Share

4. Mulai mencari tahu

     "Luke!!" teriak Leon memanggil Luke.

     Luke yang merasa di panggil langsung masuk kedalam ruangan Leon dengan cepat bersama Ray.

     "Hubungi Johny, Dery, Dejun, Mark, Steffen, Eric, Kenzo, suruh mereka kumpul di rumah."

     "Tapi Mark, Johny dan Eric kan lag--"

     "AKU TIDAK PEDULI! SURUH MEREKA KEMBALI SEKARANG!!" Leon membentak kuat membuat Ray dan Luke terkejut.

     "Baik boss." Luke dan Ray segera keluar dari ruangan Leon, mereka langsung menghubungi  teman-teman dunia gelap Leon.

      Leon merasa sangat frustasi sekarang, dia merasa yakin dengan mafia yang terus mengejar keluarga Naya adalah ayahnya sendiri.  Apa yang harus dia lakukan untuk melindungi Naya dari ayahnya. Dia memang memiliki banyak anak buah, namun ayahnya juga cukup kuat. Leon jadi merasa sangat binggung. Dia harus bagaimana sekarang. Apa dia harus berhenti menjadi seorang mafia, tapi sayang sekali, sudah banyak pencapaian yang dia lakukan semenjak menjadi seorang mafia. 

     Drrrt Drrrt 

     Ponsel Leon bergetar, ada pesan masuk. Leon langsung membukanya, pesan itu berasal dari Nara yang mengirimkan sebuah foto. 

     Nara : sent you pictures

     Nara mengirimkan foto Naya yang sedang duduk di ayunan sambil tersenyum, Leon tau itu di halaman belakang di gedung bagian timur. Dia terus memperhatikan foto itu, tanpa sadar bibir Leon tersenyum. Naya terlihat sangat cantik saat tersenyum, bibirnya yang mungil dan matanya yang hilang karena tertarik senyum membuat dia semakin cantik. Leon menghela napasnya panjang, dia baru saja merasa sedikit tenang melihat Naya baik-baik saja bersama Nara. Walaupun jauh di dalam hati Leon, dia sedikit takut kalau dirinya tidak bisa menjaga Naya dan keluarganya dengan baik. Namun dia ingat dengan tekad yang sudah dia bentuk di dalam dirinya. Dia miliki tanggung jawab sekarang, anggap saja ini sebagai ujian karena ingin melindungi cinta pandangan pertamanya yaitu Naya. 

     "Apa itu cinta, tidak mungkin aku mencintainya," ucap Leon sambil menggeleng-ngelengkan kepalanya mematikan ponselnya lalu kembali memeriksa berkas-berkas yang masih menumpuk. 

     *****

     "Nara, ini sangat indah, udara disini juga sangat segar," ucap Naya sambil menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. 

     "Inilah tempat yang paling ku sukai di gedung timur, aku sering beristirahat disini."

     "Apakah pekerjaan mu begitu berat?" tanya Naya menatap Nara yang berada di sampingnya. 

     "Tidak begitu berat."

     "Kenapa kau tidak bekerja di rumah sakit saja? "

     "Aku dan Leon sudah sangat lama berteman, lagian disini aku mendapatkan gaji 4x lebih banyak dari dokter di rumah sakit."

     "SERIUS?!"

     Nara menganggukan kepalanya. 

     "Sepertinya dia benar-benar tidak tau cara menghabiskan uang ya Nar,"

     "Iya, sangat tidak tau cara menghabiskan uang, karena uangnya tak pernah habis, setiap hari selalu masuk, dan itu semua dengan nominal yang luar biasa besarnya."

     "Oh iya, aku kuliah di jurusan kedokteran juga loh."

     "Sungguh? Wahh beruntung sekali Leon."

     "Tapi aku masih semester 4."

     "Aku akan membantumu menyelesainkan kuliah mu dengan cepat, beri tahu aku jika kau membutuhkan bantuan dalam mengerjakan tugas," ucap Nara menyakinkan Naya, namun Naya rasa kuliahnya akan berhenti sampai disini. Karena Leon pasti tidak akan mau dirinya kuliah. 

      Naya menundukkan kepala.

     "Ada apa?" tanya Nara menatap Naya. 

     "Apa aku masih bisa kuliah?"

     "Tentu saja, mengapa tidak?"

     "Aku tidak memiliki banyak uang, bahkan aku tidak memiliki uang. Ayahku bangkrut, adikku saja sudah tidak sekolah," ucap Naya pelan namun masih bisa di dengar oleh Nara. 

     "Tidak mungkin Leon tidak menyuruhmu untuk melanjutkan kuliah, anak buah disini semuanya S1 dan Leon sendiri yang membayar semua kuliah mereka." seketika mata Naya melebar, mulun menganga. "Sungguh, aku tidak berbohong, bahkan ada yang S2."

     Naya menggeleng-gelengkan kepalanya. 

     "Dia mem--"

     BRUMM BRUMM BRUMM

     Suara mobil yang cukup kuat membuat Nara berhenti berbicara. Nara langsung panik seketika.

     "Ini pasti ada masalah," ucap Nara dalam hati.

     "Sebaiknya kita segera masuk," ajak Nara menarik tangan Naya. Naya yang tampak binggung dengan gaya jalan Nara yang tampak tergesa-gesa membuatnya kesulitan untuk mengejar Nara. 

     Nara langsung duduk di ruangan cctv miliknya, dia melihat banyak mobil sport yang sudah tak asing baginya, parkir di baseman gedung barat. 

     "Ada apa Nara?" tanya Naya menatap monitor Nara yang sangat banyak secara bergantian. 

     "Hmm... tidak ada apa-apa hanya saja teman Leon tiba-tiba datang, sepertinya mereka akan mengadakan rapat besar malam ini. Kau harus tetap berada di gedung selatan, tidak boleh keluar dari sana."

     "Kenapa?" 

     "Kau adalah orang yang di lindungi oleh Leon."

     "Aku tidak mengerti dengan situasi seperti ini."

     "Aku tidak bisa menceritakannya kepada mu, aku harus ke gedung barat sekarang, sebelum Leon kembali dari kantornya."

     "Bagimana dengan ku?"

     "Kau berbicaralah lah dengan anak buah Leon yang berada di gedung selatan. Aku akan mengantarmu sekarang ke gedung selatan," ucap Nara mengenggam tangan Naya. 

     "Oke... baik lah." Naya menurut dengan Nara. Tampak dari muka Nara yang sangat tidak tenang. 

     "Ada apa ini sebenarnya," ucap Naya dalam hati ketika melewati lorong menuju gedung selatan.

     "Aku mengantarmu hanya sampai disini, kau naiklah sendiri ke atas," ucap Nara membuka pintu lift.  Kamar Nara dan Leon terletak di gedung selatan di lantai 4, sedangkan pekerja berada di lantai 2 dan 3 sisanya di lantai 4. Untuk lantai 1 itu kosong, hanya untuk menerima tamu yang tak begitu akrab.

     Di dalam lift Naya merasa ada yang tak beres dari semuanya. Namun dia berusaha untuk positif thinking dan mencoba untuk biasa saja dengan situasi ini, mungkin dia agak sedikit syok dengan banyak mobil yang terparkir dan suara mobil yang cukup keras.

     Setelah sampai di lantai 4 Naya melihat anak buah Leon yang sedang menelfon seseorang, Namun Naya tidak ingin menguping, dia langsung menuju kamarnya dan berbaring, rasanya suhu badannyasekarang sedang tidak stabil dan matanya terasa begitu berat. Naya membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

     *****

     Nara berlari melewati lorong menuju gedung barat. dia begitu tergesa-gesa, jika Leon sudah  menyuruh sahabatnya untuk berkumpul, di saat bukan waktunya mereka berkumpul, pasti ada masalah, atau ada hal yang penting yang harus di bicarakan yang tak bisa di tunda.

     "Ada apa ini?" tanya Nara saat dirinya sampai di ruang diskusi yang sudah ada 4 orang lelaki duduk menatap dirinya binggung. Salah satu dari mereka adalah pacar Nara.

     "Aku juga tidak tau, bukannya kau yang bekerja disini?" tanya Dery.

     "Leon tidak ada menghubungiku bahkan anak buah lainnya yang berada di gedung Timur Tidak ada yang mengetahui hal ini."

     "Kalau begitu kita tunggu saja Leon, sebentar lagi dia akan datang." ucap Dejun memainkan ponselnya.

     "Nar, kau tau tentang wanita yang tinggal bersama Leon?" tanya Steffen kekasih Nara. 

     "Tau, tadi aku baru saja bermain dengannya."

     "Cantik kah?" tanya Kenzo yang mulai penasaran.

     "Cantik, tapi sepertinya dia jauh lebih kecil dari kita," ucap Nara sambil menyandar di bangku.

     "Kecil segini?" Dery menunjukkan jari kelingkingnya.

     Nara langsung menoyor kepala Dery. "Kecil bukan dalam artian sebesar kelingking pinter!"

     "Terus?"

     "Muda maksudku."

     "Kau..." Dery ingin melemparkan ponsel Dejun  ke arah Nara geram.

     "Kalau berani kau lempar, ku bunuh kau Dery," celetuk Steffen berdiri di depan Nara untuk melindungi gadisnya itu.

     "Mampus pawangnya marah," sahut  Dejun mengamankan ponselnya.

     "Kenapa Leon bawa gadis itu kerumahnya? Bukannya Leon tidak suka dengan perempuan?" tanya Kenzo menatap sahabatnya bergantian.

     "Di bawa kerumah bukan berati suka kali Zo," jawab Dejun melepas kaca matanya.

     "Terus apa dong?"

     "Kau tidak ingat gadis ini? Dia juga di bawa Leon dulu," ucap Dery menunjuk Nara.

     "Narakan temen kita dari kuliah, gue rasa itu hal yang biasa. Sedangkan ini orang asing, lagian Nara bukan perempuan, dia kan makhluk jadi-jadian," celetuk Steffen melirik Nara. 

     "Enak saja kau..."

     "Apa ini yang di namakan first lope?" Celetuk Dejun menunjukkan finger heartnya.

     "Lovee!"

     "Nampak banget nilai bahasa inggrisnya waktu sekolah kebakaran," papar Steffen sambil terkekeh. 

     "Bangsat."

     "Tapi yang Dejun bilang bisa jadi sih," ucap Nara memain-maikan kursi putarnya.

      "Leon mulai pubertas gitu?"

      Nara mengangguk, "soalnya pas Luke telfon gue nyuruh kirimin orang ke lokasi dia, pas banget bertepatan setelah beberapa menit kemudian Leon datang mengngendong gadis itu, kalau kalian liat wajah Leon, kalian pasti engga nyangka, dia kelihatan khawatir banget sama gadis itu."

     "Gadis itu kenapa?"

     "Dia di kejar-kejar oleh mafia."

     "Terus Gadis itu baik-baik saja kan?"

     "Kalau gue periksa sih baik, cuman luka-luka kecil sama memar-memar gitu. Tapi gue rasa mentalnya kena, pasti dia agak trauma gitu sama tempat yang  gelap-gelap, soalnya gue pernah nanganin orang yang sama persis sama kayak gadis itu. Kemungkinan kita atau Leon sendiri engga bakal bilang tentang pekerjaan gelapnya."

      "Tapi ya... gue rasa, lambat laut pasti gadis itu bakal tau," ucap Kenzo menyenderkan kepalanya ke bangku.

      "Nahh iya... Mungkin itu yang buat Leon ngumpulin kita, untuk menyembunyikan kalau kita adalah seorang pengusaha bukan mafia."

     "Nanti malam ada barang masuk dari om Darma, gimana tu? tadi gue liat cctv kantor. Tapi..." Nara mengambil ponselnya tiba-tiba nada bicaranya menurun.

     "Kenapa mbul?" tanya Steffen penasaran menarik kursi mendekat ke Nara.

     "Leon kelihatan marah banget sama om Darma pas om Darma pergi, coba deh liat." Nara menunjukkan cuplikan vidio cctv kantor dari ponselnya.

     "Engga bisa di kuatin gitu suaranya?" tanya  Dery yang mulai penasaran.

     "Eng--"

     "Sini, coba kasih gue headset, biar gue baca dari mulutnya," ucap Kenzo, Dejun yang baru saja mengeluarkan headsetnya langsung memberikannya ke Kenzo.

     "Tapi engga ada suaranya, kenapa pakai headset?" tanya Dery menatap Kenzo binggung.

     "Oh iya ya, kenapa ngasih Headset sih Dejun!" bentak Kenzo sambil melempar headset milik dejun dengan bercanda.

     "Ntah ni Dejun minus kepalanya," balas Steffen ikut ikut memarahi Dejun.

     "Der bunuh gue Der," ucap Dejun mengeluarkan pistol dari balik jasnya.

     "Liat wajah Dejun begitu lusuh..." kekeh Nara menatap Dejun yang memanyukan bibirnya. Nara sudah tidak heran dengan sahabat-sahabatnya yang suka sekali iseng satu sama lain. 

     "Guee tau!" pekik Kenzo tiba-tiba berdiri sambil menutup mulutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel Nara. 

     Spontan semua mata tertuju kepada Kenzo.

     "Kau tau apa yang dia katakan?" tanya Dery menatap Kenzo. Kenzo mengangguk.

     "Ay--"

     "Mark,Johny dan eric belum datang ya?" tanya Leon yang baru saja masuk dengan nada dingin yang mengejutkan seisi ruangan.

     "Bisa tidak kau masuk pakai salam?"

     "Assalamualaikum ya ahli kubur..."

     "Dijual otaak Leon masih mulus no minus." celetuk Steffen geram.

     "Kau menyuruhku mengucapkan salam, sudah ku ucapakan kau tidak membalas," balas Leon dengan nada dingin dan tatapan tanjam Sambil duduk di sebelah Nara.

     "Sudah,jangan rebutin aku, aku tau aku cantik," celetuk Nara dengan wajah tidak berdosa.

     "Kau di jual di pasar minggu pun tidak akan laku," sahut Steffen menatap Nara.

     "Kenapa?"

     "Karna kau tidak bisa di beli dengan uang, kau sangat mahal harganya sampai orang tak bisa memiliki mu, hanya akulah yang bisa memiliki mu, hebatkan aku."  jawab Steffen dengan senyum manis, membuat Nara klepek-klepek.

      "Telah tewas jantung Nara pada hari Selasa, tanggal 35, tahun 2030, jam 13.40," ucap Dery menatap Steffen dan Nara.

     "Ken, kita telalu muda untuk berada disini," bisik Dejun kepada Jeno yang mulai enek  melihat Steffen dan Nara yang mulai tidak tau tempat.

     Leon yang berada di samping Nara langsung berpindah duduk di samping Kenzo.

     "Mengapa kau pindah?"

     "Aku merasa tak pantas berada di samping spesies bucin seperti meraka."Leon mengalihkan pandangannya.

     "Bukannya kau sebentar lagi dengan gadis itu?" tanya Kenzo angkat bicara.

     "Gadis?" Leon tampak berpikir. "Ohh tidak... Aku hanya mengutipnya."

      "Jika kau hanya mengutipnya seharusnya kau tidak peduli dengan semua tentang dirinya," cetus Steffen membuat Leon menatap Haechan tajam.

     "Terserahku lah, ingin melakukan apapun, mengapa kau sibuk?" sarkas Leon menatap Steffen tajam. 

     "Apa ini man... Kau terlihat benar-benar peduli dengan gadis itu sekarang," jawab Steffen tersenyum.

     "Apa kau sedang jatuh cinta?" Kenzo menyenggol lengan Leon.

     "Jatuh cinta? Apa itu, jatuh jajanan?"

     "Jatuh cinta man, c.i.n.t.a, sarang, love," ucap Dery memujukkan finger heart ke arah Leon.

     "Aku tidak peduli  tentang hal itu, yang aku rasakan sekarang aku ingin melindungi gadis itu dari ayahku." Leon membuka mach book yang dia bawa.

     "Aaaa....." sereta semua orang tersenyum ke arah Leon.

     "Apa?"

     "Tidak ada, ayo mulai," ucap Dejun tersenyum.

     "Kalau kita mulai bagaimana dengan Johny, Mark dan Eric?" Tanya Dery menghentikan  semua pergerakan.

     "Mereka tidak akan datang, kita akan melakukannya ber 6." Leon terlihat dingin sekali.

     "Tidak jelas kau Leon!"  kesal seisi ruangan menatap Leon memburu. Padahal tadi dia lah yang menyakan keberadaan Johny, Eric dan Mark, ketika baru saja masuk. 

     "Sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu?" tanya Kenzo dengan wajah yang terlihat serius.

     "Ayah Naya bangkrut karena di tipu temannya, mereka terjerat banyak utang dan di kejar oleh seorang mafia. Mafia itu sepertinya ayahku, dia menyekap Naya beberapa hari yang lalu."

     "Mengapa dia mengejar Naya?"

     "Sepertinya karena Ibu naya pernah melakukan hubungan intim dengan ayahku, saat dia mengetahui kalau Naya adalah anak dari wanita itu, dia ingin melakukan hal menjijikan itu kepada Naya."

     "Aisshhh...."

     "Itu mengapa aku ingin melindungi Naya dan keluarganya."

     "Aku merasa ada yang ganjal dengan kebangkrutan ayahnya, cobak kau cari tau tentang itu Kenzo. Sepertinya kebangkrutan itu di lakukan oleh om Darma," ucap Dejun dengan raut wajah yang serius.

     "Hubungan mu dengan ayahmu akan bertambah buruk."

     "Biarlah, aku sudah tidak menganggapnya sebagai ayahku lagi."

     "Bagaimana kita akan menjual barang ilegal lagi, jika hubungan mu dan ayah mu memburuk," ucap Steffen menatap Leon.

     "Sebenarnya, narkoba dan senjata itu, ayahku dapatkan dari paman Kim, cuman ayahku melakukan hal ini agar mendapatkan pengahasillan banyak, supaya dia bisa menyewa banyak wanita."

     "Lalu apa yang mau kau lakukan sekarang?"

     "Aku akan berhenti memasok narkoba dan barang ilegal lainnya, aku sudah memikirkan hal itu, lagian uangku masih akan tetap banyak walaupun tidak memasok barang-barang ilegal itu. Mulai sekarang aku akan fokus ke Naya dan keluarganya, pertama aku akan Memindahkan ayah dan ibu Naya ke luar negeri untuk sementara waktu dan meminta mereka untuk mengganti nama, begitupun dengan Naya. Saat Naya berada di kampus aku ingin anak buah mu Nara, yang berada di jurusan kedokteran, suruh mereka mengawasi Naya dan juga anak buah mu Steffen yang masih baru-baru legal ikut masuk ke dalam kampus. Aku masih ingin melihat motif Ayah ku ini apa? Jika ini benar-benar untuk kepuasan nafsu berati ada sangkut pautnya dengan om Gunawan."

     "Om Gunawa?"

     "Iya, pria penjual organ manusia dan wanita."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status