Share

6. Mantan anak buah?

     Naya tidur dengan nyenyak di pelukan Leon, pelukannya sekarang bagaikan penangkal bagi Naya, seakan mimpi-mimpi buruk tidak berani masuk saat Leon sudah memeluk Naya. Dia sangat nyaman di pelukan Leon. Hingga matahari sudah naik, keduanya masih tetap tertidur dengan pulas. Leon sama sekali tidak melepas pelukannya dari Naya, membuat Naya tak bisa bergerak. 

     Semakin lama matahari semakin tinggi, hingga menembus jendela kamar, membuat Naya merasa terganggu. Dia membuka matanya perlahan dan langsung di sungguhkan dengan dada Leon secara langsung tanpa di halang oleh baju. Sepanjang malam Leon telanjang dada memeluk Naya membuat Naya menunduk melirik bajunya yang terlihat masih aman, sekilas dia telah berpikiran aneh. 

     "Aku sudah katakan, aku tidak akan melakukan apapun," ucap Leon dengan suara khas baru bangun tidur. Naya mendongak, dia menatap wajah Leon, yang masih memejamkan matanya.

     "Kau sudah bangun, mengapa tidak melepaskan pelukan mu ini," ucap Naya ingin merentangkan tangannya. 

     "Tunggu sebentar, aku belum mau pergi ke kantor," jawab Leon mempererat pelukannya. 

     "Kau tidak memakai baju, apa kau tidak kedinginan?"

     "Tidak sama sekali, aku malah merasa hangat saat memelukmu seperti ini." Leon ngedusel  ke rambut Naya. 

     "Apa yang kau lakukan Leon..." 

     "Hmmm... Aku sangat suka harum rambutmu." Leon menghirup wangi rambut Naya yang sangat membuat hidungnya nyaman. 

     "Kau seperti anak kecil," ejek Naya mulai pasrah. 

     "Kau yang seperti anak kecil, menungguku di sofa sambil menangis, tanpa menelfonku," ucap Leon dengan nada dingin. 

     "Hmm... Aku tidak berpikir untuk menelfonmu, aku sangat takut untuk kembali ke kamarku mengambil ponsel. P-pr--" 

     "Kau tidur lah bersamaku mulai sekarang." Leon membuka matanya, dia menatap Naya mendalam. 

     "Kau gila?" Naya terkejut dengan ucapan Leon. 

     Leon menggelengkan kelapanya, dia kembali memejamkan matanya, "Tidak,  aku melakukan ini agar kau tidur dengan nyenyak, dan aku juga dapat ikut tertidur." 

     Jauh di  dalam hati Leon dia merasa terluka, namun dia tutupi luka itu agar bisa lebih kuat untuk melindungi Naya. Leon mulai merenggangkan tangannya. 

     "Emang biasanya kau tidak tidur?" 

     "Tidak." Leon menggelengkan kepalanya. 

     Naya menatap wajah Leon, dia benar-benar terlihat sangat jarang sekali istirahat, di sekitar matanya terlihat menghitam, seperti mata panda. Tanpa sadar Naya menyentuh lingkaran hitam yang berada di sekitar mata Leon tersebut. 

     "Jangan lakukan itu, kau butuh istirahat, jika tidak, kau akan sakit," ucap Naya masih menyetuh lingkar hitam di sekitar mata Leon menggunakan jari telunjuknya. 

     "Bukannya kuliah jurusan kedokteran juga tak pernah tidur?" celetuk Leon membuka matanya menatap Naya. 

     "Ahh... Iya kau benar." Naya seketika bungkap dengan ucapan Leon yang hampir benar, bahkan memang benar terjadi di kehidupan Naya saat dia kuliah. Dia benar-benar jarang sekali tidur, bahkan bisa di bilang dia tak pernah tidur, tidur pun paling hanya 1-3 jam saja. 

     "Jangan menasehatiku gara-gara kau anak kesehatan, Kau sendiri saja belum sehat." Leon menatap Naya tajam lalu kembali memeluk Naya. 

     "Kata mu sebentar... Ini sudah lama... Pergi lah mandi, kau harus bekerja!" 

     "Diam!" Leon kembali memejamkan matanya. "Kau itu seperti guling, nyaman jika di peluk." 

     Naya menghela napasnya panjang, dia sungguh merasa risih jika Leon bersikap seperti ini. 

     "Leon... Jangan seperti anak kecil," rintih Naya berusaha melepaskan tangan Leon. 

     "Berhentilah bergerak, atau kau ku bunuh." 

     Naya terdiam, dia tak bergerak sama sekali, dia hanya menatap wajah Leon. Saat dia menarik napas tercium bau maskulin dari tubuh  Leon. 

     "Nay," panggil Leon dengan suara dingin. 

     Naya diam, dia tidak menjawab. 

     "Kau tuli?" tanya Leon menatap wajah Naya.

     "Kau tapi menyuruh ku diam tadi, jika aku tidak diam kau akan membunuhku."

     "Maksudku jangan bergerak bukan diam bodoh!" bentak Leon menatap naya tajam.

     "Kenapa?" tanya Naya memalingkan wajahnya. 

     "Aku akan memindahkan ayah dan ibu mu begitupun dengan adikmu ke America. Apakah boleh?" 

     "TIDAK!!" pekik Naya spontan. 

     Cup 

     Leon menyium  pipi Naya. "Kau berisik, aku tidak suka itu." 

     "Kau..." Naya menggantungkan ucapannya.

     "Hanya sementara, tinggal disini terlalu beresiko." 

     "Lalu aku bagaimana?" 

     "Kau tetap disini bersamaku, dan akan melanjutkan kuliahmu bulan besok." 

     "Apakah kau telah menemukan siapa mafia yang terus mengejar keluaragaku?" tanya Naya dengan wajah yang tampak sangat serius. 

     "Sudah, tapi aku harus lebih banyak mencari bukti, agar tidak salah sasaran." 

     Naya menatap wajah Leon dengan raut wajah yang sedih. 

     "Kita akan mengunjungi ayahmu kapan saja jika kau mau."

     "Benarkah?" ucap Naya antusias. 

     "Hmm..." Leon bergumam. 

     "Setiap seminggu sekali boleh?" 

     "Kau gila, bagaimana dengan pekerjaanku dan kuliah mu." Leon menatap Naya tajam. 

     "Iya juga..." Naya merendahkan suaranya. 

     "Aku ingin kau sembuh." Leon melepas pelukannya dia menatap Naya intens. 

     "Aku tidak sakit, aku sehat kok." 

     "Mental mu yang sakit," ucap Leon dalam hati. 

     Leon tersenyum, "hubungi aku jika kau merasa ada yang engga beres dari dirimu. Jangan seperti kemarin, Dengar?" 

     "Baiklah, apakah aku boleh menemui keluargaku hari ini?" Naya meminta izin kepada Leon. 

     "Tidak, lusa saja. Aku ingin istirahat sekarang." 

     "Kau tidak jadi pergi ke kantor?" 

     "Tidak, aku mager," ucap Leon memunggungi Naya. 

     "Aku ingin bertanya boleh?" 

     "Tidak." 

     "Mengapa kau ingin melindungiku dan keluargaku?" 

     "Aku bilang tidak boleh, mengapa kau bertanya!" 

     "Leon... Berhentilah berhati dingin, aku tau hatimu seperti hello kitty." 

     "Apa itu hello kitty yang ku tau boneka Anabel." 

     "Pantes kek setan bentukannya," ucap Naya pelan, namun masih bisa di dengan Leon dengan jelas. 

     "Aku mendengar ucapanmu Naya..." 

     "Kalau begitu jawab pertanyaanku..." 

     "Karena aku ingin," jawab Leon dengan nada dingin. 

     "Kau menyukaiku?"

     "Tidak, kau bukan levelku."

     "Tidak mungkin alasannya karna kau ingin, pasti ada yang lain, yang lebih panjang," cetus Naya membuat Leon risih. 

     "Kau berisik sekali Naya..."

     "Baiklah aku diam, jangan panggil-panggil namaku," ketus Naya memunggungi Leon. 

     Leon berbalik badan perlahan melihat Naya yang memunggunginya.

     "Aku tidak tau mengapa aku ingin melindungimu," bisik Leon dalam Hati.

     Leon kembali berbalik memunggungi Naya. Mereka sekarang saling memunggungi satu sama lain. Naya memejamkan matanya kembali, sedangkan Leon menahan pusing yang tiba-tiba datang.

     Tok tok tok

     "Masuk!" teriak Leon.

     Ceklek

     "Selamat pagi tuan, apakah tuan tidak ke kantor hari ini?" 

     "Tidak, batalkan semua acara hari ini, aku ingin istirahat kepalaku tiba-tiba sangat pusing," ucap Leon membuat Naya membuka matanya seketika. 

     "Apakah tuan butuh obat?

     "Tidak, aku hanya butuh istirahat." 

     "Baiklah tuan, kalau begitu saya kembali bekerja," pamit Luke keluar dari kamar Leon.

     Leon memejamkan matanya, kepalanya benar-benar pusing sekarang, apa yang dirinya lihat semuanya terasa berputar. Begitupun dengan perut bagian atas di sekitar ulu hatinya terasa nyeri. 

     "Apakah kau sudah makan kemarin?" tanya Naya, namun Leon tidak menjawab. 

     "Leon..." panggil Naya berbalik badan.

     "Aku baik-baik saja, kau diam lah," ketus Leon masih memunggungi Naya. 

     Naya seakan mengerti sakit yang Leon rasakan, dia bangkit dari tidurnya lalu pergi berjalan keluar kamar sambil mengikat rambutnya. Leon yang melihat Naya keluar hanya menghela napas kasar. Saat berjalan ke dapur, Naya melihat Nara dan empat lelaki yang sedang menatapnya dengan intens di meja makan. Naya yang tidak mengenali empat lelaki tersebut hanya beralih menatap Nara sambil tersenyum.

     "Ciee tidur bareng Leon," celetuk Nara menyengir. 

     "Jadi ini si Naya Naya itu?" tanya Dery sambil menyeruput teh hangatnya.

     "Ehh iya... Sini deh Nay, gue kenalin sahabat-sahabatnya Leon," suruh Nara, Naya yang berniat membuatkan Leon makanan tersebut beralih berjalan menuju meja makan. 

     "Ini Namanya Steffen," ucap Nara memperkenalkan lelaki yang berada di sampingnya.

     "Kenalin gue Steffen, sahabatnya Leon, plus pacarnya Nara lebih tempatnya jodohnya Nara," ucap Steffen mengulurkan tangannya.

     Naya tersenyum, dia membalas uluran tangan Steffen, "Aku Naya." 

     "Kalau ini Namanya Kenzo, dia yang paling pintar dan paling tampan." 

     Kenzo mengulurkan tangannya, "Kenzo."

     "Naya."

     "Kalau ini yang alisnya tebel namnya Dejun, kalau sebelahnya namnaya Dery." 

     "Hay aku Dejun." 

     "Aku Naya." 

     "Aku prince Dery." 

     "Prince bibir bibirmu," celetuk Steffen, dan hanya di balas dengan menyengir lebar oleh Dery.

     "Salam kenal, aku Naya." 

     "Leon mana Nay?" tanya Nara yang melirik pintu kamar Leon, yang tak kunjung keluar. 

     "Dia pusing katanya."

     "Ahh... tu anak pasti lagi-lagi engga makan." Nara menghela napasnya panjang, dia sudah mengerti tingkah Leon. 

     "Aku ingin membuat makanan, kalian mau makan apa? biar aku siapin," tawar Naya berjalan ke dapur.

     "Nasi goreng deh," ucap Dejun dan Dery serentak.

     "Samain aja deh," sahut Kenzo dan diikuti dengan anggukan Steffen.

     "Biar aku aja yang membuat nasi goreng untuk mereka, kamu buatkan sup untuk Leon," suruh Nara sambil mengikat rambutnya dan berjalan ke arah kulkas. 

     "Yess mbull yang buat pasti pake cinta nih," sorak Steffen dengan senyum yang semeringah. 

     "BUCIN!" pekik Dery, Dejun dan Kenzo. 

     "Sstt... lo mau di bunuh Leon," ucap Nara memperingati sahabatnya dengan tatapan tajam. 

     "Ya lagian kalian engga tau tempat sih...," ketus Kenzo mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. 

     "Makanya kalau suka sama perempuan itu cepetan ditembak," sahut Steffen memainkan ponselnya. 

     "Tunggu tanggal bagus," celetuk Kenzo mengundang banyak tatapan.

     "Kau pikir perasaan cewek sebatas tanggal cantik?!" sarkas Dejun dan di jawab oleh Kenzo dengan anggukan. 

     "Biar pas diingat keren aja gitu," celetuk Kenzo seperti tidak berpikir panjang.

     "Aku pikir Kenzo beneran pinter, ternyata dia begitu goblok ya," celetuk Dery sambil menggeleng-ngelengkan kepalanya. 

     "Dari pada kau, masih mengenang mantan, emang mantan mu pahlawan masih di kenang kenang segala," balas Kenzo tak mau kalah. 

     "Mantan terindah tu iya ku kenang," jawab Dery menatap tajam Kenzo. 

     "Kalau indah engga bakal jadi mantan," ucap Naya spontan sambil memotong wortel.

     "Nahh.... iya, bener kata si Naya," sorak semuanya sambil mengacungkan Jempol ke arah Naya, membuat Dery bungkam. 

     "Sepertinya Naya kalau di tongrkongan bareng temen-temennya paling julit nih," celetuk Steffen lalu diikuti dengan anggukan oleh yang lain. 

     Naya hanya tersenyum sambil memotong wortel, "Aku tidak pernah memiliki teman."

     "Tidak mungkin kau tidak memiliki teman, apalagi sekarang, banyak anak muda yang gampang bergaul, aku tidak percaya kau tidak memiliki teman," ucap Nara menyenggol lengan Naya yang seakan bercanda dengan ucapannya. 

     "Aku tidak bisa berteman dengan orang, pernah sekali aku merasa sudah dekat dengan orang tersebut, mereka menjauhiku atau bisa di bilang mereka membuangku. Mereka mengacuhiku seperti tidak melihat apapun ketika berpapasan, padahal awalnya kami cukup dekat namun mereka membuangku begitu saja seperti sampah." semuanya bungkap saat Naya mulai bercerita dengan raut wajah yang sedih. 

     "Padahal aku tidak pernah mengatakan hal buruk kepada mereka, aku selalu baik kepada mereka, aaa... kalau mengingat hal itu kembali, aku merasa sangat kesal rasanya, saat aku bertemu kalian seperti saat ini, aku merasa selama ini aku menjalani hidup di planet yang berbeda dengan kalian, karena aku tidak pernah menemui satupun orang yang benar-benar ramah kepadaku," ucap Naya mulai sedikit emosi namun dari Mata sudah terlihat berkaca-kaca. 

     "Hal yang paling aku benci sampai saat ini adalah mengapa aku tidak pernah bisa membenci mereka, walaupun aku di perlakukan seperti itu, rasanya sangat menyebalkan, hah..." Naya menghela napasnya, Nara yang peka dengan keadaan Naya langsung mengelus pundak Naya mencoba untuk menenangkan Naya. 

     "Udah, udah jangan dipikirkan lupain aja Nay," ucap Nara menenangkan Naya. 

     Naya mengelap air matanya yang turun lalu menarik napasnya panjang, "Ah... maaf aku jadi curhat."

      "Engga papa kok Nay, membagi sedikit pengalaman itu suatu hal engga salah kok," ucap Dejun sambil tersenyum memandang Naya. 

     "Sekarang mari kita berteman, jadi jangan pernah merasa bahwa kau tidak pernah bisa memiliki teman, terkadang seseorang menjauhi kita tanpa alasan yang jelas, itu biasanya salah satu faktornya karena tidak sefrekuensi dengan dirinya  atau lingkaran pertemanan mereka sangat kecil, maksudnya, mereka hanya mau berteman dengan orang yang itu itu saja, kalaupun ada orang baru, mereka pasti akan mencari yang selevel dengan kehidupan mereka," jelas Dery, dia teringat dengan dirinya yang sama seperti Naya dulu, dia tidak pernah memiliki teman sampai akhirnya dia bertemu Leon yang mengajaknya untuk berteman. Padahal Dery dan leon sangat memiliki kepribadian yang berbeda namun selama Dery berteman dengan Leon, Leon adalah orang yang sangat baik, walauapun banyak yang menilai dirinya dia dingin, cuek atau berhati batu, tapi bagi Dery Leon tidak seperti itu. Dia mengetahui Leon lebih dalam setelah Luke, tidak seperti sahabatnya yang lain yang baru bertemu Leon di jaman sekolah menengah akhir.

     "Nahh.. bener nih kata Dery, tumben bijak," ucap Dejun tersenyum menaikkan salah satu aslinya ke arah Dery. 

     "Maaf Der aku mengatakan hal yang tak pantas tadi," ucap Naya dengan nada pelan. 

     "Ah... tidak masalah, perkataan mu itu benar,"balas Dery dengan senyum yang merekah. 

     "Baiklah berati geng kita, nambah satu anggota nih," celetuk Steffen menatap para sahabatnya secara bergantian dengan senyum yang sangat lebar.

     Naya tersenyum memandang teman barunya tersebut, dia  merasa bahagia, ada orang yang mau berteman dengan dirinya. Tanpa di mereka sadari pembicaraan mereka di dapur sangat terdengar jelas ke kamar Leon, leon membuka cctv yang berada di dapur dengan machbooknya. 

     "Kau dengan mereka memiliki kepribadian yang sama Nay, kalian pasti akan akur," ucap Leon pelan mematikan machbooknya dan kembali memejamkan matanya. 

*****

     Nara dan empat sahabat lelakinya sekarang sedang merapikan meja makan, sedangkan Naya masih mengaduk-ngaduk supnya yang hampir matang. Naya sangat ahli dalam memasak, dia sangat pandai memasak apaun, karena dia selalu membantu ayah dan ibunya saat memasak membuatnya pandai cara memasak, berbeda dengan Nara yang memiliki bakat memasak yang begitu minim. dia hanya bisa memasak hal-hal yang mudah saja. 

     "Nar tolong liatin supnya, aku ingin membangunkan Leon," suruh Naya yang di jawab dengan anggukan oleh Nara yang sedang memindahkan Nasi gorengnya ke dalam manggkuk dengan ukuran yang begitu besar. 

     Naya mengetuk pintu Leon terlebih dahulu baru masuk, dia melihat Leon yang masih terbalut dengan selimut. Naya mencoba berjalan lebih dekat. 

     "Leon..." panggil Naya pelan agar Leon tidak terkejut. 

     "Hmm..."Leon bergumam menyipitkan matanya. "Ada apa?"

     "Ayo bangun, mari kita sarapan, sahabatmu yang lain sudah menunggu di meja makan."

     "Aku tidak ingin makan," ucap Leon menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.

     "Jangan seperti itu, aku tau magh mu sedang kambuh." Naya duduk di samping Leon menarik selimut Leon pelan. 

     "Jangan sok tau kau," ketus Leon. 

     "Baiklah  aku akan menunggu  hingga kau mau makan," ucap Naya sambil duduk bersila di samping Leon. 

     Leon diam, di balik selimut yang menutupi wajahnya dia merasa sangat risih dengan keberadaan Naya. 

     "Padahal aku telah memasakkan sup untuk mu dengan resep ibuku, tapi kau tidak mau makan," rajuk Naya, membuat Leon menghela napas panajang di balik selimut. 

     "Baiklah aku makan," sahut Leon menyibakkan selimutnya dan turun dari temapt tidurnya berjalan mengambil kaos di atas kursi yang tak jauh dari tempat tidurnya. 

     Naya tersenyum lebar menatap Leon, Leon hanya menatap Naya datar. 

     "Ngapa senyam senyum!"

     "Hm... engga ada." Naya keluar dari kamar Leon dengan senyum yang masih merekah, dia merasa Leon tidak ada dinginnya sama sekali, dia sangat gampang di luluhkan. 

     Leon keluar dari kamar langsung di tatap intens oleh para sahabatnya yang telah duduk lebih dulu di meja makan. Leon membalas tatapan para sahabatnya dengan tajam. Dery dan Dejun menenguk air liurnya lalu mengalihkan pandangannya. 

     "Ayo mulai makan," ajak Nara mengambil nasi goreng lebih dulu. 

     "Kayaknya yang buat lebih dulu laper ya," celetuk Steffen menatap sang kekasih yang sudah menyendokkan nasi goreng beberapa kali kepiringnya. 

     "Ingat badan sudah semakin bulut Nara," sahut Dery memperingati Nara. 

     "Jangan katakan itu kepada wanitaku!" sanggah Steffen membuat Nara tersenyum dan menyendokkan nasi kedalam mulutnya. 

     "Perbucinan di mulai," gerutu Kenzo dan Dejun menatap sinis Steffen . 

     "Sirik terosss," ejek Steffen mengambilkan minum untuk Nara. 

     Leon yang sedang tidak mood hanya diam di tempat. Naya yang melihat Leon tidak sama sekali bergerak dari tempat duduknya mulai berdiri, Dia mengambilkan Nasi untuk Leon, namun Nasi putih yang Naya berikan bukan Nasi goreng. Leon menatap Naya yang telaten menyiapkan semunya untuk dirinya. Sahabat Leon yang melihat Leon di perlakukan seperti itu hanya cengo. Karena Leon  anak yang sangat mandiri dia tidak biasa dengan perlakuan seperti itu, bahkan dia pernah memarahi anak buah yang pernah ingin memberikan nasi kepiringnya, karena dia tidak suka, dan saat itu Leon langsung tidak ingin makan. 

     "Makan yang banyak ya," ucap Naya lembut, semakin membuat sahabatnya lagi-lagi cengo. 

     Leon hanya mengangguk dan mulai memakan masakan Naya. 

     "Dejun sepertinya kita tidak pantas disini," ucap Kenzo menunduk menatap nasi gorengnya, yang baru saja dia ambil. 

     "Ken aku mau juga dong kayak Leon," sahut Dejun memberikan piringnya kepada Kenzo. Kenzo menatap Dejun sinis dan menggeleng-ngelengkan kepala. 

     "Sini Jun biar gue siapin." Dery berdiri mengambil nasi goreng ke piring Dejun. 

     "Makasih sayang," celetuk Dejun sambil tersenyum. 

     Kenzo menatap keduanya jijik. 

     Mereka mulai makan tanpa suara, Naya yang sesekali melirik Leon yang tampak lahap membuatnya tersenyum. Namun saat di tengah makan tiba-tiba Luke datang dengan napas yang tidak teratur. 

     "Tuan..."

     Semua mata tertuju kepada Luke. 

     "Ada apa?"

     Luke berjalan mendekati Leon lalu berbisik di telinga Leon. 

     "Apa?!" seluruh mata tertuju kepada Leon yang tiba-tiba memekik. 

     "Ck-sialan, kita harus cepat kesana. Kalian cepat siap-siap, kita harus segera ke maskas," Leon menyuruh sahabatnya untuk segera bersiap, sedangkan sahabat Leon menatap Leon binggung. 

     "Jangan  biarkan mereka lolos!" bentak Leon menarik Luke menjauh dari meja makan. 

     "Sempat mereka lolos, ku bunuh kalian semua!" bisik Leon dengan murka. Luke mengangguk berkali-kali. 

     "Cepat siapkan mobil, dan kalian tunggu apa lagi, cepat!!" murka Leon berlari menuju kamarnya untuk mengambil jaket. 

     Naya mengernyitkan keningnya, dia binggung dengan apa yang terjadi, melihat Leon yang sangat marah membuatnya ingin menyusul Leon ke kamar namun di tahan oleh Nara. 

     Nara menggelengkan kepalanya, "Jangan Nay."

     "Ada apa ini sebenarnya?" tanya Naya dengan raut wajah yang khawatir. 

     "Aku juga tidak tau, nanti aku tanyakan dengan anak buahku, aku harus pergi ke gedung timur sekarang," ucap Nara meninggalkan Naya dengan perasaan binggung dan penasaran. Naya menghampiri Leon ke kamar tanpa takut. 

     "Ada apa ini Leon?" 

     "Aku harus pergi sekarang, anak buah dari mafia yang mengejarmu kemarin datang kembali ke rumah keluargamu dan hampir membunuh adik laki-laki mu." Naya langsung menutup mulutnya, air matanya mulai turun. "Jangan khawatir aku akan melindungi keluargamu Naya, aku sudah berjanji, kau baik-baiklah di rumah, jangan kemana-mana, jangan juga menelfon kelurga sebelum aku pulang. Aku akan mengurus semunya."

     Leon pergi meninggalkan Naya yang terduduk di ujung ranjang Leon. 

     "Tunggu!!"

     Leon yang sudah keluar dari kamar berbalik menatap Naya yang berjalan ke arahnya. 

     "Ada apa?"

     Naya menggenggam tangan Leon, air matanya sudah mebasahi pipinya sekarang, membuat Leon tak kuat untuk melihatnya. 

     "Kembali dengan selamat, jangan ada terluka, paham?"

     Leon sedikit tersenyum lalu mengangguk, dia memeluk Naya, dan mencium kening naya sekilas lalu pergi meninggal Naya yang menatap kepergian Leon dengan air mata yang terus keluar, di satu sisi dia sangat takut terjadi apa-apa dengan keluarganya di satu sisi dia juga engga mau Leon terluka. 

     Sepanjang jalan Leon memikirkan Naya, sebenarnya dia tak ingin meninggalkan Naya sendirian, namun membawanya juga suatu hal yang tidak mungkin. 

*****

     "Di sebelah mana?"

     Leon berjalan lebih dulu diikuti dengan para sahabatnya yang sudah tau tujuan mereka datang ke markas apa. Leon melihat sekeliling maskarnya namun tidak ada orang yang Leon cari. Luke berjalan mendahului Leon, "sebelah sini."

     Leon berjalan lebih dalam ke gedung sebelahnya, gedung yang sudah tua dan sudah lama tidak di tempati. Dia menemukan seseorang yang telah merusak moodnya di pagi hari di saat dia sedang menikmati sarapan buatan Naya yang sangat lezat. 

     Orang itu duduk di kursi di tengah ruangan, dengan tangan yang terikat rantai ke belakang dan kaki juga di ikat dengan rantai di sisi-sisi kursi, membuat orang tersebut tidak bisa kemana-mana, wajahnya sudah penuh dengan lebam. 

     Leon menghela napasnya panjang saat dia melihat wajah lelaki tersebut, Lelaki itu adalah mantan anak buahnya yang telah bekerja di tempat lain. 

     "Aku tidak menyangka itu kau."

     "Mike?" ucap pelan Dery menatap Kenzo, Steffen dan Dejun. Mereka hanya menjawab Dery dengan anggukan. 

     Orang itu yang tadi menunduk sekarang mendongakkan kepalanya menatap Leon takut.

     "L-Leon?"

     "Siapa yang menyuruh seperti ini?" tanya Leon dengan mata yang tajam dia mendekati Mike. 

     "T-Tidak ada."

     "Kau tidak mungkin melakukan ini sendirian!"

     "Sejak kapan seorang Leon melindungi seorang gadis? apakah kau baru saja mengalami pubertas?" Mike menatap Leon dengan tajam, dia yang tadi terlihat takut sekarang terlihat sedang menantang Leon.

     "Haha. Kalau aku sudah pubertas emang kenapa? apa aku merugikan mu? tidak kan, sekarang siapa yang nyuruhmu untuk menganggu keluarga gadis yang ke cintai hah! kau sepertinya ingin sekali mati di tanganku Mike."

     "Hmph, kau telah banyak berubah ternyata." Mike menyeringgai membuat Leon emosi begitupun dnegan sahabatnya. 

     "Mike sepertinya hidupmu akan berakhir sampai disini," celetuk Steffen yang pernah menjadi kawan Mike di bangku sekolah menengah akhir. 

     "Aku tidak perduli, haha."

     "Brengsek, bisa-bisanya kau tertawa?"

     BUGH

     "Argh!"

     "Katakan siapa yang menyuruhmu untuk menganggu keluarga Naya, hah!!"

     "Aku tidak akan mengatakannya walaupun aku mati sekarang."

     "Wahh... berani sekali kau," Kenzo menjambak rambut Mike kuat hingga dia mendongak menatap Jeno sinis. 

     "Jangan menambah dosa ku Mike! cepat beri tau aku siapa yang menyuruhmu!!" murka Leon dengan wajah yang sudah memerah. 

     "Orang yang paling dekat dengan mu dulu." Mike menyeringgai kepada Leon. 

     Leon dan para sahabatnya tampak berpikir, siapa orang yang Mike maksud, pastinya bukan ayahnya yang Mike maksud. Karena sama sekali tidak ada anak buah ayahnya yang mendekati lingkungan rumah Naya sama sekali. 

     "SIAPA BANGSAT!!"

     BUGH!!

     BUGH!!

     Mike tersungkur, dia sepertinya sama sekali tidak ingin memeberitahu orang yang telah menyuruhnya. 

     Leon mengeluarkan benda yang dia sembunyikan dari belakang celanya, yaitu pistol. Mengarahkan ke kepala Mike yang sontak membuat Mike ketakutan. 

     "Lihat muka mu itu Mike, kau terlihat sangat ketakutan, lebih baik kau katakan segera sebelum kau mati," celetuk Steffen yang ikut mengambil pistonya di balik celananya. 

     Mike mengganti raut wajahnya lansung menjadi menatap Steffen remeh, "Aku sama sekali tidak takut, kau salah menilai ku Steffen."

     "Wahh... kau berani sekali tuan Mike."

     "Untuk apa aku menjadi pengecut seperti kau Steffen!!"

     DORR!! 

     Steffen menembak kaki kanan Mike. 

     "ARGHH!!"

     "Ups aku tidak sengaja, menarik pelatuknya, maaf, pasti sangat sakit ya rasanya?" 

     "Cepatlah Mike jangan membuat kami menyiksa dirimu sebelum mati, itu begitu sangat menyenangkan, aku sangat tidak tahan," celetuk Dejun menyeringgai kearah Mike. 

     "Aku tidak akan mengatakan apapun, karena aku pure ingin menganggu keluarganya!! keluarganya terlihat seru sekali."

     "BRENGSEK!!"

     PLAK!!

     "Asal kau tau Mike! aku sekarang sangat ingin mengeluarkan semua isi kepala mu, sepertinya seru. Lalu aku akan menjual organ-organ mu kepasar gelap agar menambah pengghasilan untuk anak buahku. Namun sekarang bersyukurlah kau, aku belum mematikanmu, aku sedang menahannya. Jangan memancingku untuk melakukannya, cepat katakan siapa yang menyuruh mu?!!"

     "Tidak ada yang menyuruhku, aku ingin melakukannya sendiri!!

     "Punya dendam apa kau kepadaku Mike?!"

     "Kau telah mengambil apa yang seharusnya milikku Leon! aku tidak senang dengan mu, kau merebutnya dariku!!"

     Leon dan sahabatnya mengernyit. Apa yang telah Leon ambil dari dirinya? dia memiliki banyak harta untuk apa dia mengambil milik orang lain, itu hal yang sangat tidak berguna. 

     "Aku tidak pernah meng--"

     "NARARYA!"

     "Dari mana kau mengenalinya?" tanya Jeno mendekati Mike. 

     "Dia milikku, ibunya punya utang kepadaku, dan aku menginginkan anak gadisnya, sebagai penghasil uangku, aku ingin menjualnya ke orang-orang karena dia sangat cantik dan bodynya sangat bagus, pasti si jalang itu sangat pandai mengikat perhatian orang-orang, namun saat aku sudah mendapatkannya, kau malah mengambilnya dariku dan aku tidak bisa mendapatkan apa-apa brengsek! seharusnya aku sudah mandi uang sekarang dari si jalang itu!"

     Leon emosi mendengar sebutan jalang yang di tunjukkan kepada Naya. Berani sekali Mike, yang dulu terlihat lugu saat bekerja dengan dirinya.  Leon yang kasar saja tidak pernah mengatakan seseorang dengan sebutan itu apalagi dengan Naya yang sekarang menjadi wanita yang di hormati. Leon menghela napasnya panjang, berati yang datang ke mimpi Naya setiap hari yang membuat Naya menangis ketakutan adalah Mike.

     Mata Leon memanas, "Bawa dia ke  sungai aku ingin membunuhnya disana bersama mayat-mayat yang lain."

     Leon berjalan lebih dulu keluar markas diikuti para sahabatnya. Luke memerintahkan anak buah yang lain untuk membawanya ke sungai, melepas ikatan rantai di kakinya agar bisa berjalan, namun baru saja di buka,

     "MATI KAU LEON BRENGSEK!!"

     "LEON, AWAS!" 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Khairani Khairani
koin ny mahal bgt si😔😔
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status