***
"Bagaimana kondisi bahumu, Princess?" Marco masih mengelus sisi pahanya.
"Aku pikir kau tidak akan bertanya."
Marco mengecup salah satu bahunya.
"Bukan itu yang tertembak."
"Iya, aku tahu."
"Memarnya tinggal sedikit."
***Marco sedang duduk dan sarapan di meja makan ketika Isa masuk dengan setelan pilatesnya setelah berlatih di teras halaman belakang."Aha. Bagaimana tidurmu semalam, Marco?" Isa menyapanya dengan semangat.[Menyenangkan. Pemandangan indah. Andai gadisnya tahu.]"Cukup nyenyak," jawabnya.Isa tahu lelaki itu berbohong karena ia sendiri tidak bisa tidur.
***💚💚💚Tok! Tok! Marco mengetuk daun pintu dihadapannya. Menarik nafas panjang dan bersiap menuju arena pertarungan."Masuk." Ia pun masuk dan tatapan Isa sudah siap membelahnya menjadi partikel kubik yang bisa lenyap karena hembusan angin."Marco. Duduk."Isa sedang duduk di kursi kebesaran Teresa. Menghadapnya. Ia lalu duduk dan menegakkan tubuhnya.Situasi ini cukup menegangkan. Tidak pernah tersirat dalam ba
***Dua hari kemudian, mereka sudah bersiap menuju lokasi pemotretan yang dituju Isa. Marco sengaja hanya menggunakan dua mobil yang beriringan. Tim miliknya sudah disebar di sepanjang festival bunga.Ia dan Isa berada dalam satu mobil Jeep bersama. Sedangkan, Jett dan Ash berada di depan mobil mereka."Apa yang kau katakan pada Miss Fletcher tentang pemindahan lokasi dan hari pemotretan? Perempuan itu termasuk Kepala Sekolah yang cerewet dengan jadwal dan lokasi pemotretan. Aku tidak percaya, ia dapat setuju begitu saja dengan idemu, Marco."Marco mengulum senyu
***"Isa!" Marco berteriak lantang ketika tubuhnya ikut ditarik keluar menjauh dari mobil. Senjata dalam genggamannya terjatuh ketika ia terseret dengan paksa.Gadisnya meronta dalam cengkeraman pria berbadan tinggi besar dan kekar. Ia melihat pria lain menghampiri Isa untuk menangkis tangannya yang kini sedang melemparkan tinju pada pria berbadan kekar.Marco sendiri sudah dikepung tiga lelaki. Ia berhasil menjatuhkan salah satunya ketika pria itu mencoba mencekik Marco. Pria nomor satu tersungkur karena Marco langsung memelintir lehernya dengan kuncian kaki.
Spoiler:Bab cukup panjang (2,000 kata) karena mengandung adegan aksi yang sayang kalau dipotong menjadi dua bab. Selamat membaca. Ciao!***Marco POV“Tidak! Tidak! Isa! Jangan!” Marco menggeleng dan meneriakkan namanya. Berusaha begitu keras untuk bangkit tapi tidak bisa. Salah satu betisnya yang terluka diinjak dengan sengaja oleh Rage.“Bangs*at!” Marco mengumpat.Setengah lututnya mulai mati rasa.Marco berusaha mencari sepasang mata milik gadisnya yang masih menolak memandangnya. Isa
🔥🔥🔥 “Gadisnya meringkuk. Kedua tangan dan kakinya terikat. Mulutnya juga ditutup kain. Marco matanya yang membelalak seakan itulah akhir hidupnya. Ia segera meraih gadisnya menuju permukaan air. Ketika Marco berhasil mengambil nafas ke permukaan untuk dirinya. Gadisnya terkulai. Kedua mata yang tadi sempat ditangkapnya di bawah air juga sudah turut menutup.”***Ini kali kedua hidupnya terasa di neraka meski sebetulnya bukan panas neraka yang kini dirasakannya. Marco duduk membungkuk di kursi ruang tunggu unit gawat darurat.Dalam situasi seperti ini, biasanya merokok adalah obat manjur untuk melepas ketegangan yang tengah mengikat kepalanya. Tapi, beranjak satu senti dari kur
***Tepat hari ketiga kondisi Isa sudah stabil dan dokter menyampaikan perawatannya bisa dipindah ke ruangan biasa. Meski demikian, Teresa memutuskan untuk memindahkan perawatan homecare intensif ke rumah. Dengan dua perawat pribadi dan dokter yang akan selalu siap sedia.Kondisi Isa masih belum sadar dan dalam kondisi koma.Marco memasuki ruangan menuju ranjang kubikel khusus pasien. Walaupun tidak lagi ada ventilator yang membantu saluran pernafasan Isa, selang oksigen masih menempel di kedua lubang hidungnya.***“Ini hari kelima. Kau masih belum bangun juga, Princess!”
*** 💚Marco POV💚 Hari Ketujuh. Kau masih bertahan dalam tidur panjangmu, Princess. Marco meraih tangan gadisnya dan mengecup punggung tangannya. Apa kau merasakan kecupan ini? Ia lalu membelai dahi Isa yang dipenuhi bulir keringat. Tubuhnya mulai menggigil. Saat pertama kali Marco melihat seluruh tubuh Isa menggigil hebat, dalam kekalutannya ia memanggil perawat. Perawat menjelaskan menggigil merupakan reaksi normal ketika seseorang sedang mengalami peradangan apalagi jika disertai demam. Melihatnya terbaring dan belum sadarkan diri, membuat dadanya perih. Apa kau mendengar jeritan hatiku, Isa? Bisakah kau segera bangun dan kembali pulang untukku?