"Apa katamu?! Bisa-bisanya kalian malah membunuhnya!"
Ming Shi tampak amat murka, Jenderal Wei yang ketakutan cepat-cepat berlutut meminta pengampunan, "Beribu maaf saya haturkan atas kesalahan saya, Yang Mulia, namun ini bukanlah hal yang kami sengajai. Semua ini terjadi karena kekacauan yang ditimbulkan seorang pemuda..."
"Lantas, apa hanya karena seorang pemuda kalian jadi boleh melanggar perintahku seenaknya?! Kau tahu, bagitu inginnya aku bertemu dengan Perdana Menteri Zhan. Ia adalah Perdana Menteri legendaris, dengan adanya dia di sini akan sangat membantu kemajuan negeri kita!"
"Saya sangat menyesal..."
"Menyesal saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu. Satu-satunya yang bisa menebusnya hanyalah dengan nyawamu!"
"Saya..." Tapi belum sempat Jenderal Wei melanjutkan kalimatnya, Sekretaris Li tiba-tiba maju dan berlutut.
"Yang Mulia, mengingat jasa-jasa Jenderal Wei yang begitu besar bagi negeri ini, saya berharap Anda memberinya keringanan hukuman!"
Jenderal Wei memandang tak percaya ke arah sekretaris muda yang selama ini selalu dianggapnya sok tahu dan lemah itu. Selama ini ia selalu menganggapnya terlalu lembek karena Sekretaris Li selalu memprotes sedikit saja praktek kejam dalam pemerintahan, bahkan tak jarang ia menuding anak muda itu terang-terangan. Memang sejak semula, ia sudah siap mendapat hukuman mati. Namun bagaimanapun, ia merasa terharu ada orang yang rela membelanya. Apalagi saat mengetahui orang itu adalah Sekretaris Li, anak muda yang selalu diremehkannya.
Ming Shi mendelik marah. "Li Run Xiang! Selama ini aku sudah cukup sabar terhadap segala ocehanmu! Kini aku sudah tidak bisa mentolerirmu lagi! Jangan kira karena kau sepupuku kau bisa seenaknya mengaturku!"
Sekretaris Li melanjutkan dengan berani. "Sekarang Perdana Menteri Zhan sudah meninggal, mau berapa banyak nyawa yang Anda hukum mati tidak akan bisa menghidupkannya kembali. Lebih baik Anda merelakannya..."
"Kau bicara sekali lagi dan nasibmu akan sama dengan Jenderal Wei!"
"... dan cari penggantinya. Mengapa Anda tidak menemui muridnya saja?"
Kemarahan Ming Shi berganti menjadi rasa ingin tahu. "Murid? Kudengar dia tidak pernah mau mengangkat murid bahkan seorang saja..."
"Itu dulu. Tapi baru sehari yang lalu, tepat saat kita menyerang Ming, beliau mengangkat seorang pemuda dua puluhan tahun sebagai muridnya. Makanya kabar ini sangat heboh di antara para pembesar Ming. Pastilah sang murid begitu jenius."
Wajah Ming Shi berseri-seri. "Kalau begitu, cepat bawa dia ke hadapanku."
"Sayangnya, itu akan sulit dilakukan. Pemuda itu sedang mendekam di penjara bawah tanah. Namanya adalah Sun He Xian."
"Sun He Xian?!" Jenderal Wei ikut berseru. "Bukankah dia pemuda pembuat onar itu?!"
"Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ming Shi kebingungan.
"Sun He Xian itulah pemuda pengacau yang saya maksudkan tadi. Saat saya tengah membacakan titah Yang Mulia, tiba-tiba ia muncul menghunus pedang dan mengucapkan rentetan kata-kata makian. Yah..." Jenderal Wei menelan ludah. Hanya dia seorang saja bangsawan dari negara kalah perang yang begitu berani melawan walau ia tahu ia pasti akan kalah. Setidaknya, saya harus memuji keberaniannya."
"Baik, kalau begitu," Ming Shi tampak tak sabar. "Pertemukan aku dengannya sekarang juga."
***
He Xian disekap di penjara bawah tanah Han, bersama Kaisar Ming, ibunya dan adik perempuannya, beserta beberapa pejabat paling senior negeri Ming. Dibanding para bangsawan lain yang sibuk bercakap-cakap, He Xian memilih diam di sudut penjara.
"Kabarnya Kaisar Han Wen Xing itu sangatlah kejam. Ia selalu membantai keluarga kerajaan kalah perang, lalu memajang kepala mereka di balai kota," Mantan sekretaris negara Ming berkata ketakutan.
"Kalau begitu Anda aman, Sekretaris Qing. Anda bukan termasuk keluarga kerajaan. Tidak seperti kami, Penasihat kerajaan yang merupakan paman Kaisar menukas.
"Saya mengkhawatirkan Anda sekalian."
"Maafkan aku," Mantan Kaisar menggumam lirih. "Aku bukan pemimpin yang baik, tidak sanggup melindungi bahkan diriku sendiri..."
"Yang Mulia, ini bukan kesalahan Anda. Kalau mau disalahkan, salahkanlah Kaisar yang tamak itu. Dialah yang membuat kehancuran di mana-mana. Dia harus dimusnahkan!"
"Siapa itu yang berani memaki Yang Mulia?!?"
Seruan yang berasal dari luar pintu penjara tersebut serta merta mengagetkan para penghuni penjara. Ketakutan, mereka memandangi terali besi yang di baliknya kini telah berdiri beberapa pejabat Han. Sipir penjara membukakan pintu, mempersilakan salah seorang dari antara mereka masuk.
"Siapa yang bernama Sun He Xian?" Sekretaris Li bertanya.
He Xian tidak menyadari dirinya dipanggil. Ia masih diam tepekur, merenungi nasibnya dan pertemuannya dengan Perdana Menteri Zhan dan mengapa takdir membawanya pergi begitu cepat. Sesungguhnya bahkan, ia tidak peduli lagi dengan nasibnya akan datang nanti.
Kaisar Ming mendekatinya, "Tuan Sun, mereka memanggil Anda..."
He Xian mendongak, kemudian berdiri menghampiri Sekretaris Li, menatapnya dengan tajam.
"Tuan Sun, Yang Mulia Kaisar memanggil Anda ke ruang pribadinya. Beliau ingin bertemu dengan Anda."
Semua orang nampak tercegang. Tapi He Xian sendiri tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia hanya mengikuti para pejabat tersebut, keluar dari penjara dalam diam.
***
Bila sikonnya dalam keadaan biasa, He Xian pastilah akan merasa lebih keder saat ini. Karena ia akan bertemu dengan Kaisar penguasa tiga perempat dunia, yang kekuasaannya jauh lebih besar dibanding Kaisar negerinya - yang sekarang ini pula telah hancur. Ia semestinya juga akan merasa lebih terpesona, mendapat kesempatan melihat istana negeri lain yang memiliki peradaban lebih maju. Tetapi sekarang batinnya terasa amat kosong. Ia melewati begitu saja taman-taman istana yang elok dan koridor-koridor dengan hiasan yang memukau tanpa berniat memperhatikannya.
“... Berjanjilah bahwa, di manapun kau berada nantinya, kau akan selalu mendedikasikan dirimu untuk kebenaran dan kebaikan, dan bukan untuk egomu sendiri ...”
Kakek, sekarang aku telah berada di Han. Tolong ajarkanlah aku bagaimana aku bisa tetap mendedikasikan diriku demi kebaikan dan kebenaran sementara aku berada di negara musuh.
"Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari." He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut. "Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar. "Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan me
Setelah berpikir semalaman, He Xian siap melaporkan keputusannya pada Ming Shi. “Saya berterima kasih atas penghargaan Yang Mulia terhadap saya. Saya bersedia menjabat Menteri Teras Kiri... ” Pemuda itu berhenti sejenak. “... namun dengan satu syarat.” Aula langsung gaduh. Beberapa pejabat memprotes keras He Xian yang mereka anggap sudah kelewatan. Ming Shi mengangkat tangan, membuat mereka terdiam. “Silakan Tuan Sun katakan apa syarat Anda. Aku akan mempertimbangkan.” “Saya minta Yang Mulia tidak menghukum mati mantan junjungan saya, Kaisar Ming, serta kolega-kolega pejabat Ming.” Aula kembali gaduh, lebih dari pada sebelumnya. Ming Shi terdiam sejenak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Toh, pada dasarnya aku memang tidak berniat menghukum mati mereka. Sekarang juga aku akan menyuruh pengadilan
Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya. “Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah. Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!” “Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru. “Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!” “Betulkah demikian, Kang Qin Song?” Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me
Kemudian, ia tersenyum. “Karena kita punya nasib yang sama, sama-sama sebagai kaum terjajah, bagaimana jika kalian membantu kami?” tanyanya santai. “Tentu, jika Anda ingin turut bergabung melawan Han, kami akan dengan senang hati siap membantu Anda.” “Oh, bukan untuk itu. Aku tetap setia pada Han.” Seluruh pemberontak menggerung keras. He Xian tersenyum semakin lebar. “Jika kalian tidak bersedia, aku juga tidak akan memaksa. Karena itu, izinkan aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai wakil Han.” He Xian berpaling ke arah Sersan Zhen, “Kira-kira, apakah mereka sudah selesai?” “Kurang lebih, Tuan.” “Bagus,” Ia kembali menoleh ke arah Tuan Li dan lainnya. “Silakan kalian pergi keluar dan lihat, apa yang sedang terjadi.” Para pemberontak kelihat
Ming Shi menatap pemuda yang baru saja berdebat dengannya itu menghilang di balik pintu, wajahnya berkeriut tidak senang. Bahkan sekarang, anak ingusan itu, yang pula berstatus jauh lebih rendah darinya, pun berani memprotesnya? Padahal ia sudah muak melayani komentar-komentar sok itu. Ia bekerja keras memikirkan yang terbaik buat bangsanya, dan ia sebagai pemimpin tentu saja tahu apa yang terbaik bagi negeri yang dipimpinnya. Tapi, mengapa protes-protes itu tetap saja ada? Bahkan, bukan hanya Chang saja yang melancarkan aksi perlawanan. Banyak negeri-negeri vassal lainnya yang turut memberontak, walaupun masih tidak separah Chang. Mengapa sulit sekali untuk membimbing mereka - orang-orang rendahan itu - untuk bisa mengerti akan jalan yang benar? Iapun teringat akan kata-kata salah seorang leluhurnya, “Bila kau tidak bisa menuntut sesuatu dengan kebaikan, maka gunakanlah kek
Masih ada tiga negara yang belum berhasil dikuasai Han. Yeong-Shan, Khanate dan Qi. Ming Shi memastikan ambisinya harus dapat terwujud. Ia harus menguasai ketiga negara itu. Target pertamanya adalah Yeong-Shan. Ia membicarakannya dalam rapat kerajaan. “Sudah tiba waktunya kita mengerahkan pasukan menaklukkan Yeong-Shan. Ada yang mempunyai usul mengenai ini?” Jenderal Wei maju ke depan. “Lapor, Yang Mulia. Pasukan kita berada dalam stamina puncak. Bila kita menyerang Yeong-Shan, kemenangan sudah pasti berada di pihak kita.” Tidak ada tanggapan dari menteri lainnya. Menganggap kebisuan mereka sebagai tanda persetujuan, Ming Shi bangkit berdiri, mengeluarkan titahnya. “Kuperintahkan Menteri Sun memimpin 100.000 pasukan, untuk segera pergi menaklukkan Yeong-Shan!” *** Yeong-Shan terletak
Bahkan perjalanannya saja sudah membuat pasukan Han teramat lelah. Apalagi anggota pasukan seperti He Xian beserta Letnan Xiang dan Sersan Zhen yang berangkat dari Han. Perjalanan dari Han ke Tukhestan saja sudah memakan waktu seminggu. Ditambah perjalanan dari Tukhestan ke Yeong-Shan yang memakan waktu kurang lebih tiga hari. Manalagi mereka tidak bisa beristirahat barang sejenak pun setelah sampai, karena Teluk Dong-Nal yang menjadi pelabuhan teraman bagi kapal-kapal dari Tukhestan telah dipenuhi armada laut Yeong-Shan. Takjub juga He Xian melihat kemegahan armada laut Yeong-Shan yang tidak diduganya. Di pihak lain, pasukan Yeong-Shan juga sangat terkejut mendapati armada laut mereka kalah jumlah sangat jauh dari Han. Ditambah lagi reputasi Han menguasai tiga perempat dunia telah sebelumnya menjatuhkan semangat tempur pasukan Yeong-Shan. Betapapun, Jenderal Min-Hwa tidak lantas putus asa. Ia berdiri di dok terdepan kapal, berseru pen