Share

Chapter 6

     Mereka telah sampai ke taman Istana Belakang yang sangat luas. Jenderal Wei membacakan titah Kaisar Han yang menentukan akan dibawa ke mana mereka, dan nasib apa yang akan menimpa mereka selanjutnya.

     Begitu dekrit dibacakan sampai Puteri Yan Xu, Ibu Suri kontan menjerit.

     "Puteri Ming Yan Xu, akan diangkat menjadi selir Perdana Menteri Kang."

     "TIDAK!!!" Ibu Suri meraung histeris, ia kini sibuk menyembah-nyembah. "Ampunilah Puteriku, dia baru lima belas tahun! Kalian boleh membunuhku, tapi jangan ambil puteriku!..."

     Jenderal Wei tidak mempedulikannya, "Mengenai Perdana Menteri Zhan..."

      Ibu Suri kini merangkak sampai tepat di bawah lutut Jenderal Wei, "Tuan Kami mohon kemurahan hati kalian, kami mohon..."

     "Diam kau, nenek tua! Bukan kau yang berkuasa lagi di sini!" Jenderal Wei menendang Ibu Suri, menyebabkan ia terjerembab ke lantai. "Jangan ganggu aku membacakan titah!"

     Kaisar segera maju menolong ibunya. "Tuan... masih banyak gadis cantik yang bisa kami persembahkan bagi perdana menteri kalian, tapi tolong jangan ambil adik saya. Dia masih kelewat kecil..."

     Puteri Yan Xu sendiri sibuk menahan ibu dan kakaknya, "Ibu... kakak... sudahlah... jangan hanya karena demi aku kalian menderita begini!"

     "Ini titah Kaisar. Kalian tidak berhak mengubahnya." Jawaban dingin Jenderal Wei membuat jeritan dan isak tangis di sekitarnya makin menjadi-jadi.

      He Xian tidak tahan lagi. Ia merampas pedang yang terselip di pinggang orang sebelahnya, lalu segera maju mengarahkan pedangnya ke hadapan Jenderal Wei. "Kalian manusia keparat! Baik tuan dan anjingnya semua sama saja, tidak berperikemanusiaan! Hari ini, aku Sun He Xian, bersumpah akan membuat perhitungan dengan kalian!"

     Sekaranglah saatnya aku bisa mendedikasikan diriku untuk kebahagiaan orang lain.

     "Sun He Xian! Kembali!" Perdana Menteri Zhan berusaha memanggil, bagaimanapun ia tahu seruannya sia-sia. He Xian terlanjur telah menyulut kemarahan pasukan Han. Kini seluruh pasukan mengepungnya dan tidak ada seorangpun yang bisa menolongnya.

     Namun di luar dugaan sang Perdana Menteri, He Xian cukup tangguh melawan pasukan musuh yang jumlahnya ratusan itu. Sang perdana menteri pun berpikir bangga dalam hati, Ia memiliki kemampuan beladiri yang sangat bagus. Pantas saja keluarganya selalu mengatakannya sebagai anak jenius yang terlalu malas. Bagus sekali, He Xian. Sebagai gurumu, aku amat bangga padamu.

     Melihat keberanian He Xian, nyali para bangsawan yang tadinya telah padam menyala kembali. Mereka segera mengangkat senjata dan ikut bertempur, walau mereka tahu kesempatan mereka menang amat tipis. Mereka rela berkorban demi negara.

     Aksi pembesar Ming rupa-rupanya membuat pasukan Han kewalahan juga. Jenderal Wei sampai harus memerintahkan barisan panah turun tangan.

     Anak-anak panah segera melesat memenuhi udara, mengenai siapa saja yang bernasib naas. He Xian tidak lantas menjadi gentar, ia malah semakin beringas menerjang.

     Sampai ia mendengar jeritan seorang tua yang amat dikenalnya, tepat di belakangnya. Ia segera menoleh. Jantungnya berdegup keras tatkala menemukan Perdana Menteri Zhan telah tersungkur di tanah dengan panah menancap tepat di bagian jantung.

     "Kakek!!!..." He Xian berteriak histeris. Sang Perdana Menteri, demi melindunginya dari anak panah yang menyerang dari belakang, menjadikan dirinya sebagai tameng. Benar-benar naas, panah itu tepat menancap di jantungnya. 

     "He Xian..." Setengah mati Perdana Menteri Zhan berjuang mengeluarkan suaranya. "Kau seorang anak yang amat baik. Aku amat bangga padamu..."

     Air mata mulai mengaliri pipi He Xian. "Kakek... jangan paksa diri berbicara..."

     "Nyawaku tinggal... sebentar lagi” Suara sang Perdana Menteri terdengar semakin lemah. Aku ingin kau berjanji satu hal padaku..."

     He Xian menangguk-angguk panik. "Katakan, Kek. Aku akan mematuhinya!"

     "Berjanjilah bahwa di manapun kau berada nantinya kau akan mendedikasikan dirimu untuk kebenaran dan kebaikan dan bukan untuk egomu sendiri...."

     "Ya Kakek. Aku berjanji."

     "Bagus sekali... sekarang aku bisa pergi dengan tenang..." Perdana Menteri Zhan menutup matanya, meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.

      "Kakek Zhan..." He Xian menatap lama jenasah kakek tua yang begitu ramah dan baik hati. Kakek yang begitu mengerti akan dirinya. Kakek yang telah memberinya prinsip penerang jalan hidupnya.

      Pemuda itu berdiri, jenasah Perdana Menteri Zhan ada di gendongannya. Ia merasakan dirinya kosong. Ia bahkan tidak sadar ketika prajurit Han menyeretnya menaiki kereta perang. Semua suara terdengar sayup-sayup baginya. Ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk meladeni rasa ingin tahunya terhadap dunia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status