Share

Dicaci Di Depan Hotel Milik Mertua

“Kamu lagi, kamu lagi. Memang bandel, ya? Ojek online tidak boleh masuk ke hotel ini. Mengerti tidak?!” Satpam itu sedikit membentak.

“Maaf, Pak. saya di suruh menunggu pak Agung. Saya tidak berani untuk pergi, atau saya akan dimarahi.” Bayu mengatakan kepada pak satpam itu. Bayu berada duduk di atas motornya sekarang. Dia berada di tempat parkir, diantara banyak mobil mewah terparkir di sana.

Sementara itu, didalam Agung sudah sedikit gelisah menunggu partner bisnisnya tida juga datang dia menelpon orang itu, untuk memberi tahu bahwa dirinya sudah sampai di tempat mereka janji bertemu.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil mewah datang. Mobil berwarna hitam itu terlihat mengkilap. Bayu tidak peduli. Dia hanya melihat ke arah gawainya saja. Seorang lelaki paruh baya keluar dari mobil warna hitam itu. Biasanya, dia diantar oleh sang sopir. Akan tetapi, hari ini dia tidak di antar, karena sopir mengantar anaknya.

“Kamu? Ngapain kamu di sini? Mau mencuri?” Lelaki itu menunjuk ke arah Bayu.

“Tidak, Tuan. Saya menunggu penumpang di sini.” Bayu menjawabnya dengan sopan. Dia menunduk, karena menghormati orang yang lebih tua.

“Jangan mengada-ada. Menunggu penumpang? Di sini? Mana ada yang mau naik ojek? Apalagi, motormu butut begitu. Di sini para orang-orang kaya. Tidak mungkin akan mau naik motor butut punya kamu!” Lelaki itu tetap tidak percaya, alasannya Bayu berada di sini.

“Tapi , sa ...” Kalimat Bayu terpotong oleh lelaki itu.

“Tapi, tapi apa? Jangan mengajak berdebat! Pergi kamu dari sini. Mukamu itu menyebalkan sekali. Bahkan sampah daun ini lebih berharga dari pada kamu.” Lelaki itu menunjuk ke arah sampah itu.

“Saya tidak berani pergi, Tuan. Saya sudah ....” Belum selesai perkataan Bayu, lelaki itu sudah mengangkat keranjang sampah yang berisi dedaunan itu, di guyurkan ke rambut Bayu. Bayu hanya terdiam. Lelaki itu sudah sering memperlakukan buruk padanya. Lelaki itu adalah ayah dari Miranda. Dia juga tega mengusir Bayu dalam keadaan hujan, saat Bayu melamar ke rumahnya. Bayu memang pernah datang ke rumahnya melamar Miranda. Akan tetapi cacian dan hinaan yang di dapat.

Agung di dalam restoran hotel geleng-geleng kepala melihat  tingkah lelaki itu. Dia menyaksikan dari balik kaca.

“Kau pantas mendapatkannya! Bahkan kamu dan sampah-sampah itu masih berharga sampah itu, dapat dijual untuk bahan pupuk. Lah kamu? Sudah miskin, dekil.” Bayu hanya membersihkan rambutnya yang terkena sampah dedaunan. Dia tetap saja terdiam. Dia tidak mau memancing keributan.

“Kenapa kamu diam! Karena sesuai memang yang aku katakan? Kau tahu, kau ini hanya sampah masayarakat. Tidak berguna!” Lelaki itu terus mendorong-dorong tubuh Bayu, sehingga dia sedikit terpental ke belakang. Karena sudah tidak terkendali, maka Agung keluar untuk melerai. Agung sedikit berlari menyambangi mereka berdua.

“Lama-lama aku pingin ....” Lelaki itu hampir menjambak Bayu, namun Agung memanggil lelaki itu.

“Pambudi, ada apa ini?” tanya Agung.

“Oh, Pak Agung sudah datang? Sudah lama atau bagaimana?” tanya Pambudi sambil maju dan bersalaman. Agung membantu membersihkan sampah yang ada di rambut Bayu.

“Sudah lumayan. Dan lumayan juga melihat perlakuanmu pada seorang ojek online ini. Kenapa?” tanya Agung. Dia ingin tahu alasan dari Pambudi mengganggu ojek on line tersebut.

“Ini, dia mangkal di sini. Hotel ini adalah hotel berkelas. Kalau ada dia di sini akan merusak pemandangan. Nanti orang-orang kaya akan malas pergi ke mari.” Pambudi memberikan perhatian pada hotel itu, seolah-olah dia yang memiliki hotel itu.

“Masa? Aku tidak merasa terganggu. Aku malah senang, ada anak muda yang mau bekerja keras. Memang mengganggunya kenapa?” Agung mengerutkan keningnya. Sepertinya Pambudi memang orang yang sombong.

“Ya, pokoknya mengganggu. Tidak pantas!” Pambudi tetap saja ngotot tidak suka jika ada ojek on line di wilayah itu.

“Tunggu-tunggu, sebenarnya ini hotel punya siapa? Sepertinya kamu repot sekali siapa yang harus dan boleh datang ke hotel ini, dan siapa yang tidak boleh. Apakah ini punyamu?” tanya Agung. Sepertinya, Pambudi seolah-olah ingin melindungi hotel, seolah-olah dia pemilik hotel tersebut.

“Ya, tidak. Tapi calon mantu saya meneger di hotel ini. Jadi, saya juga harus ikut menjaga wibawa hotel ini,” tukas Pambudi.

“Oh, begitu. Tapi kamu bisa bicara baik-baik. tidak perlu seperti ini. Kau merendahkan martabatnya.” Agung tidak suka dengan tindakan Pambudi yang membedakan orang  dengan kasta. Agung termasuk orang yang sederhana. Dia juga pernah merasakan bagaimana di hina, dicemooh, disudutkan dan berakhir ditinggalkan. Maka dari itu, dia tidak pernah membedakan seseorang dari tingkat kekayaan.

“Anak ini yang bandel, susah di bilangin. Memang kenapa? Wong hanya ojek on line saja. Tunggangan orang miskin!” sarkas Pambudi. Dia belum menyadari, bahwa yang dia hina adalah menantu dari Agung. Dia terlalu sombong dan membanggakan kekayaannya. Perangainya memang sangat buruk.

“Saya suka naik ojek on line. Berarti saya orang miskin, begitu?” Bagai sebuah tamparan hebat di wajah Pambudi. Ternyata, seorang Agung pengusaha terkenal suka sekali naik ojek on line. Akan tetapi, dia belum percaya. Hingga dia menganggap Agung hanya bercanda saja.

“Bapak jangan bercanda. Mana mungkin bapak pakai ojek? Bapak pasti mau membohongi saya, karena membela anak ini saja ‘kan?” Pambudi mengatakannya pada Agung. Tapi, memang Agung datang naik ojek. Kenyataannya memang demikian.

“Tapi, memang saya pakai ojek online. Saya kemari dengan membonceng dia.” Pambudi tetap saja tidak percaya. Dia melongok ke sana- ke mari untuk mencari di mana mobil milik Agung. Akan tetapi, dia tidak menemukannya. Yang terparkir di sana semua mobil biasa. Sedangkan mobil Agung, standarnya memang mobil super mewah berharga sangat mahal.

“Mana? Mobil bapak tidak ada?” Pambudi mengerutkan keningnya, kemudian bertanya pada Bayu, “heh, Kau. Kau membawa siapa kemari?”

“Saya memboncengkan beliau.” Jempol Bayu menunjuk ke arah Agung. Perlakuan demikian adalah menunjuk seseorang yang dihormati. Karena di Indonesia, menunjuk langsung dengan jari telunjuk dianggap tidak sopan.

“Kamu sengaja, kamu sengaja mau mempermalukan saya? Kenapa tidak bilang?” Pambudi tetap saja menyalahkan Bayu. Dia menonyor kepala Bayu, hingga lelaki itu oleng dan hampir terjatuh.

“Sudah, sudah. Emangnya, kalau Bayu bilang kamu percaya? Saya yang bilang saja, kamu tidak percaya. Lagian saya sangat heran, mengapa jaman sekarang masih berbicara kasta. Orang-orang seperti kamu tidak layak untuk saya beri kepercayaan. Ayo, Bayu kita pulang!” ajak Agung kepada menantunya.

“Loh, loh ... tunggu dulu. Bapak mau pulang? Terus urusan kita bagaimana?” tanya Pambudi. Dia sedikit gusar. Dia tidak menyangka, jika akhirnya akan seperti ini.

“Batal. Semua kerjasama kita batalkan. Saya tidak suka kelakuanmu. Jangan-jangan, kamu tidak jujur juga mengelola bisnis. Ingat, kita bisa di sebut kaya karena ada orang miskin. Kita dapat besar karena jasa orang-orang kecil. Semoga anda dapat investor yang lebih baik.” Bayu bingung harus bagaimana. Akan tetapi, mertuanya tersebut menyuruhnya untuk pulang, maka dari itu dia pulang. Bayu menyetarter motornya, kemudian Agung membonceng di belakang.

Pambudi hanya bisa melongo saja. Dia baru saja kehilangan uang yang sangat banyak, karena gagal mendapatkan investor. Dia memukul pohon yang ada di sampingnya. Tangannya dikibas-kibaskan karena merasa sakit. Berganti dengan menendang ban mobil milik seseorang, hingga dia di tegur oleh orang yang punya mobil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status