Share

3. Brengsek!

     Pagi yang cerah matahari bersinar sangat indah. Naya merasa ada cahaya yang mengganggu penglihatannya, perlahan dia membuka mata. 

     "Hengg..." 

     Naya  mengulet ingin merentangkan tangan namun badannya terkunci oleh tangan Leon yang masih  berada di pinggangnya. Dia menatap Leon yang masih memejamkan matanya, Leon terlihat begitu tampan dengan rahang yang mengeras dan wajah yang begitu keren, setiap pahatan muka Leon sangat indah. Naya teringat dengan kejadian tadi malam saat Leon menenangkan dirinya. Dia merasa salah menilai Leon, Leon yang dia anggap dingin ternyata tidak, dia sangat hangat. Sepanjang malam Naya benar-benar merasakan kehangatan dari tubuh Leon.  

     "Kau sudah bangun?" tanya Leon yang masih memejamkan matanya. 

     "Sudah, baru saja." 

     "Bagaimana? Apa tadi malam kau mimpi buruk?" 

     "Tidak, aku tidur sangat nyenyak." 

     "Berati sekarang kau telah baik-baik saja." Leon mengelus kepala Naya dengan lembut dan merenggangkan pelukannya. "Aku harus pergi bekerja hari ini, kau tetaplah dirumah." 

     Naya mengangguk dia mengganti posisi menjadi duduk, sambil menatap kepergian Leon keluar dari kamarnya sambil tersenyum. 

     Setelah Leon keluar dari kamarnya, Naya segera menyanggul rambutnya lalu merapikan tempat tidur. Dia berniat untuk membuat sarapan pagi sebelum Leon pergi ke kantor. Namun saat Naya keluar dari kamarnya, dia melihat anak buah Leon sudah menyusun  piring-piring di meja makan dan sudah ada nasi goreng di atas meja. 

     "Selamat pagi," ucap salah satu anak buah Leon saat melihat Naya yang sedang berdiri mematung di depan pintu kamarnya sambil membungkuk. 

     Naya balas membungkuk lalu membantu anak buah Leon. "Tidak usah ikut membantu nyonya, kami hampir selesai." 

     "Ahh... Tidak, sel--" 

     "Biarkan saja mereka yang melakukannya Naya." suara berat itu muncul dari belakang, Naya yakin itu adalah Leon.  Dia berbalik, benar sekali Leon berdiri sambil merapikan kemejanya. 

     "Lalu aku harus apa?" 

     "Kau... Ikut aku," ucap Leon dengan nada dingin masuk kedalam kamarnya. Naya langsung berjalan menuju kamar Leon. 

     "Ini bawa semua pakaian mu." Leon menunjuk paper back yang berada di atas tempat tidurnya.  Naya melongo saat melihatnya. Karena paper back itu sangat banyak dan mereknya sangat ternama yang Naya tau itu harganya sangat mahal. Naya juga binggung kapan Leon membeli ini semua untuk dirinya. 

     "Semuanya?" tanya Naya masih tidak percaya. 

     "Iya semua, kenapa, kurang?" 

     "Kebanyakan! aku kan bisa ambil bajuku dirumah, sekalian menemuin ayah dan ibuku." 

     "Kau tinggal dirumahku tidak 1 atau 2 bulan, Tapi bertahun-tahun." 

     Naya bungkam dia lupa dengan itu semua. Sekarang dia punya ikatan  dengan Leon, tidak tau sampai kapan. 

     "Oh iya, ini ponsel baru mu. Jangan temui ayahmu sendirian, aku harus memastikan mafia yang mengejar-ngejar keluarga mu itu sudah tidak ada di lingkungan keluarga mu lagi." 

     "Hmm... Baiklah." 

     "Aku juga sudah memasukkan nomorku dan nomor seluruh anak buahku dari gedung timur, selatan dan barat. Jadi paling tidak setiap kau berjalan kemanapun bawa ponsel mu." 

     Naya mengangguk mengambil ponselnya lalu menyicil membawa paper back yang berisi bajunya keluar dari kamar Leon ke kamarnya. 

     "Biar anak buahku saja yang membawanya, aku tidak ingin kau kecapeaan." Leon berjalan mendekati Naya yang berdiri di depan pintu kamarnya. Dia menarik tangan Naya menuju meja makan yang telah di siapkan oleh anak buah Leon.  

     Naya sedikit terkejut melihat banyaknya kursi dan banyaknya piring yang berjejer. 

     "Ayo sarapan," ucap Leon dengan nada dingin. Seluruh anak buah Leon berjalan menuju meja makan, ini adalah ritual Leon dan anak buahnya,  selalu makan bersama di pagi hari.

     "Tidak perlu terkejut melihat kami nyonya," ucap anak buah dengan name tag bernama Luke. Naya hanya tersenyum. 

     Naya melihat Leon yang lebih dulu membiarkan anak buahnya mengambil makanan, dia hanya memandang anak buahnya dengan membungkam. Naya yang seakan mengerti, saat piring nasi begilir kearahnya, Naya langsung berdiri menyendokkan nasi goreng beberapa kali ke piring Leon. Seluruh mata tertuju kepada Leon dan Naya, begitupun dengan Leon yang ikut menatap Naya. Naya hanya tersenyum. 

     "Makan yang banyak, kau membutuhkan banyak energi untuk bekerja." 

     "Terimakasih," ucap Leon dengan nada dingin.

     Setelah menyendokkan nasi goreng untuk Leon, Naya baru menyendokkan nasi goreng ke piringnya. Dia tidak begitu menyukai  sarapan sebetulnya, karena biasanya dia hanya minum  segelas susu di pagi hari. Namun sekarang dia rasa, dia harus makan nasi, karena kalau tidak, maghnya akan kambuh karena belum mengisi apapun dari kemarin. 

     Tidak perlu menunggu lama, Leon dan anak buahnya selesai makan, begitupun dengan Naya. Leon langsung berangkat kerja. Sedangkan anak buah yang lain,  menyusun piring dan sebagian menyuci piring dan sebagian yang lain ada yang membereskan meja dan juga sudah ada yang berdiri di posisi masing-masing. Sedangkan Naya membantu anak buah Leon merapikan piring. 

     "Hello everybody!!" pekik seorang wanita yang terlihat lebih tua dari Naya. 

     "Kau pagi-pagi sudah teriak-teriak, Nara," ketus salah satu  anak buah Leon yang berdiri tak jauh dari wanita tersebut. 

     "Kau ya dit, pagi-pagi itu harus memberikan energi yang positif dan memberikan senyuman yang luar biasa agar pekerjaan kita terasa menyenangkan. Ini tidak, pagi-pagi sudah ketus. Makan apa kau tadi? makan cabe ya? Pantes pedes." wanita itu berjalan meninggalkan anak buah Leon bernama Adit tersebut sambil terkekeh. 

     "Kata Luke ada gadis cantik ya disini? Dimana dia?" tanya wanita itu kepada anak buah Leon yang sedang mengelap meja makan.

     "Itu disana, sedang merapikan piring bersama yang lain." 

     Wanita itu berjalan mendekati Naya. Naya sedikit merasa takut dengan tatapan wanita itu. 

     "Hay, hello, Anyeong. Namaku Angelina Aksa Deynara. Nama mu Naya ya?" ucap wanita itu mengelurkan tangannya. 

     "Iyaa aku Naya." 

     "Akhirnya aku punya teman cewek disini!" teriak Nara kuat sambil melompat-lompat. 

     "NARA..." ucap seluruh anak buah Leon menatap Nara.

     "Jangan berteman dengan mereka, mereka tidak asik." Nara menarik tangan Naya. "Apakah kau sudah mandi? Aku ingin mengajak mu ke tempatku bekerja." 

     "Belum." 

     "Kalau begitu, mandilah terlebih dahulu, aku akan menunggumu di ruang tengah itu." Nara menunjuk ruang tengah yang berada di ujung. 

     Naya berniat mengajak Nara untuk menunggunya di kamarnya, sekalian bercerita tentang Leon. Sepertinya Nara mengenal Leon lebih banyak. 

     "Bagaimana jika kau menungguku di kamarku?" 

     "Boleh juga, yang mana kamar mu?" 

     "Ayo ikuti aku." Naya berjalan lebih dulu diikuti oleh Nara. 

     Sampai di kamar Naya, Nara terkejut dengan paper back yang berada di lantai dengan merek yang terkenal. Nara sudah tau, pasti semuanya di belikan oleh Leon. 

     "Maaf berantakan," ucap Naya menggeserkan paper backnya. 

     "Ahh... Tidak apa-apa, ini semua pasti dari Leonkan?" 

     Naya mengangguk. 

     "Ayo kita bereskan bersama, sambil bercerita. Aku tau pasti banyak yang ingin kau tanyakan kepadaku." 

     "Apa ini bisa disebut menggosip?" 

     "Tidak... kita ini mau menginterview sifat manusia, jadi ini bukan menggosip, okey," celetuk Nara berjalan membuka lemari lalu mengambil hanger yang tergantung. 

      Naya hanya tersenyum melihat Nara yang terlihat begitu asik.

      "Kau harus berhati-hati dengan Leon," ucap Nara memulai pembicaraan. 

     "Mengapa?"

     "Dia tidak suka keributan, dia tidak suka di bentak, dia tidak suka jika kita menatapnya dengan tajam." 

     "Iya aku tau soal itu, dia memberi tahuku tentang itu." 

     "Tapi apa kau menyadari sesuatu? Dia sendiri yang terkadang membentak dan menatap tajam orang-orang dan berbicara dengan nada yang dingin," ucapan Nara membuat Naya sadar dengan hal itu. 

      "Dia benar-benar dingin ternyata," ucap Naya sambil memikirkan kejadian tadi malam, saat Leon terlihat sangat hangat kepadanya. 

     "Sangat amat dingin, dia juga kejam dalam membunuh..." ucap Nara merendahkan kalimat akhirnya sampai Naya tidak bisa mendengarkan kalimat terakhir yang Nara ucapkan tersebut.

     "Kejam?" 

     Nara mengangguk, "Dari awal aku bekerja disini, aku sudah mengetahui hal itu, dia  sangat kejam, dia tidak pernah memperdulikan sekitar. Dia sedikit acuh dengan siapapun dan sangat di takuti. Kau adalah orang yang beruntung di perlakukan baik oleh seorang Leon yang berhati es berwajah datar namun tampan." 

     "Kau bekerja sebagai apa disini?" 

     "Aku seorang dokter, dan penjaga bagian cctv di gedung timur."

     "Sebenarnya apa pekerjaan Leon? Kenapa rumahnya harus di awasi?" 

     "Pekerja disini tidak hanya menjaga rumah Leon, mereka juga membidik dan mendengarkan hal-hal yang tidak beres di kantor, di bar dan tempat-tempat usaha milik Leon yang sudah tersebar luas di kota ini. Setiap bagunan sudah punya pekerjaannya masing-masing, ahh... Jika ku jelaskan akan sangat panjang, dan kau akan mengantuk mendengarkanku mendongeng, yang panjang, kali lebar, kali tinggi, di bagi dua seperti rumus matematika. Kalau pekerjaan Leon, dia sebagai CEO di salah satu perusahaan ternama dan pemilik bar, club, restaurant dan tempat-tempat lainya, jika kau sering mendengar nama Prince itu milik dirinya."

     "Aku pikir dia seofang mafia," ucap Naya berhasil membuat Nara bungkam. 

     "Sudah ku duga, wajah mu sangat mengerikan Leon. Dia pasti akan segera mengetahui kalau diri mu juga seorang mafia yang suka menyeludup barang-barang terlarang yang akan di jual mahal ke luar negeri Leon," ucap Nara dalam hati.

     "Ahh... Tidak mungkin, Leon bukan orang yang seperti itu." 

     "Tapi mengapa rumahnya sangat jauh dari penduduk?" 

     "Dia sangat menyukai kesunyian Naya. Makanya sepanjang hidupnya hingga sekarang, dia belum pernah memiliki pacar, boro-boro punya pacar, dia selalu berkata dingin dan ketus kepada seluruh wanita kecuali ibunya." 

     "Aku pikir kamu pacarnya." 

     Nara terkekeh, "Aku sama dia bagaikan langit dan bumi. Aku orangnya lasak dan suka keramaian, sedangkan dia suka kesunyian, itu hal yang mustahil untuk bersama. Lagian aku sudah memiliki pacar, dia temannya Leon, bernama Steffen. Aku akan mengenalkanmu di akhir bulan ini. Karena Leon akan mengadakan perkumpulan." 

     "Kalau aku boleh tau, apa yang membuat Leon dingin?" 

     "Masa lalu." 

     "Masa lalu?" 

     "Iya, masa lalu yang menuntutnya menjadi seperti ini. Aku tidak bisa menceritakan hal ini kepadamu. Ini adalah privasi Leon, jika kau penasaran, kau bisa bertanya kepadanya langsung."

     "Hmm... Oke Baiklah."  

     "Sudah sana mandi, kau ingin memakai pakaian yang mana?" tanya Nara  sambil menggantungkan pakaian baru Naya kedalam lemari. 

     "Aku ingin memakai hoodie over size itu, dengan celana jeans panjang itu." 

     Nara memberikan pakaian yang telah Naya pilih. Naya langsung masuk kedalam kamar mandi  dan membersihkan tubuhnya. 

****

     Leon memejamkan matanya, dia sangat lelah mengurus berkas-berkas yang semakin hari semakin menumpuk di mejanya. Saat dia memejamkan matanya, bayangan tadi malam muncul di kepala Leon, dia merasa Naya seperti dirinya di umur 8 tahun. Menangis di saat mimpi buruk hingga seluruh tubuhnya bergetar.  Selalu ingin di peluk namun tidak akan ada yang mau memeluknya dulu. Jika dia mengadu mimpi buruk kepada sang ayah maka bukan pelukan yang akan dia dapatkan, melainkan tamparan dari sang ayah yang menganggap dirinya sebagai lelaki lemah. 

     "Ayah..." panggil Leon pelan. Sosok pria kejam itu muncul di kepalanya sekarang. Pria yang sangat dia takuti, yang selalu menuntut anaknya melakukan setiap hal dengan sempurna.

     Tok tok 

     Suara pintu membuyarkan semuanya. Leon membuka matanya. 

     "Masuk," ucapnya dengan nada dingin. 

     "Ayah mu datang tuan." 

     Deng...

     "Apa yang ayah inginkan datang kemari," ucapnya dalam hati. 

     "Suruh dia masuk dan siapkan 2 gelas teh dengan gula yang sedikit," ucap Leon melepas kaca matanya dan mengancing jasnya.

     "Leon..." panggil Sang ayah ketika masuk kedalam ruangannya dengan 2 body guard. 

     "Selamat pagi ayah, mari duduk bersama disini," ajak Leon dengan sopan. 

     Ayah Leon yang akrap di panggil Darma itu duduk di depan Leon. 

     "Apa yang membuat ayah datang kemari?" tanya Leon membuka  pembicaraan. 

     "Apakah ayah mu tidak boleh datang ke kantor anaknya?" 

     "Tentu saja boleh," ucap Leon dengan senyum yang mengembang.

     "Kau terlihat sangat pucat, apakah pekerjaan mu sangat banyak?" 

      "Lumayan, aku membuka cabang bar di Kanada dan America sekarang, jadi  aku sedikit lebih sibuk dari biasanya." 

      "Aku ingin membuat mu sangat sibuk, karena akan ada senjata dan narkoba datang malam ini." Leon langsung menyeringgai, ayahnya buka seperti ayah yang lain. dia bukan ingin membantu meringankan pekerjaan sang anak melainkan ingin memberatkan pekerjaan sang anak.

      "Berapa banyak?" tanya Leon, menyeruput tehnya yang baru saja datang. 

     "30 karung narkoba dan 100 senjata." 

     "Baiklah, aku akan pulang cepat hari ini." 

     "Aku harap kau tidak membuat kesalahan, jika kau membuat kesalahan dalam menjualnya, aku bisa saja melakukan hal kejam kepada mu." 

      Leon menyeringgai ke arah sang ayah, "Kau masih sama seperti dulu, masih suka menyiksa anak semata wayang mu ini." 

     "Tentu saja, jika bukan kau yang ku siksa siapa lagi? Bukannya memiliki anak untuk di siksa?" 

     "Cih..." Leon berdecih mengalihkan pandangannya. Kata-kata itu kembali di ucapkan sang ayah, kata-kata yang masih membuatnya menyesal telah lahir kedunia. 

     "Aku dengar ada seorang gadis di rumah mu." Darma menatap Leon. "Apakah kau sudah bosan hidup sendirian dan ingin memuaskan nafsu ke gadis-gadis seperti ayahmu?" 

      Leon menatap tajam Darma, "Aku benar anak mu, memiliki darah yang sama dengan mu. Tapi aku bukan kau!  Aku tidak pernah melakukan hal bejat sepertimu walaupun aku kesepian. Jangan samakan aku dengan dirimu." 

     "Ohh... Baiklah, padahal aku ingin ngatakan bahwa ibunya adalah mainanku dulu, dan ibunya adalah player yang handal, permainan ibunya sangat nikmat, hingga aku masih sering membayangkan kenikmatan itu setiap kali aku bermain dengan wanita lain, ahh... aku sangat ingin kembali bermain dengan ibunya. Jika aku liat, tubuh anaknya juga bagus, pasti rasanya tak kalah nikmat."

     PYARRRRRR!!

     Leon menjatuhkan gelas teh, dia membesarkan matanya menatap Darma. Darma benar-benar brengsek. Dia merasa menyesal mengapa harus Darma ayahnya. Leon mulai mengepalkan tangannya. Darma yang melihat itu dia menyeringgai lalu bangkit dari tempat duduknya. 

     "Sepertinya hanya itu yang ingin ku sampaikan. Oh... iya satu lagi, Jangan sampai pekerjaan gelap mu terbongkar, aku lihat sepertinya dia sangat takut dengan mafia. Apalagi jika dia tau kau adalah anak dari seorang mafia yang pernah bermain dengan ibunya." Darma berjalan keluar dari ruangan Leon. "Jangan lupa cicipi gadis itu, tubuhnya sangat seksi kau pasti akan menikmatinya."

     Leon menatap Darma kesal matanya mulai memerah, dan napasnya mulai memburu. 

     "BRENGSEK!!!"

Comments (3)
goodnovel comment avatar
nirrmalaaa
kasian banget si leon
goodnovel comment avatar
Mlly Ferli
sungguh korban perasaan leon...
goodnovel comment avatar
Yanti D
Hi Leon kita seumuran loh hehe
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status