk gadis itu.

Lelaki macam apa yang akan bersanding dengan perempuan dengan tingkat pengamanan tinggi seperti ini. Ancaman dan bahaya akan selalu mengikutinya. Pantas saja gadis itu galak luar biasa terhadap dirinya. Ia nampak sangat kentara seperti anjing penjaga. Padahal, sudah pasti sejak lahir Isa sudah mendapat perhatian dan pengawalan lebih ketat dari saat ini.

Lamunannya terpotong dengan pemandangan luar biasa didepannya. Keempat anak buahnya sudah meninggalkan ruangan, hanya menyisakan Zayden yang saat ini berdiri dan bersiul di sampingnya.

Marco sadar posisinya sebagai penyedia jasa dan gadis yang sedang rebahan berjemur dengan bikini putih sambil berkacamata hitam besar di depannya itu hanya sebatas kerjasama bisnis.

Bermain dengan gadis kecil dengan segudang ancaman di

masa depan bukanlah langkah yang cerdas.

 

***

Isa meletakkan ponselnya di sebelah minuman dingin. Ia baru selesai menelepon Reese dan memberi tahu keberangkatannya yang tertunda ke San Lucas. Ia masih punya beberapa hari sebelum hari-H dan berharap bisa mendapat ijin dari Teresa.

Isa memutar bola mata dan menangkap sepasang mata yang sedang memandangnya dari balik jendela. Dari pantulannya, ia tahu siapa yang sedang berdiri berada di balik jendela kaca itu.

Ia meluruskan tubuhnya yang sedang telungkup nyaman diatas kursi malas di pinggir kolam. Isa menopang dagunya dengan punggung tangan sambil memperbaiki earphone yang menempel di kedua telinganya.

Isa duduk bersila dan membuka tutup sunblock.

"Sepertinya kau butuh bantuan, Nona?"

Terkejut dengan suara maskulin yang bertanya padanya. Isa menengadahkan kepala. Menatap sepasang mata yang ia cukup kenali tapi dengan wajah berbeda. Ia mengangkat salah satu alisnya.

"Zayden. Zayden Fox, datang untuk melapor, Nona Isa."

Isa tampak mengolah informasi yang baru diterimanya sebelum kemudian bersuara.

"Apakah tidak cukup satu serigala saja yang dikirim ke rumahku!" Isa menahan geli.

Zayden memandangnya, tersenyum jahil dan mengangguk.

Senyum menawan yang ditawarkan pria dihadapannya, tidak mungkin pernah menerima penolakan gadis mana pun, termasuk dirinya. Dengan gigi yang berjajar rapi dan rahang yang tegas. Serta, sepasang mata zamrud yang Isa tahu dimiliki juga oleh seseorang yang sedang berdiri di balik jendela ruang kerjanya.

Apa sih kenapa semua dikaitkan dengan lelaki gua itu! Isa menghardik dirinya sendiri dalam hati.

"Oke, Zayden. Panggil aku cukup Isa saja. Semoga kau tidak segalak Tuan Serigala lain yang ada di rumah ini."

"Tenang saja, Nona. Adik serigala akan mengabulkan semua permintaanmu. Aku lebih menyenangkan diajak bermain dibanding Kakak Serigala." Zayden menunjukkan paras jenakanya pada Isa.

"Kita anggap saja Kakak Serigala terlalu kaku dan butuh relaksasi!" Zay mengedipkan salah satu matanya dan tertawa kecil.

Isa mengumbar senyum lalu menyerahkan tabir surya pada Zayden yang kini sudah duduk manis di sebelahnya.***

 

 

Add this book to your library! Love and Vote!

IG: Tabicarra10

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status