Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?"
"Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..."
"Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?"
Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka."
"Kalau begitu, cepat panggilkan A Lan dan suruh dia menghadapku sekarang juga."
"Laksanakan, Tuan!" Si prajurit membungkuk hormat dan bergegas pergi. Kurang kebih sepuluh menit kemudian ia kembali bersama seorang prajurit yang usianya telah mencapai pertengahan abad.
"Kau pernah melihat An Dao Dui?" Yu Shi langsung ke pokok permasalahan.
Prajurit tua bernama A Lan itu menjawab takzim, "Ya Tuan, semasa saya muda dulu."
"Seperti apa rupa mereka yang sebenarnya?"
"Wah... Hanya satu kata yang paling cocok untuk mendeskripsikan mereka; Mengerikan. Mereka tidak tinggi besar bahkan cenderung kecil, tapi mereka memiliki ilmu yang bahkan saya yakini tidak akan pernah dimiliki oleh manusia biasa lainnya. Mereka berlari secepat hantu, mereka bisa membunuh belasan orang dengan sekali tebasan pedang, bahkan pemimpinnya Song Qiu bisa langsung membunuh Jenderal terhebat dengan sekali lemparan Golok Kobaran Apinya." Dan Yu Shi bisa melihat tubuh A Lan gemetar karena takut.
"Baiklah, kau boleh pergi," Yu Shi mengibaskan tangannya dan A Lan segera berlalu dari hadapannya. Kemudian ia memanggil prajurit muda tadi. "Hanya dia saja yang mengenal An Dao Dui?"
"Tidak, masih banyak orang yang pernah melihat langsung An Dao Dui, tetapi kebanyakan mereka berada di barisan lain. Kalau di barisan kita, ya hanya A Lan saja."
"Bisakah kau panggilkan mereka kemari?"
"Baik, Tuan." Si prajurit kembali keluar. Ia lalu membawa kira-kira dua puluh orang kembali untuk ditanyai, namun jawaban mereka semua persis dengan A Lan. An Dao Dui dalam benak mereka benar-benar menakutkan selayaknya pasukan yang datang dari Neraka.
"Sudahlah Yu Shi. An Dao Dui itu benar-benar ada dan menakutkan. Panglima Liu sendiri juga berkeyakinan seperti itu, kan? Lebih baik kita ikuti saja instruksi mereka, mereka toh lebih berpengalaman dibanding kita, pasti tidak akan ada apa-apa," Cao Xun berusaha untuk menenangkan Yu Shi yang tampaknya mulai dilanda frustrasi.
Yu Shi memang sangat frustrasi. Ketakutan pasukannya akan An Dao Dui persis seperti ketakutan orang yang divonis kena penyakit mematikan. Bahkan jumlah pasukannya mulai menyusut karena banyak di antara mereka yang melarikan diri. Dan yang masih bertahan pun juga tidak berada dalam posisi baik. Mereka tidak nafsu makan, tidak bisa tidur serta uring-uringan sepanjang waktu. Bahkan Yu Shi kerap menemukan ada yang mulai membuat surat wasiat, atau surat-surat curahan hati pada keluarga ataupun kekasih mereka seakan mereka pasti mati besok harinya.
"Ketakutan mereka terlalu berlebihan! Aku curiga ini pasti akibat hasutan musuh!" Yu Shi mendesah keras.
Menanggapinya, Cao Xun hanya mengangkat bahu, "Lantas, bagaimana kau bisa meyakinkan mereka kalau anggapan mereka itu yang salah?"
***
Pasukan kekaisaran mulai bergerak menuju Song Shan. Strategi yang dipakai Panglima Liu masih sama; menyerang di pagi buta saat musuh masih terlelap.
Namun kali ini keadaan ternyata berbalik; pasukan Cheng Xi Bo-lah yang terlebih dahulu menyerang, tepat di saat bulan purnama bertengger di langit malam. Sinarnya yang pucat keperakan menerangi dengan samar-samar dunia yang kini saling berseteru. Semakin lama semakin panas semakin rusuh dan Yu Shi pun akhirnya melihatnya.
Bertubuh kerdil namun tampak kekar dan berotot, mereka muncul dari balik kabut malam yang tebal. Namun walaupun mereka semua berpakaian serba hitam dan memakai cadar penutup wajah, seluruh prajurit masih dapat mengenali siapa mereka pancaran bola mata pasukan bercadar itu menyorotkan kekejian dan keberingasan yang seakan dapat menusuk sampai jauh ke tulang. Seolah angin dingin kutub bumi tengah lewat berhembus, membekukan semua orang yang ada di sana. Dan beberapa saat kemudian, A Lan dengan tubuh gemetaran hebat dari kepala sampai kaki berseru histeris, "Pasukan Jalan Kegelapan An Dao Dui!"
Sesaat tidak ada yang berani bergerak, kemudian sekonyong-konyong pasukan bercadar itu melesat, mulai memainkan senjata mereka. Dalam hitungan menit, puluhan prajurit di barisan terdepan segera menjadi korban.
"Tidak ada gunanya ketakutan seperti itu! Maju! Serang!!!" Yu Shi berseru memberi komando. Para prajurit pun mengangkat senjata, namun bukan untuk menyerang, melainkan bertahan dari kepungan musuh serta rasa takut akan kematian. Mereka mengayunkan pedang dengan beringas, namun sepertinya usaha mereka sia-sia belaka, mereka jelas tidak bisa mengimbangi kecepatan dan keganasan pasukan An Dao Dui. Kepala-kepala naas terpenggal satu demi satu, jumlah pasukan kerajaan menyusut secara drastis, dan Yu Shi hanya bisa termangu.
"Yu Shi!!! Belakangmu!!!"
Yu Shi tidak sempat menoleh serangan itu sama cepatnya dengan seruan peringatan Cao Xun.Ia melesat menghindar tepat ketika sebuah lecutan menggores wajahnya dan kemudian menimbulkan dentuman amat memekakkan telinga tepat di belakangnya.
"Kapten muda yang amat lihai atau kau hanya bernasib mujur? Selama ini, tak ada seorang pun yang mampu menghindari Lecutan Golok Kobaran Api-ku"
Suara itu bernada khas; rendah, dingin, dan sarat dengan kegeraman. Yu Shi memandangi penyerangnya yang kini berdiri tepat di hadapannya. Lamat-lamat, ia bertanya, "Kaukah yang bernama Song Qiu?"
Cadar yang menutupi wajah si penyerang bergerak-gerak, sepertinya ia sedang tersenyum. "Anak muda yang hebat, kau bisa langsung mengenaliku dalam sekejap. Ah, benar-benar sangat disayangkan, anak muda sehebat dirimu malah ditakdirkan untuk mati."
"Bagaimana kau tahu aku pasti bakal mati?"
"Itu pasti. Kau tentunya tahu, kami pasukan An Dao Dui dijuluki pasukan dari Neraka. Kami lah yang memutuskan apakah seseorang layak atau tidak dibiarkan hidup. Kami lah sang Dewa Kematian!"
Ia berseru sembari mengayunkan goloknya. Tetapi Yu Shi lebih cepat. Ditariknya kekang kudanya, dipaksanya kudanya memutar ke belakang, dan kemudian ia sudah melesat pergi, melarikan diri. Di belakangnya, Song Qiu berseru-seru, "Percuma saja kau lari, Pengecut Cilik! Kau tak akan bisa meloloskan diri dariku!"
"Mundur! Pasukan mundur!" Yu Shi memberi aba-aba. Pasukannya yang telah terdesak dengan senang hati menuruti perintahnya, bahkan termasuk pasukan dari barisan lain.
Pasukan An Dao Dui terang saja tidak segera membiarkan mereka mundur. Di lain pihak, Yu Shi kembali berseru, "Barangsiapa yang tidak berlari dengan cepat, akan mati dibunuh An Dao Dui!!!"
Seruan Yu Shi membuat pasukannya mampu berlari lebih cepat dari seharusnya. Mereka semua berhasil menyelamatkan diri dan kembali ke kemah mereka.
"Akhirnya kau sendiripun ikut ketakutan terhadap An Dao Dui?" tanya Cao Xun. Yu Shi menggeleng. Cao Xun kebingungan. "Tapi kau sendiri yang memerintahkan kami semua untuk mundur?..." "Percuma saja melawan mereka. Mental pasukan kita sudah kalah sebelum bertempur. Pula musuh sangat pintar menciptakan efek dramatis dengan muncul dari daerah berkabut tebal serta memakai pakaian dan cadar serba hitam." Yu Shi meletakkan siku tangannya ke atas kakinya yang duduk bersila. "Dan aku juga tidak takut terhadap Song Qiu. Hanya saja kata-katanya barusan memberikanku letikan ide." Cao Xun langsung tertarik. "Ide?" "Ya," Yu Shi lantas bangkit berdiri. "Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sementara itu, tolong bantu aku mengawasi prajurit dan keadaan. Bila terjadi sesuatu, segera kirimkan si Perak kepadaku." Si Perak adalah burung merpati peliharaan Yu Shi. "Tapi kau mau pergi ke ma
Enam jam telah berlalu. Matahari pagi telah merekah menyinari ufuk timur, tapi si orang bercadar masih belum kembali juga. Yu Shi mendesah panjang. Bukan hanya tidak mendapatkan pawang, sekarang ia juga kehilangan kuda putih kesayangannya. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya karena terlalu mudah mempercayai seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Bagaimana kalau orang itu benar mata-mata? Bagaimana kalau ini semua ternyata adalah permainan Cheng Xi Bo untuk menjebaknya? Ia merosot jatuh, bersimpuh pasrah di atas tikar kemahnya, lantas menggelengkan kepala kuat-kuat. Gagallah sudah rencana terakhirnya, akhirnya ia hanya bisa membiarkan nyawanya berakhir di sini. sekarang. Dan setelah di akhirat nanti, ia masih harus menghadap arwah keluarga dan leluhurnya yang pastinya meminta pertanggung jawabannya, mengapa ia gagal mewujudkan misi suci ini. Seorang prajurit menerobos masuk ke dalam kemah dengan terburu-buru, "Tuan! Pasuk
Dengan berhasil dikalahkannya An Dao Dui, maka kekuatan Cheng Xi Bo secara drastis berkurang jauh. Hanya dibutuhkan beberapa hari untuk menumpas habis pemberontakan itu. Cheng Xi Bo sendiri terlalu malu untuk mengakui kekalahannya bunuh diri dengan menebas lehernya sendiri, dan mayatnya ditemukan tak jauh di tepi sungai Jiang Chang. Panglima Liu menepuk pundak Yu Shi dengan bangga. "Kaulah penentu kemenangan ini, Li Run Fang! Bila kau tidak mendapatkan ide tersebut, malah mungkin kita yang akan dibunuh oleh Cheng Xi Bo!" Yu Shi menundukkan kepalanya, menjawab dengan nada penuh kerendah hatian. "Jenderal terlalu memuji Ide itu pula bisa saya laksanakan berkat bantuan seseorang" Namun ia tak berhasil menemukan penolong misteriusnya. Para pawang menolak untuk memberitahukan identitas si cadar, dan kudanya tiba-tiba saja telah terikat di samping kemahnya. "Kita akan sege
"Puteri Pertama, Puteri Kedua dan Puteri Ketiga, telah tiba!" Seruan sang pengumandang lah yang mampu mengalihkan perhatian seluruh aula dari Yu Shi. Mereka segera memutar tubuh seraya menghaturkan hormat pada ketiga puteri yang kini berdiri di singgasana kerajaan. "Hormat kepada Yang Mulia Puteri. Semoga Yang Mulia sekalian diberkati Langit dan panjang umur sampai sepuluh ribu tahun!" Yu Shi pula ikut menghaturkan hormat pada ketiga puteri tersebut, seraya memandangi mereka dengan seksama. Ia sudah tahu, Kaisar Liang tidak memiliki putera seorangpun walaupun ia telah bercinta dengan sebanyak mungkin wanita yang diinginkannya, Langit hanya berkenan memberikannya tiga puteri mahkota. Puteri pertama Liang Ying Lan persis seperti desas-desus yang beredar, sangat cantik dan menawan. Ia pula terkenal pintar, handal, dan berkharisma. Semua orang - pria dan wanita senantiasa bersedia tunduk
"Kenalilah musuhmu, kenalilah dirimu sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah Langit, kenalilah Bumi, maka kemenanganmu akan menjadi lengkap." Dengan tegas dan gamblang, Yu Shi memaparkan isi dari Kitab Seni Perang Sun Tzu seperti yang diminta Kaisar Liang. Kaisar paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, kekaguman yang terpancar dari sorot matanya semakin besar. Begitu pula dengan para menteri dan pejabat pemerintahan lain yang duduk menatapnya dari sudut ruangan yang lain. "Bagaimana dengan sastra dan kebudayaan? Kau juga menguasainya seterampil kau menguasai bidang ini?" Perdana Menteri bertanya. "Ya, Tuan. Saya juga menguasainya." Selanjutnya Yu Shi menjabarkan beberapa karya sastra klasik yang telah dipelajarinya berulang kali - karya sastra pilihan yang menurut Tuan Li pasti akan dapat memenangkan hati siapapun yang mengujinya. Dan benar saja, k
Si pemuda balas menatap Yu Shi, kemudian berseru, "Jalan!" Nampaknya pemuda itulah ketua kerumunan tersebut, karena mereka semua dengan amat patuh mengikuti komandonya. Yu Shi membawa mereka ke dalam sebuah ruangan kecil. Ia menutup semua pintu dan jendela, dan setelah memastikan tidak ada orang luar dapat menguping, ia berujar, "Mengapa kalian semua begitu bodoh? Bukankah sudah kubilang berkali-kali, jangan bertindak sembarangan. Apalagi sampai masuk menyerbu istana!" Nada suara Yu Shi sarat dengan kemarahan. Namun seakan tidak mau kalah, si ketua massa membalasnya dengan berapi-api, "Tuan... Anda sendiripun tidak memberikan kami kesejahteraan seperti yang dulu Anda janjikan! Padahal Anda bilang, bila kami mengikuti Anda, kami akan memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan hidup!" Kerumunan massa ikut berseru-seru. Cao Xun menukas, "Kalian pikir semua hal bisa dicapai semudah membalikkan lidah? Kali
Betulkah demikian? "Tolong! Tolong aku!!!" Yu Shi, Cao Xun serta Feng Lan segera menoleh. Tidak jauh dari mereka, massa mantan pasukan Cheng Xi Bo tampak tengah menyandera Xiu Lan. Salah seorang di antaranya menukas, "Wah, Tuan Putri yang satu ini sudah muda lagi cantik, pas sekali untuk bersenang-senang!" Fu Liu menyeringai mengerikan, "Kita bebas mempermaikannya sesuka hati, dia milik kita sekarang. Paduka Kaisar pasti juga menyetujui perbuatan kita ini." Ia menjilat bibirnya. Wajah Xiu Lan benar-benar putih pucat sekarang. "Kalian mau apakan aku?!... Jangan!..." "Ka..." Tapi belum sempat Yu Shi melanjutkan kalimatnya, Fu Liu membelalakkan bola matanya seakan tengah memberi sebuah isyarat. Yu Shi lantas mengerti apa maksud sebenarnya Fu Liu menyandera Xiu Lan. Yu Shi lekas mencabut pedang kebesarannya dari pinggangnya. Sambil mengacungkannya
Terlalu shock mendengar pertanyaan Feng Lan, tanpa sadar Yu Shi membelalakkan matanya. Begitu juga Cao Xun, menatap Feng Lan dengan tak percaya. Ekspresi ketakutan mereka berdua membuat Feng Lan tersenyum lebar. "Ternyata dugaanku benar," bisiknya lirih. "Kau memang seorang pangeran..." "Putri, saya mohon hentikan canda Anda ini! Terlalu berbahaya! Bila ada orang mendengar, mereka akan mengira saya sedang meninggikan status saya dan..." "Mantan Pangeran... dari Kekaisaran yang telah hancur." Feng Lan meraih sebuah buku sangat besar lagi tebal, meletakkannya di atas meja kemudian membukanya dengan cepat. Buku berisikan potret gambar orang-orang tersebut membalik cepat, dan berhenti di selembar halaman dengan potret seseorang yang membuat wajah Yu Shi memucat bagaikan membatu. "Kaisar Han Ming Shi, bergelar Wen Xing, merupakan kaisar kedua puluh lima dari generasi Han serta kaisar denga