“Ya, papa lihat sendiri.” Agung mengangkat cangkir kopinya kemudian menyeruputnya.
“Memang, siapa yang dihina?” Eliana penasaran, mengapa sampai papanya semarah itu?
Papanya meletakkan kopinya di meja, kemudian menengok ke arah Eliana. Dia akan mengatakan sejujurnya. Papanya menepuk pundaknya, kemudian menangkupkan jari-jari ke sela jarinya yang lain.
“Eliana, dia menghina suamimu, karena jadi tukang ojek. Papa kira, suamimu ada hubungan dengannya sebelumnya. Sebab, dia sangat kesal walau sudah papa tunjukkan kebenarannya. Dia tetap menganggap suamimu ini tidak berguna.” Lelaki paruh baya itu kemudian menjelaskan apa yang dia alami bersama menantunya tersebut.
“Aku juga heran, Pa. Mengapa orang-orang masih usil mengurusi hal-hal yang bukan urusannya. Memang kalau kaya bisa dijamin manusiawi? Memang kalau kaya bisa selamanya? Kalau tidak usaha mana bisa kaya?” Eliana merasa saangat gemas mendengar suaminya itu dihina.
“Itulah, otak kerdil, selalu berpikir hanya harta saja yang berguna. Padahalmasih banyak hal lain di dunia ini yang bisa dibanggakan. Kemana suamimu? Aku mau tanya siapa sebenarnya Pambudi? Mengapa dia bisa sangat membancinya.” Agung bertanya pada Eliana anaknya.
“Dia ada di depan, Pa. Mau aku panggilkan?” Eliana berjalan meninggalkan papanya untuk memanggil suaminya. Eliana masuk ke dalam rumah untuk
memanggilkan Bayu. Eliana dengan anggun berjalan menuju ke dalam rumah. Tutukan suara sepatunya terdengar oleh Bayu yang mulai terpejam di atas kursi empuk di ruang tengah. Televisinya menyala, tapi bukan televisinya yang di tonton tetapi televisinya yang menontonnya.“Hai, ada apa?” tanya Bayu melihat istrinya mendekatinya dan mencium rambutnya yang masih wangi walau sudah terkena matahari.
“Ditunggu papa di belakang.” Bayu berdiri kemudian mencuci wajahnya di wastafel kamar mandi tamu. Setelah mengelap bekas cuci mukanya, maka dia langsung menuju ke teras belakang untuk menemui mertuanya.
“Ada apa, Pa? Ada perlu dengan Bayu?” tanya Bayu sambil duduk di kursi sebelah mertuanya, yang dipisahkan oleh meja bulat dengan kaki bengkok berbentuk daun.
“Papa mau tanya, apa hubunganmu dengan Pambudi?” tanya Agung.
“Hubungan saya? Tidak ada, Pa.” Bukannya mau menutupi, akan tetapi memang tidak ada hubungan apapun dirinya dengan Pambudi.
“Baiklah, kalau demikian pertanyaan papa ganti. Kamu pernah ada masalah dengan Pambudi?” tanya Agung mengganti pertanyaanya.
“Iya, Pa. Kalau pernah punya masalah, saya pernah punya masalah sama dia. Waktu itu, saya ....” Bayu menjeda bicaranya. Ada perasaan perih yang terlintas di matanya. Rasanya perih itu masih menjelma menjadi sebuah hantu yang menggerogoti sendi-sendinya.
“Mengapa, Bayu? Bagi kepedihanmu sama papa. Siapa tahu akan lebih ringan.” Agung memberikan semangat kepada menantu kesayangannya, karena memang hanya satu-satunya.
“Pa, Dia adalah orang tua dari Miranda. Miranda itu adalah mantan pacarku dulu. Kami sepakat untuk menikah. Saya melamarnya, tapi seeprtinya kita tidak berjodoh.” Bayu mencoba menetralkan perasaannya. Dia tersenyum di balik lukanya yang menganga.
“Oh, pantas. Dia menghinamu seperti saat tadi? Dan seperti tadi, kau terdiam?” tanya Agung. Lelaki itu bangga dengan menantunya yang santun itu. Akan tetapi, kadang dia juga gemas dengan tingkahnya yang membiarkan orang lain menidasnya.
“Sudahlah, Pa. Semua sudah berlalu. Lebih baik hanya menjadi catatan saja. Jangan sampai luka itu membuat diri kita dendam dan dengki. Papa masih ingi di sini?” tanya Bayu. Dia akan tidur sekejap, sebelum sore nanti menerima orderan. Bayu sering menerima orderan pada sore hari.
“Ya, silakan kalau kamu mau istirahat. Papa sudah puas dengan jawaban kamu. Aku tidak salah menikahkan kamu dengan anakku.” Bayu tersenyum dan kemudian masuk ke dalam rumahnya. Dia tidak melihat istrinya di bawah, pasti sudah masuk ke kamar mereka. Maka, Bayu memiliki pikiran nakal untuk menyergap istrinya.
Dia mengendap-ngendap membuka pintu kamarnya, kemudian menyergap istrinya yang sedang memijit kepalanya. Mungkin karena pusing.
“Hayo, lagi mikir apa?” sergap Bayu.
“Ih, kebiasaan. Mengagetkan.” Bayu memeluk istrinya tersebut dari belakang. Eliana memegang tangan Bayu yang sedang memeluknya.
“Mas, mengapa tidak bantu di hotel saja? Aku sangat kesulitan harus melakukan pekerjaan ganda. Papa sudah tidak aktif lagi. Aku capek, Mas.” Eliana dengan manja mengadu kepada suaminya. Bayu memegang pundaknya Eliana, kemudian membimbingnya agar duduk di ranjang bersamanya, dengan Eliana di pangkuannya.
“Kau tahu, aplikasi itu aku buat dengan susah payah. Sekarang, kita sedang berjuang, Sayang. Bersabarlah sampai dua bulan ke depan. Aku janji akn membantumu. Sekarang juga kalau kau ada kerjaan aku bantu, bukan? Jadi tolong jangan mengeluh, ya?” Eliana memeluk leher suaminya. Pria itu mencium bibir Eliana dengan mesra. Dia memberikan kenikmatan untuk istrinya itu, agar rasa pusing yang di deritanya menghilang.
“Bobok, yuk? Aku harus narik nanti sore. Atau mau itu?” tanya Bayu pada suaminya.
“Itu apa?” tanya Eliana pura-pura tidak tahu.
“Ini.” Bayu memegang dua bola dada sang istri dan meremasnya dengan sangat lembut untuk membuat sensasi lenguhan pada dirinya. Eliana menikmatinya dengan memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar dengan rasa yang begitu sangat menggelora di dalam dadanya.
“Ih, nakal!” Eliana memukul manja kepada suaminya. Dia malah melanjutkan dengan mencium suaminya sangat rakus. Mereka melakukannya hingga puas.
“Mau di lanjut atau tidak?” tanya Bayu.
“Boleh, kuat berapa kali?” Eliana memancing Bayu dengan melepaskan pengait branya, tapi dengan tidak melepaskan bajunya. Bayu yang menerima tantangan dari sang istri langsung menyerbunya dengan kedua tangannya. Bra warna hitam sudah terlepas dari tubuh Eliana tertumpuk di lantai. Setelah meremas kedua ujung dada Eliana yang begitu sangat indah, Bayu kemudian membantu wanita itu melepaskan kancing baju satu per satu. Sedang Eliana mulai memasrahkan diri dengan berbaring terlentang.
“Mas ....” Lenguhan Eliana membuat Bayu menghabisi bibirnya, agar tidak bersuara. Meskipun dia sangat suka dengan suara jeritan wanita itu, namun dia tidak menginginkannya sekarang. Dia ingin gejolak dalam diri wanitanya bertumpuk. Sehingga ketika Eliana menjerit, maka suaranya membuat dia semakin membara.
Eliana sudah setengah polos tanpa busana. Setelah puas berpiknik di tubuh atas istrinya, Bayu kemudian membantu istrinya untuk menambah tumpukan baju lebih banyak lagi, dengan melepaskan celananya. Bayu tersenyum nakal ketika melihat gua kenikmatan milik istrinya sudah basah dan siap dibuahi. Tapi, tidak sekarang. Dia ingin mempermainkan istrinya tersebut, hingga saat mencapai klimaks seluruh jeritan tertuju untuknya.
Kini tinggal baju dalam bagian bawah saja, yang membalut tubuh Eliana dengan celana dalam itu sudah basah. Bayu meraba dengan telunjuknya, area sensitif itu, di bagian luar celana dalam. Eliana merasa sangat tidak tahan mendapatkan serangan dari suaminya tersebut.
“Mas, aku ... aku,” lenguh Eliana.
“Kau mau sekarang, Sayang?” goda Bayu. Bayu juga sudah mengencang di area sensitifnya. Milik dia rasanya sudah menerobos celananya. Eliana memegang benda keras itu, kemudian memainkan jarinya di atas sana. Sekarang giliran Bayu yang menjerit dan melenguh karena jemari Eliana yang bermain di atas sana. Eliana dengan cantik melepas celana Bayu, sehingga sang singa jantan bersurai hitam itu menjembul dari dalam celana dalam. Dengan sedikit hentakan Eliana melepas celana tersebut.
“Kau mau ini, Cinta?” tanya Eliana sambil mengulum benda itu dengan lembut. Bayu melenguh lebih lagi untuk meneroboskan perasaannya saat istrinya memberikan kenikmatan itu.
“Beri aku lebih, Sayang.” Bayu menarik tangan istrinya, agar posisinya di bawah. Dia memberikan kenikmatan kepada istrinya dengan klimaks bersama setelah saling bersatu dalam lautan madu.
“Beri aku lebih, Sayang.” Bayu menarik tangan istrinya, agar posisinya di bawah. Dia memberikan kenikmatan kepada istrinya dengan klimaks bersama setelah saling bersatu dalam lautan madu.Hari sudah mulai sore. Setelah melihat semua rating di aplikasinya, Bayu siap-siap akan berangkat. Dia menerima beberapa orderan. Seperti biasa, istrinya sudah menyiapkan jaketnya, dan semua peralatan keamanan berkendara untuk suaminya tersebut.“Aku pergi, Sayang. Hati-hati di rumah.” Bayu mengedipkan sebelah matanya setelah mencium kening istrinya. Lelaki itu kemudian menekan gasnya dan bergerak menuju jalanan. Kali ini, pelanggan yang dia jemput adalah ibu hamil yang akan periksa ke rumah sakit. Dia melajukan motornya menuju gang-gang sempit sesuai arah a
“Susumu, Sayang. Nggak nunggu aku untuk jamaah?” tanya Eliana melihat suaminya sudah siap dengan baju muslimnya.“Cepatlah! Aku mau sholat sunah dulu.” Eliana meletakkan susu di meja kemudian berlari ke kamar mandi.Setelah Eliana selesai mandi dan juga widhu, maka mereka melakukan sholat shubuh dengan berjamaah. Selesai sholat subuh, karena Bayu memang belum tidur, dia langsung tidur. Sedangkan Eliana keluar kamar untuk olah raga pagi.***Eliana sudah rapi mau berangkat kantor. Dia melihat suaminya tersebut sudah terlelap dan mendengkur halus. Setelah siap dengan jilbabnya yang menjuntai, di
“Kau akan menyesal, Nyonya Eliana karena sudah berurusan denganku!” Stefan melangkah pergi dikuti oleh Miranda di belakangnya. Eliana menggeleng-gelengkan kepalanya karena ulah dari Stefan tersebut. Eliana juga beranjak dan mengajak Zahra untuk keluar dari ruangan itu. Wanita itu menuju ke ruangannya. Mungkin untuk sementara, kopi susu sangat cocok untuk dirinya.Zahra membuat dua kopi susu untuk dirinya dan bosnya itu. Dia pergi ke dapur dan di sana sudah ada beberapa karyawan hotel yang lainnya juga membuat minuman.“Mbak Zahra, membuat dua dengan bos, ya?” tanya salah satu office boy.“Iya, kamu sudah selesai?” tanya Zahra pada Jamal sang office boy.
“Baiklah, terima kasih informasinya.” Wisnu permisi dari ruangan Eliana. Eliana menatap punggung Wisnu yang menghilang di telan pintu itu. Kemudian dia menghirup nafasnya dalam-dalam dan kembali mengangkat cangkir kopi susunya dan menyeruput untuk menetralkan pikirannya. Eliana mengetuk-ngetuk meja untuk mengalihkan pikirannya. Tapi tidak bisa. Dia harus menyelesaikan ini segera. Dia meraih jasnya kemudian menyambar kunci mobilnya. Sebelumnya dia berpesan pada Zahra asistennya jika Miranda atau Stefan memberikan berkas, maka di terima saja. salah atau benar, urusannya biarkan besok dia yang menentukan. Hari ini masalah tentang Stefan harus jelas dan terang.Zahra mengiyakan perintah bosnya terseb
“Iya, ini solal Stefan. Dia hari ini benar-benar menguji kesabaranku. Miranda juga. Bagai mana ceritanya, suamiku yang super tampan ini dulu suka sama wanita super duper oon dan nyebelin itu.” Eliana menjewr pipi Bayu yang sudah kosong karena baru saja menelan makanannya.“Khilaf, entahlah aku juga bingung.” Bayu nyengir.Mereka sudah selesai makan.setelah membayar dengan kartu debet, Bayu mengajak istrinya untuk pergi dari r
Keterangan Yudhistira sangat menentukan tindakannya. Dia akan memberinya waktu dan kesempatan sekali lagi, tapi jika Stefan dan Miranda mau memperbaiki diri. Jika masih sama, maka tinggal Tuhan yang dapat menolongnya.Mereka masuk ke kompleks itu. Setelah pasti itu rumahnya, Bayu menghentikan motornya dan Eliana menekan bel sebagai ganti permisi untuk bertamu ke rumah itu. Seorang wanita setengah baya keluar dengan mengenakan daster kembang-kembang. Dia menanyakan keperluan dari sang tamu.“Maaf, apakah benar ini kediaman tuan Yudhistira?” tanya Eliana.“Betul sekali. Maaf dengan siapa? Saya sampaikan kepada bapak.” Ibu itu meminta konfirmasi nama kepada Eliana dengan menunjuk menggunakan jempolnya. Mungkin bibi itu biasa andap asor karena Tuan Yudhistira adalah orang Yogyakarta.“Sampaikan kepada beliau, saya Eliana ingin berjumpa dengan beliau.” Ibu itu tersenyum kemudian menyuruhnya untuk menunggu. Tidak lupa Eliana
Akan tetapi ketukan pintu membuat aksi mereka terhenti. Miranda sudah setengah telanjang dan Stefan juga sudah tidak berbentuk lagi. Dasinya sudah tidak beraturan dan kancing kemejanya sudah lepas semua, kini terlihat dadanya yang sedikit berbulu. Stefan menyuruh orang tyersebut menunggu. Mereka berdua membetulkan pakaiannya, sedang Miranda ke kamar mandi untuk menyelesaikan yang tertunda.Stefan merasa sangat marah karena ketukan pintu tersebut. Terlihat seorang bell boy mengahmpirinya.“Ada apa?” Terdengar sebuah desahan dari dalam kamar mandi. Bell boy tersebut mengerutkan keningnya. Mengapa masih siang ada desahan manja di ruangan itu.“Ada apa? Cepat katakan dan kembalilah pergi! Aku sedang sibuk.” Stefan dalam hati mengumpat sendiri. Miranda pasti sudah menyelesaikan misinya.“Itu, anda dicari seorang tamu. Katanya ingin bertemu.” Bell boy tersebut permisi, karena sepertinya di dalam sana sedang ada yang bermain.
“Mas, pantas saja kau begitu sabar walau sudah dijahati sama mereka. Tapi aku belum bisa.” Eliana membalikkan tubuhnya, sehingga tengkurap dan bertemu pandang dengan suaminya. Bayu tersxenyum mendengar perkataan istrinya. Dia bangkit dan diikuti oleh istrinya yang masih mengenakan mukena. Bayu melepas baju muslimnya, untuk di gantung di gantungan baju. Setelah itu, dia membantu istrinya melepaskan mukena. Mereka tersenyum saling memberikan respon. Hal-hal kecil seperti itu memang sangat di butuhkan bagi suami-istri untuk membangun chemisti.“Sudah lapar, sudah siapkan makan malam? Atau kita siapkan bersama?” Bayu membantu istrinya melipat mukenanya bagian atas, sedangkan Eliana melipat bagian bawahnya.“Pakai baju dulu. Surti bisa kepingin kalau lihat dadamu yang bidang. Entar dia narik suaminya untuk masuk kamar dan tidak jadi jaga malam.” Eliana mengambilkan kaos oblong milik suaminya. Bayu malah memeluknya dari belakang.&l