Share

Chapter 8

     "Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari."

     He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut.

     "Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."

     He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar.

     "Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan mengundang bencana bagi kalian," He Xian berkata dengan berapi-api. "Karena aku pasti akan membuat perhitungan dengan kalian semua! Kalian para setan! Kalian..."

     He Xian tidak lagi bisa memendam kemarahannya. Sekarang ia mendapat kesempatan bertemu dengan musuh utamanya secara langsung, emosinya memuncak tak terkendali. 

     Perdana Menteri Kang berseru marah, "Apa-apaan ini?!? Baginda begitu baik bersedia menghargaimu, beginikah balasan yang kauperbuat?!? Pengawal, seret dia dan..."

     "Tahan." Ming Shi merentangkan tangannya. "Rupanya kita sedang berhadapan dengan anak kecil."

     "... Aku tidak takut! Terserah kalian mau apakan aku, terserah! Aku tidak takut mati! Kalian telah membunuh guruku... kalian telah membunuh orang yang begitu baik..."

     He Xian jatuh terduduk. Tanpa disadari dua tetes air mata bergulir membasahi pipinya. Ming Shi bergeming.

     "Baginda, anak ini begitu lemah dan cengeng. Rupanya Perdana Menteri Zhan telah salah pilih. Kita telah membuang-buang waktu dengan menemuinya," Perdana Menteri Kang menukas.

     Ming Shi tercenung. "Perdana Menteri Zhan tidak mungkin salah pilih, apalagi dia adalah satu-satunya yang diangkat sebagai murid. Bagaimanapun, dia pasti memiliki kelebihan. Kita amati dahulu. Dia pasti masih terguncang karena kematian gurunya."

     Ming Shi membiarkan He Xian menumpahkan semua emosi dan kesedihannya, dan setelah pemuda itu mulai tenang, ia mendekatinya, membantunya berdiri. 

     "Tuan Sun. Saya sungguh-sungguh menyesal. Saya sama sekali tidak pernah menyuruh pasukan saya membunuh langsung di tempat. Semuanya selalu saya amati dan teliti sungguh-sungguh sebelum pada akhirnya saya mengambil keputusan final. Pula, saya amat mengagumi guru Anda. Perdana Menteri Zhan adalah perdana menteri yang sungguh legendaris dan saya benar-benar rela menukar apa saja untuk mendapat kesempatan bertemu dengannya. Sayang..." Ming Shi menunduk lesu. Ia tidak perlu berakting karena ia memang sangat kecewa tidak bisa berjumpa dengan Perdana Menteri Zhan. "Namun, rupanya Tuhan mendengar kekecewaan saya. Ia bersedia mempertemukan saya dengan Anda yang notabene adalah murid tunggal beliau. Saya benar-benar mengagumi Anda, Tuan Sun. Dan atas penyesalan saya, serta rasa hormat saya terhadap guru Anda juga Anda, saya berniat menjadikan Anda Menteri Teras Kiri."

     Semua orang terbelalak tak percaya. Bahkan terhadap rakyatnya sendiri Ming Shi selalu mengadakan seleksi ketat dalam penempatan jabatan setinggi itu. Baru kali ini mereka melihat Kaisar mereka langsung mempercayakan jabatan itu pada rakyat dari negeri lain - tanpa tes pula. Mereka semua kini memandang He Xian dengan lebih seksama.

     Tapi He Xian sendiri tidak bergeming dengan keberuntungannya. Karena dia tidak menganggapnya sebagai keberuntungan.

     "Cepat katakan apa mau kalian sebenarnya!" sergahnya kasar.

     "Mauku sebenarnya? Sederhana sekali, Tuan Sun," Ming Shi menjawab lugas. "Saya menginginkan Anda mendedikasikan kemampuan terbaik Anda untuk rakyat banyak."

     He Xian tertegun. Ia seakan bisa mendengar kembali kata-kata Perdana Menteri Zhan. "...Dedikasikanlah dirimu untuk kebenaran dan kebaikan..."

     "Negara Han merupakan negeri yang sangat besar dan luas, dibutuhkan sangat banyak tenaga-tenaga ahli untuk bisa mensejahterakannya. Sayangnya, kami amat kekurangan SDM yang benar-benar mampu. Terlebih dalam keadaan seperti sekarang, banyak negara bagian yang keadaannya sangat semrawut.

     "Dari luar kalian pasti mengira aku adalah penguasa yang selalu haus memperluas kekuasaan tanpa memikirkan kesejahteraan manusia. Padahal sangat tidak demikian. Aku sangat kecewa dengan pengaturan para pemimpin negara yang mengabaikan kesejahteraan rakyatnya dan malah mementingkan diri sendiri. Seperti negara Tse-Kuan, yang kaisar terdahulunya lebih banyak membuang modal untuk investasi asing tanpa mempedulikan ekonomi dalam negeri. Juga negeri kalian, di mana Kaisarnya merupakan anak ingusan yang tidak bisa memimpin negara sehingga membuat vassal-vassal terpecah saling berebut kekuasaan. Bagaimana mungkin pemimpin seperti mereka dibiarkan mengemban tanggung jawab yang sangat besar, memimpin negara? Aku benar-benar prihatin dengan kehidupan rakyat negeri kalian. Aku merasa memiliki kewajiban untuk menolong kalian. Aku menyingkirkan mereka dari tampuk kekuasaan dan sebagai gantinya aku memberikan fasilitas terbaik kepada kalian. Bisa kalian lihat contoh dari negara-negara kecil yang sekarang menjadi negara bagian Han. Bukankah mereka sekarang menjadi lebih sejahtera? Dengan kemampuanku, aku berhasil mensejahterakan mereka.

     "Dan aku selama ini tidak pernah salah dalam menilai seseorang. Aku percaya bahwa kau akan menjadi pejabat yang baik, Tuan Sun."

     Rasanya He Xian seperti terpukau dengan penjelasan panjang lebar Ming Shi. Kaisar muda itu pula menatap matanya dengan pandang meyakinkan, lalu menekap pergelangan tangannya.

     "Ikutlah dengan kami bersama-sama mendedikasikan diri bagi kesejahteraan seluruh dunia."

      He Xian berkedip. "Saya saya sungguh tidak bisa menerima kehormatan sebesar itu..."

      "Kalau begitu, kau hanya perlu mempercayai dirimu sendiri." Melihat He Xian terpengaruh dengan bujuk rayunya, Ming Shi bernafas lega. "Kau pasti sudah lelah. Beristirahatlah dulu di kamarmu. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu."

     "Y... ya... terima kasih," He Xian menjawab gemetar. Maafkan saya... tadi saya sudah tidak sopan..."

     "Tidak apa. Itu wajar. Kalau aku yang menjadi kau, aku pasti juga akan berlaku demikian."

     Ming Shi memerintahkan seorang pelayan mengantar He Xian menuju kamarnya. Setelah kepergian He Xian, Kepala Kasim Huan menghormat takzim, Yang Mulia benar-benar cerdas. "Anda berhasil membujuk murid Perdana Menteri Zhan yang tadinya amat antipati kepada kita, berbalik mengikuti kita."

     Ming Shi tersenyum. "Dia memiliki jiwa melankolis, dalam dan pemikir. Pula seseorang yang amat setia. Sekali kau memegang hatinya, maka ia akan setia kepadamu sampai mati."

***

    He Xian mendapat kenyataan yang mengejutkan. Ayah dan ibunya telah menunggunya di kediaman barunya.

     "He Xian! Tuhan, terimakasih banyak kau masih hidup! sang ibu memeluk He Xian," air matanya berlinang bahagia.

      Tuan Sun menghela nafas panjang. "Kalau tahu begini, lebih baik ayah tidak menyuruhmu pergi hari itu. Saat kami mendengar pasukan Han menggiring semua bangsawan ke kamp mereka, kami kaget setengah mati. Kami kira kami bakal kehilangan satu-satunya putera kami."

     He Xian tersenyum rikuh. Ia senang mendapati keluarganya ternyata begitu memperhatikannya. "Ayah dan ibu tenang saja, aku tidak apa-apa. Malah, Kaisar Han mengangkatku menjabat menteri teras kiri."

     "Benarkah itu, Nak?!" Ibunya berseru, tampak semakin bahagia. "Itu benar-benar sebuah berkah. Itu bahkan jauh lebih membanggakan dibanding menjadi pejabat di Ming. Han itu negara besar!'

      He Xian meringis. Dikiranya keluarganya sudah berubah, tapi ternyata tidak. "Aku belum mengatakan setuju..." jawabnya di luar kesadaran.

     "He Xian, apa-apaan kau ini?! Itu sebuah kesempatan yang sangat bagus! Masa depanmu cerah bila kau menjadi menteri di Han!" Nyonya Sun berseru marah.

     "Lagipula, kalau kautolak bukannya malah akan membuat Kaisar Han marah! Kau tahu sendiri Hukuman Ke Tujuh Generasi. Bukan hanya kau sendiri yang akan mati, bahkan  sepupu jauhmu yang belum tentu mengenalmu juga akan kena imbasnya!" Tuan Sun ikut menukas.

     Kata-kata ayahnya membuat He Xian mengeluh. "Aku lelah... biarkanlah aku beristirahat." Iapun keluar dari kamarnya.

***

     Hari sudah larut malam ketika He Xian duduk di taman istana, memandangi langit. Bulan purnama sangat besar bagai memenuhi langit. Tiada satu awanpun yang menghalanginya. Kerlipan bintang bampak samar-samar, memperindah tatanan galaksi.

     He Xian menghela nafas panjang. Kata-kata Kaisar Han begitu menginspirasi dirinya, betapapun ia masih belum mampu sepenuhnya memaafkannya karena telah membunuh gurunya. Ia merasa dilema. Di satu pihak, ia mendendam semua pembesar negeri Han. Di pihak lain, sekarang Kaisar Han telah memberinya kesempatan untuk mendedikasikan dirinya bagi dunia. Ia telah mendapatkan kesempatan yang begitu baiknya, jadi kenapa ia harus menolaknya?

     Kenapa ia harus berpikir ulang?

     “... dengan kemampuanku, aku mampu mensejahterakan dunia...”

     He Xian sontak berdiri, marah. "Kaisar sialan itu coba-coba memanipulasi diriku! Dia pikir tipuan murahannya bisa mengelabui aku! Hah! Tidak akan bisa ia kendalikan aku segampang itu!..."

     Kemudian, suara lain menyusul. Itu adalah suara ayahnya beberapa tahun yang lalu, saat menjelaskan praktek berbisnis kepadanya.

     “Salah satu prinsip penting dalam berbisnis adalah; kita harus menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya dan menampilkan hal yang baik-baik saja.”

     He Xian mengatupkan bibirnya. Ia mantap sudah, ia akan mengambil keputusan itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status