Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu, rumah tangga Keysia dan Devan masih sama hambar seperti saat dulu hari pertama. Setiap harinya mereka melalui hari-harinya dengan perdebatan-berdebatan kecil yang sebenarnya itu bukanlah sepatutnya diperdebatkan. Seperti sekarang ini, Keysia sedang membantu Devan memakaikan dasinya.
Dengan balutan dress rumahan, Keysia nampak sudah cantik. Kini, ia sedang memperhatikan penampilannya didepan cermin yang ada dihadapannya hingga suara pintu yang terbuka membuat Keysia mengalihkan atensinya.
“Kau sudah selesai?” tanyanya pada suaminya— Devan yang terlihat baru saja keluar dari ruang ganti dengan balutan setelah jas yang membungkus tubuh kekarnya.
”Ya, bantu aku untuk memakai dasi!” pintanya seraya mengulurkan sebuah kain panjang yang memiliki warna senada dengan jas yang dikenakannya.
“Kau kan bisa mengenakannya sendiri!” seru Keysia. Gadis itu beranjak dari kursi yang kini sedang didudukinya lantas berdiri menghadap Devan yang masih menatapnya.
“Apa kau mau menolak perintah dari suami mu?” seru Devan.
Mendengar kata suami yang terlontar dari bibir Devan, telinga Keysia serasa tergelitiki.
“Kenapa kau diam saja?” seru Devan lagi.
“Tidak kenapa-kenapa, suamiku,” ujar Keysia. Gadis itu menegaskan kata 'suamiku' membuat Devan merasakan hal yang sama.
“Hm, cepat pakaikan dasi ku!” pintanya dengan nada memaksa.
“Kau pakai sendiri saja, aku akan segera turun untuk menyiapkan sarapan,” seru Keysia seraya memutar tubuhnya hendak berlalu meninggalkan Devan yang kini masih setia pada posisinya. Namun, langkah Keysia terhenti dengan tiba-tiba tatkala lengan kekar Devan menahan pergelangan tangannya.
“Kau benar-benar berani menolak perintah ku?!” serunya kesal.
“Memangnya kenapa tidak berani?” Keysia mengangkat sebelah alisnya
“Apa kau percaya kalau aku bisa menghukummu kalau kau berani menolakku?!” Devan tersenyum menyeringai membuat Keysia bergidik ngeri.
“Memangnya kau ingin memberikan hukuman apa jika aku menolak?" Tanyanya. Mendengar itu, Devan seakan diberikan kesempatan dalam kesempitan. Devan melangkahkan kakinya mendekati Keysia membuat jantung gadis itu berdengup dengan begitu kencangnya.
“Kau ingin melakukan apa?” tanya Keysia.
“Memangnya apa?” Devan kembali bertanya.
Drt...
Drt....
Drt...
Dering ponsel yang terdengar dengan begitu nyaring itu terpaksa membuat Devan mengurungkan niatnya. Laki-laki itu lantas melepaskan tangan Keysia dan mengumpat kesal sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengambil ponselnya dan menerima telfon dari sekretarisnya— Argan.
“Kenapa?” tanya Devan dengan nada kesal.
“Kau kenapa belum sampai hingga sekarang? Apa kau lupa pagi ini ada rapat?!” seru Argan.
“Aku tidak pikun, ini masih terlalu pagi!” balas Devan penuh kekesalan karena Argan mengacaukan niatnya. Tanpa menunggu balasan, Devan langsung memutuskan sambungan telfonnya dan langsung mengenakan dasinya dan mengabaikan Keysia.
“Aku akan turun terlebih dahulu,” pamit Keysia yang langsung bergegas keluar dari kamarnya.
**********
“Sarapannya sudah aku siapkan,” Ujar Keysia tatkala melihat Devan hendak melintasinya.
“Aku tidak sarapan, kau makan saja sendiri!” Balasnya tanpa sedikitpun menoleh kearah Keysia. Kaki jenjangnya terus melangkah keluar bersamaan dengan tatapan dinginnya.
“Setidaknya minumlah dulu kopimu!” Seru Keysia dengan sedikit berteriak.
“Kau habiskan saja semuanya, aku sudah terlambat ada meeting dengan clien pagi ini!”
Keysia ternganga mendengar jawaban suaminya. Lantas gadis itu menatap makanan yang sudah susah payah ia siapkan. “Sungguh tidak bisa menghargai kerja keras orang lain,” Gerutunya kesal.
Keysia menarik kursi yang biasa ia duduki dengan sedikit kasar kemudian mendaratkan tubuhnya dan mulai mengambil sarapan untuk dirinya sendiri.
“Hufttt tidak apa-apalah setidaknya aku tidak akan terjebak kecanggunangan dengan dia,” Ujar Keysia seraya menghela nafas lega.
**********
“Baik, terima kasih sampai ketemu lagi Minggu depan, Tuan Rey!” Devan dan cliennya yang disapa dengan nama Rey itu saling berjabat tangan. Tidak lupa pula keduanya sama-sama melemparkan senyuman.
“Baik, sampai ketemu lagi,” Balas Rey. Keduanya lantas sama-sama menurunkan tangannya.
“Mari saya antar!” Argan mempersilahkan clien Devan untuk keluar dan laki-laki itu pun langsung mengiyakan. Sedangkan Devan, ia langsung berlalu kembali menuju ke ruangannya.
Sesampainya di ruang kerjanya, Devan langsung mendaratkan tubuhnya di kursi kebesarannya. Devan melemaskan tubuhnya pada sandaran kursi, salah satu kakinya ia naikkan pada kaki yang satunya lagi serta tangannya yang terlipat didepan dada. Matanya ia pejamkan dan otaknnya menerawang jauh pada kegiatan pagi harinya yang sempat tertunda.
Seulas senyum tipis tiba-tiba terukir diwajah Devan. Namun, saat ia mendengar suara pintu yang terbuka senyumnya seketika memudar. Dibukanya matanya dan dibenarkannya posisi duduknya. Tatapannya tiba-tiba berubah menjadi kesal saat mendapati Argan kini telah duduk dihadapannya.
“Kenapa kamu?” Tanya Argan.
“Tidak apa-apa, aku belum sarapan,” Ujar Devan.
“Mau aku temenin cari sarapan?” Tawarnya.
“Tidak perlu, kamu itu hanya mengganggu. Aku akan pergi dengan Anna saja!” Devan segera beranjak dari tempat duduknya dan segera bergegas menuju ke rumah Anna. Namun saat suara Argan kembali mengintrupsi namanya, Devan terpaksa kembali menghentika langkahnya.
“Kenapa?” Tanyanya seraya mengangkat sebelah alisnya.
“Minggu depan kan Joy menikah sama kekasihnya, lo mau datang sama siapa? Anna atau Keysia?”
“Entahlah, aku akan memikirkan itu nanti,” Balas Devan yang kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang kerjanya.
“Hah, sialan memang setiap hari pergi kencan dan aku disini begitu mengenaskan bersama dengan tumpukan berkas-berkas ini,” Keluh Argan. Ia lantas memindah posisinya menjadi duduk di kursi kebesaran milik Devan.
**********
Keysia terlihat sedang menikmati camilan didepan ruang televisi. Matanya begitu fokus dengan sinetron yang kini sedang ditontonnya dan sesekali tangannya memasukkan camilan kedalam mulutnya.
“Nyonya Keysia,” Panggil Bi Eli. Setelah satu minggu menikah, Devan memanggilkan asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan Keysia, dan tentunya itu harus melalui perdebatan-perdebatan kecil terlebih dahulu karena Keysia merasa bisa mengerjakan urusan rumah sendiri.
Keysia memutar tubuhnya menoleh kearah sumber suara. “Kenapa, Bik?” Tanyanya.
“Saya mau ijin ke supermarket dulu, Nyonya. Ada beberapa keperluam dapur yang sudah habis,” Ujarnya.
“Ah, tidak perlu biar Key saja yang keluar untuk membeli,” Ujar Keysia. Lantaran dirinya segera beranjak dari duduknya dan menghampiri Bi Eli.
“Tidak perlu, nanti Nyonya kerepotan,” Tolak Bi Eli. Tentu saja Bi Eli merasa sungkan jika setiap berbelanja selalu saja majikannya.
“Tidak apa-apa, berikan catatannya kepadaku!” Keysia mengulurkan tangannya meminta catatan keperluan dapur yang harus ia beli disepermarket nanti.
“Sungguh tidak perlu, Nona!” Tolak Bi Eli.
“Tidak apa-apa, aku sungguh merasa bosan jika harus berduduk diam sambil makan camilan. Hidupku ini seperti ratu saja tidak pernah melakukan aktivitas apa-apa,” Ujarnya.
“Kan memang benar, bukannya Nyonya Key ratunya Tuan Devan disini,” Goda Bi Eli.
“Ah bibi, masih ada ratu yang lain,” Ujar Keysia.
“Maksud Nyonya?” Tanya Bi Eli yang memang tidak paham. Pasalnya hampir satu bulan dirinya bekerja di rumah Key dan Devan perempuan paruh baya itu tidak pernah mendapati Devan yang pulang membawa perempuan atau Devan dan Key bertengkar karena perempuan lain.
“Ah tidak apa-apa, aku hanya asal bicara. Kemarikan catatannya!” Serunya.
“Nyonya yakin mau belanja?” Bi Eli kembali memastikan.
“Iya!” Kysia langsung mengambil alih catatan yang bi Eli pegang.
“Ya sudah, Key berangkat dulu, Bi,” Pamitnya seraya bergegas keluar dari rumahnya.
“Ya sudah, hati-hati dijalan,” Ujar Bi Eli kemudian segera membalikkan badannya menuju ke dapur.
Keysia nampak sedang berdiri didepan rak yang menyimpan begitu banyak keperluan dapur. Jari-jemari lentiknya menyusuri masing-masing botol nutella yang ada dihadapannya kemudian mengambil salah satu dan menyimpannya kedalam keranjang belanjaannya.“Sepertinya sudah semua,” Gumam Keysia seraya mengecek bahan belanjaanya yang sudah disimpan didalam keranjang.Setelah benar-benar memastikan tidak ada yang kurang, lantas Keysia s
Makan malam sudah berakhir lima belas menit yang lalu, Keysia nampak sedang merapikan tempat tidurnya sedangkan Devan sibuk di ruang kerjanya.Dering ponsel yang terdengar begitu nyaring itu menyita atensi Keysia untuk mengintip siapa yang menelfonnya. Keysia mempercepat aktivitanya kemudian bergegas menerima telfon dari Nana.“Ada apa?” Tanya Keysa. Kakinya melangkah menuju sofa yang berada disudut kamarnya kemudian mendaratkan tubuhnya.
Devan menutup perlahan pintu kamarnya, laki-laki itu mendapati Keysia yang tengah duduk berselonjoran diatas tempat tidurnya dengan sebuah buku yang berada digenggamannya. Keysia nampak begitu fokus dengan buku yang kini sedang dibacanya hingga kedatangan Devan pun tak membuat ia mengalihkan atensinya.Devan mendudukkan dirinya disebelah Keysia dengan posisi yang sama, berselonjoran. Tangannya terulur untuk meraih ponsel yang ada di atas nakas sebelah tempat tidurnya kemudian memainkannya.
Keysia segera memalingkan wajahnya saat sedikit lagi Devan hendak mencapai bibir merah muda milik Keysia membuat laki-laki itu lagi-lagi gagal untuk mendapatkan bibir yang sudah lama ia damba.“Ekhem, aku akan tidur terlebih dahulu, kau makan saja buah itu!” Keysia segera merebahkan tubuhnya dan menarik selimut sebatas dada. Keysia merubah posisinya menjadi miring kemudian segera memejamkan matanya meskipun rasa kantuknya kini telah sirna.Sedangkan Devan, ia kemudian membenarkan posisinya, meletakkan kembali garpu yang dipegangnya dan disimpannya piring tersebut diatas nakas sebelahnya. Televisi yang masih menyala itupun segera ia matikan.Lantas, Devan beranjak dari tempat tidurnya dan belalu menuju ke tempat kerja yang berada disebelah kamarnya. Devan langsung mendaratkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kedua kakinya yang disimpan diatas meja, tubuhnya yang menyandar sepenunya, mata terpejam serta salah satu tangan yang diletakkan diatas peipisnya.I
“Nona,” Sapa laki-laki itu membuat Keysia menoleh ke sumber suara.“Kita bertemu lagi,” Ujar laki-laki itu dengan seulas senyum manis diwajah tampannya.Keysia nampak mengerutkan dahinya mencoba mengingat siapa laki-laki yang mengajaknya berbicara hingga akhirnya, “Anda yang waktu itu menolong saya kan?”
Devan nampak selesai dari acara membersihkan dirinya. Tubuhnya yang hanya dibalut oleh handuk berwarna putih sebatas pinggang terlihat keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih sangat basah. Sangat tampan bagi siapapun yang memandang. Tubuhnya begitu atletis.“Mana baju ganti ku?” Tanya Devan. Ia mendekati Keysia yang sedang asik membaca bukunya.Lantaran Keysia menoleh kearah Devan yang masih bertelanjang dada, sontak Keysia segera memalingkan wajahnya. “Apa kau sengaja tidak memakai b
“Iya sebentar!” Seru Keysia seraya mempercepat langkahnya menuju pintu utama.Suara ketukan pintu pun tidak lagi terdengar sesaat setelah Keysia menyahutinya hingga tak berselang lama kemudian pintu bercat coklat kehitaman itu akhirnya terbuka dan menampakkan sosok Nana.“Lo lama sekali membuka pintunya!” Seru Nana.“Iya maaf,
Suasana malam kini begitu riuh didalam sebuah ballroom hotel yang sedang digunakan untuk mengadakan sebuah pesta pernikahan. Ya, pesta pernikahan yang saat tidak dinanti-nantikan Keysia, pesta yang sangat enggan untuk gadis itu hadiri.Sepasang pengantin pun terlihat saling menyapa tamu yang ada. Rona bahagia jelas terpancar begitu nyata diwajah keduanya, terlihat dari senyuman yang mengembang dari kedua mempelai.Dua orang laki-laki serta satu perempuan terlihat sedang berjalan menghampiri sang mempelai yang sedang