Share

Go Away
Go Away
Penulis: Dian Haura

Prologue

BANDUNG~INDONESIA~2024

Langit masih gelap, padahal pagi semakin matang. Masih tersisa mendung akibat hujan lebat semalaman. Jam delapan pagi yang seharusnya suhu mulai menghangat sungguh belum terasa. Di kondisi seperti ini malah terasa masih seperti jam setengah enam pagi.

Itulah pula alasan kenapa Diana menjadi telat bangun pagi, selain memang sedang datang bulan, kondisi seperti ini sungguh membuatnya lalai akan waktu, ditambah pula libur dinas kerja di akhir pekan. Aish, sudahlah, ini sungguh posisi wenak!

Diana melenguh lesu mendapati hendak mandi, malah persediaan pembalutnya habis. Terpaksa menanggalkan mandinya, melempar handuk di bahunya sembarang ke kasur, meraih kardigan rajut panjangnya di gantungan baju lemari untuk membalut baju tidur pendek bahan baby terry yang dikenakan, baru beranjak pergi ke mini market terdekat dari rumahnya.

Setidaknya setelah kesialan muncul keberuntungan, mini market yang ditujunya baru saja dibuka oleh seorang pegawai. Langkah Diana tertahan mendapati itu, menyempatkan menukik senyum, lalu menyeberang jalan menuju mini market.

Tidak sampai tujuh menit, Diana sudah keluar dari mini market itu dengan menenteng sekantong plastik putih berisi pembalut yang dibelinya.

Sesaat kemudian, Diana melenguh lesu lagi mendapati hujan deras mendadak turun. Merutuki dirinya tentang kenapa sebelum pergi menanggalkan niat membawa payung.

Diana meneguk saliva-nya. Tak ada cukup waktu lagi untuk untuk mengeluh. Kerja nyata adalah cara bagaimana ia bisa cepat sampai ke rumah. Lagi pula jarak ke rumahnya hanya sekitar satu kilometer, menjadi alasan pula kenapa ia memilih berjalan kaki daripada naik motor untuk alasan olah raga. Menerjang hujan sungguh bukan masalah besar. Toh, dirinya pula belum mandi.

Satu, dua, tiga. Diawali dengan helaan napas panjang, Diana berlari menerjang hujan deras.

Baru setengah jalan, Diana mengurangi tempo kecepatan larinya. Napasnya tersengal juga. Sebelah tangannya menyempatkan menghilangkan air hujan yang membasahi wajahnya--sekalipun ia tahu, itu sebuah pekerjaan sia-sia.

Seraya berjalan dengan kecepatan sedang dan air hujan yang terus mengguyurnya, sepasang manik mata Diana mengedar ke arah sekitar.

Beranda rumah-rumah yang dilewati Diana terlihat sepi, atensinya di saat seperti ini mereka lebih memilih menghabiskan waktu di akhir pekan dengan berkumpul bersama keluarga di dalam rumah seraya menyeduh teh atau cokelat panas dengan menonton bersama acara televisi.

Begitu pun dirinya, setelah sampai rumah, ia akan segera mandi, lalu menyeduh cokelat panas, sarapan dengan sandwich saja, membaca novel Tere Liye yang baru dibelinya kemarin. Dan itu berhasil membuat Diana menukik senyum membayangkannya. Ini jelas akan menjadi ritual pagi hari di akhir pekan yang menyenangkan!

Diawali dengan helaan napas panjang lagi, Diana hendak berlari, namun tertahan akibat seseorang mendadak meraih tubuhnya, memaksa masuk ke sebuah mobil SUV hitam yang berhenti tepat di sampingnya.

***

"Lepaskan!"

Diana terduduk paksa di kursi tengah penumpang. Sedangkan seseorang yang mengenakan masker mulut warna hitam dengan jaket puffer warna senada, yang baru saja menyeret, lalu menghempaskan tubuhnya begitu saja secara kasar ke dalam mobil itu, cekatan menutup pintu mobil. Lalu bergegas masuk dan duduk di kursi depan sebelah pengemudi.

Dengan penuh amarah, Diana memukul-mukul kaca mobil di sampingnya seraya meronta-ronta minta tolong. Namun sekali lagi sungguh sial, entah penculik jenis apa yang tengah menculiknya, mobil itu dilengkapi dengan fasilitas keamanan kedap suara, membuatnya bertambah parno. Namun, ia tetap saja memilih bermonoton memukul kaca mobil dan meronta minta tolong sebagai bentuk perlawanan.

"Annyeong, Anna ...."

Sesaat kemudian, terdengar seseorang menyapa dengan bahasa Negeri Ginseng. Detik itu pula Diana baru menyadari jika di sebelahnya terdapat seseorang. Tepatnya seorang lelaki yang baru saja menyapanya itu.

Rontaan minta tolong Diana perlahan hilang, pukulan tangannya pun melemah akibat sapaan itu. Pasalnya suara berat lelaki itu sungguh sangat akrab di indera pendengarannya, pula sebutan Anna untuk dirinya yang menjadi sebuah kekhasan lelaki itu. Keadaan ini, mendadak melemahkan dirinya.

Diana memilih tetap bergeming dengan posisi duduk yang masih membelakangi lelaki itu. Sepasang manik matanya mengedar ke arah samping jalan lewat kaca mobil dengan tatapan kosong. Jantungnya masih perpacu was-was, namun dengan emosi yang berbeda. Emosinya bukan lagi takut tentang misi penculikan itu yang sebelumnya ia sudah berpikir negatif tentang penjualan organ ilegal, prostitusi, atau jenis kejahatan lain yang mengerikan.

Bukan. Emosi Diana sekarang telah berganti cemas akan sebuah kenangan di masa lalu. Tentang kenangan manis yang berubah menyakitkan. Tentang sebuah melupakan yang beda tipis dengan kembali menginginkan.

"Annyeong, Anna ...."

Diana bersikukuh bergeming tanpa membuat pergerakan apa pun. Demi apa pun, ia sungguh belum siap berjumpa lagi dengan masa lalu yang bahkan sudah tertinggal jauh di belakang.

Dian Haura

Annyeong: halo

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status