Share

Aish!

"Kalung itu terlihat jelek di lehermu," ungkap Chanyeon dengan bibirnya sedikit maju, mencibir setelah mengamati leher Diana dari arahnya.

"Hmm?" sahut Diana tak bisa berkata apa pun. Perlahan wajahnya turun, sepasang manik matanya mengilat ke arah kalung berlian model princess, berbandul tetes air. Meneguk kegetiran.

Tak apa! Diana mencoba menguatkan hatinya akan cibiran itu. Perlahan mengangkat wajahnya lagi. Seperti kilat, Chanyeon sudah hilang dari arah pandangnya dengan derap langkah kakinya yang masih bisa ia dengar.

Diana menghembuskan napas kasar karena kesalnya.

"Dasar Happy Virus Palsu!" bentaknya pada senyap.

Mencoba melengahkan akan kekesalannya pada Chanyeon, Diana memilih beringsut ke kamarnya, menarik koper besarnya, memasukkan enam digit angka yang diberitahukan Chanyeon barusan pada kunci digital.

Pintu kamarnya berhasil dibuka. Penglihatan Diana langsung tersuguhkan oleh warna abu-abu gelap dan hitam yang mendominasi. Terkesan berkelas berkat pencahayaan tidak langsung yang diletakkan di langit-langit dan bagian bawah ranjang. Tidak ada banyak dekorasi pada desain kamar konsep minimalis kamar barunya kini, kecuali satu lukisan abstrak di dinding sebelah tempat tidur yang tidak bisa dipahami sedikitpun apa maksud yang terkandung.

Dengan cekatan Diana membongkar koper besarnya, menata semua barang bawaannya, hingga yang paling terakhir ia meletakkan boneka lobak kesayangannya yang didominasi warna putih dengan ukuran panjang 20 cm, diletakkan terapit dengan dua bantal yang terjejer di kasur.

"Piy, kenapa hatiku jadi resah begini?" desahnya seraya menatap sendu kepada boneka lobaknya yang disebutnya "Piy" sebagai panggilan kesayangan.

Sungguh, Diana mendadak resah. Seharusnya ia tidak membuat keputusan seperti ini, seharusnya ia membatalkan permohonan tentang Chanyeon yang harus bersedia menikah dengannya jika mau bersikukuh menjadikannya pembantu rumah tangga. Ini jelaslah keputusan gegabah, angkuh, pula terkesan menggadaikan nama agama untuk kepentingannya sendiri. Ia sungguh menyesali semuanya kini, tapi egois masih saja mengungkungknya agar tetap bersikukuh atas apa yang telah ia putuskan, dalih harga diri.

"Ini sungguh lelucon, ya, Piy? Jika Mama mengetahui pernikahan ini, pasti beliau akan memarahiku habis-habisan. Bagaimana mungkin ... aku ... "Perkataan Diana tersendat, lalu mengambang begitu saja. Perlahan, kedua matanya mengembun, ia menjadi sungguh sedih nian kali ini.

Bukan. Bukan hanya sendu karena menyesali keputusannya menikah sir dengan Chanyeon tanpa restu dari Mama di Indonesia, pula ia menjadi teringat akan sesuatu lain. Kebahagiaan sekaligus rasa sakit di masa lalu. Ragam rasa yang menjadikannya nekat untuk mengenyam ilmu di Negeri Gingseng ini. Suatu alasan yang tak kunjung pula dapat ia terpenuhi.

"Maafkan aku, Mama ...."

Diana cepat-cepat menyeka air matanya yang mulai membasahi pipi. Ia mencoba tersenyum sendiri untuk dirinya agar tetap tenang dan tegar. Toh, semua ini sudah terlanjur, ia harus tetap melangkah dengan keputusannya ini. Seperti halnya keputusannya menjejakkan kaki ke Korsel untuk pertama kali hingga kini. Ia tetap bisa berdiri dengan jenjang, sekalipun hatinya rapuh akan angan yang tak kunjung digapai, akan angan yang harus ia relakan menyakiti perasaan Mama terlebih dahulu.

Tiga bulan, itu sebentar seperti yang pernah Chanyeon katakan. Pula, pernikahan ini bukankah hanya seperti lelucon, ia dan Chanyeon tak akan pernah menjalaninya layaknya pasutri sungguhan. Ini sungguh hanya permainan dan menyebalkannya ia tetap menjadi pihak yang kalah dengan Chanyeon yang tetap berhasil memperbudaknya.

Tak apa! Seperti biasa, sekalipun hidup ini terasa menyakitkan, tak ada alasan untuknya lari. Ia harus tetap mengangkat dagunya, menatap apa pun di hadapannya dengan mantap sekalipun hal yang dibencinya. Ini pula sebuah kesalahannya. Jadi, mau tidak mau harus berani menanggung segala resiko yang ada. Tak ada cara lagi.

Diana mencoba tersenyum lebar. Curhat ke arah Piy lagi seraya menekan-nekan gemas tubuh mungil Piy.

"Ini pula bukankah sebuah anugerah, teman-teman kampus akan iri berat jika tahu aku berada di rumah besar ini sekarang. Di rumah sosok idol populer di negeri ini, Ji Chanyeon dari boyband EXE, sub unit SeChan. Benar, ini bukan mimpi. Sekarang aku sungguh berada di rumah Ji Chanyeon bias sejuta umat."

Diana tertawa.

"Ini sungguh mengagumkan!" pekiknya lagi. Tertawa lepas. Namun, sesaat lalu tawa itu cepat reda, beralih memberengut dengan wajah suntuk.

"Tapi ... nyatanya ini menyedihkan, dia sosok Happy Virus Palsu," menggumam lemah. Ia merasa sungguh payah, bahkan seperti orang gila.

"Aku membencimu!" Berteriak lagi, meninju lepas tubuh mungil Piy. Lalu, sepasang manik matanya melirik ke arah dadanya, ke arah bandul tetes air.

Diana menegak ludah. Wajahnya menunduk, sepasang matanya mengilat ke arah kalung berlian bermodel bandul bentuk tetes air yang menggantung di lehernya. Hatinya merasa masyul lagi dengan teringatnya perkataan Chanyeon akan ini. Mahar Chanyeon atas menikahi dirinya.

Mahar? Tidak ada yang spesial dari satu ini. Bukankah sudah ditegaskan, jika pernikahan ini hanyalah sebuah permainan? Tidak ada yang spesial sedikitpun. Bahkan, seseorang yang memberikan itu mencaci saat Diana menggunakannya.

Buat apa sakit hati? Tidak ada. Seharusnya Diana tidak merasa sakit hati hanya karena ejekan Chanyeon. Bukankah ia sesungguhnya sudah tahu tabiat Chanyeon yang asli? Happy Virus palsu!

Perlahan Diana menukik senyum lagi. Senyumnya masam. Tak peduli akan hal omongan Chanyeon, ia akan tetap memakai kalung berlian model bandul tetes air ini. Sekalipun terlihat jelek di mata sipit Chanyeon, ia sungguh tidak peduli. Bukan urusannya, ia akan tetap memakainya. Pula, jika Chanyeon kesal akan melihat pemandangan lehernya yang tergantung kalung berlian model tetes air ini, justru itu sungguh bagus, karena mulai sekarang melihat Chanyeon masyul justru kegemarannya.

Benar. Melihat Chanyeon masygul adalah kegemaran Diana mulai detik ini.

Perlahan, Diana menyeringai.

***

Sesuai perintah Chanyeon, Diana membeli kebutuhan dapur seperti rempah-rempah segar, pula instan seperti bubuk cabai, pasta cabai, saus pedas, dan pasta kedelai. Jelaslah sayur-mayur, pula daging sapi dan ayam halal. Tak tertinggal, udang, cumi-cumi, dan ikan salmon, juga buah-buahan.

Sebelumnya mereka berdua memang sudah membuat perjanjian lebih lanjut sebelum Diana pindah ke rumah Chanyeon seperti perihal makanan halal itu yang harus tersedia di dapur rumah Chanyeon, tidak ada piaraan anjing, pula alkohol, juga Chanyeon tidak diperbolehkan memakan pork di rumah sekalipun membelinya di luar.

Sesungguhnya peraturan itu agak berat bagi Chanyeon, terutama tentang tidak bolehnya memakan pork karena ia sangat menyukai galbi, pula menyimpan alkohol di rumah sendiri. Namun, lelaki itu rupanya malas banyak berdebat dengan Diana yang terkesan keras kepala, memilih mengalah.

Diana tak mau membuang banyak waktu di Myeongdong untuk berbelanja kebutuhan dapur, pasalnya ia baru saja mendapat pesan sesaat lalu dari Chanyeon jika dirinya harus membuat kimbap sebelum lewat jam 2 siang dengan pendamping tumis cumi pedas. Pula, katanya lelaki itu akan membawa tiga teman untuk makan siang di rumahnya. Jelaslah ia harus memasak di hari ini dengan porsi lumayan banyak.

Mendesis. Diana kesal sekali dengan satu manusia ini. Sekarang bahkan sudah jam satu siang. Perjalanannya pulang sekitar 15 menit, belum lagi ia salat dzuhur. Aish!

Diawali helaan napas berat, Diana mulai menyalakan mesin mobilnya. Iya, mobil, untung saja Chanyeon memberi fasilitas mobil SUV untuk mempermudahkannya berbelanja setelah mengetahui jika dirinya mempunyai SIM internasional.

"Hanya untuk berbelanja!" Tekanan Chanyeon itu terngiang lagi di telinga Diana.

Mendesis lagi. "Arasseo!" rutuk Diana menimpali lagi tekanan Chanyeon, mewanti-wantinya lewat telepon sebelum ia pergi berbelanja. Ia kesal sekali mengingat itu, pasalnya gelagat Chanyeon penuh curiga seperti ia mau memanfaatkan fasilitas mobil SUV ini yang sedang dikendarainya untuk kepentingan pribadinya. Seperti mungkin untuk jalan-jalan. Padahal boro-boro! Tidak ada niatan sedikitpun untuk itu!

"Mianhae, aku bukan penjilat!" kesalnya seraya menabok setir mobil dengan sebelah tangan, sepasang matanya tetap fokus ke arah depan jalan Myeongdong.

Sesampainya di rumah, Diana langsung membereskan semua barang belanjaannya, lalu menyempatkan salat dzuhur terlebih dahulu, baru bersiap memasak.

Setelah salat dzuhur dan berganti pakaian, Diana bergegas ke dapur untuk membuat menu pesanan Chanyeon, kimpab dan tumis cumi pedas. Tak ketinggalan ia pula memasang earphone ditelinganya untuk menemani memasaknya agar tidak membosankan. Pasalnya di hari pertama di rumah Chanyeon ini, hatinya sungguh masygul saja.

Setelah sampai dapur, Diana mencepol rambutnya dengan cepat, memakai celemek. Mulai memasak.

Untuk membuat kimbap, pertama-tama Diana mencuci bersih wortel dan mengupasnya, lalu potong-potong tipis panjang. Tumis wortel dengan sedikit minyak dan garam sampai matang. Angkat dan sisihkan.

Beralih ke sayur bayam, Diana mencucinya sampai bersih. Tumis bayam dengan sedikit minyak dan garam sampai layu. Angkat dan sisihkan.

Step by step terus terlakoni oleh Diana dengan cekatan, hingga sampailah ke sesi penggulungan kimbap. Jari lentiknya mengambil selembar nori yang sudah disediakanya di top table dapur, menaruh nasi pulan yang masih agak panas di atasnya dan ratakan, susun isian, gulung nori perlahan dan sedikit ditekan.

Membuat kimbap akhirnya selesai, ia tinggal memotongnya nanti jika Chanyeon dan temannya sudah datang. Sekarang tinggal membuat tumis cumi pedas.

Kali ini, lagu Meraih Bintang--official theme song asian games 2018--Via Vallen melantun di earphone Diana. Mengiringi jemari lentiknya yang tengah memotong bawang bombay. Ia pun sesekali ikut menyanyi dengan kencang dengan suaranya yang pas-pasan.

"Suara siapa yang tengah menyanyi, Chan?" Bae Hyun yang baru saja berhasil masuk ke rumah Chanyeon langsung berkomentar mendapati suara perempuan tengah bersenandung dengan bahasa yang tidak ia pahami, pula dengan suara yang minim.

"Aish! Pasti bocah itu!" Chanyeon langsung mencibir.

"Bocah?"

"Hmm."

"Oh, perempuan yang pernah ditolongmu dari para preman itu, yang sekarang menggantikan pembantu rumah tanggamu untuk sementara, Hyeong? Sehan ikut menimpal, sedikit melipat dahinya samar.

"Iya."

"Ya! Dia bersenandung dengan nada yang tidak asing. Sepertinya aku pernah mendengarnya." Kyung Seo mempercepat langkahnya, melewati mereka bertiga untuk lebih jelaskan pendengarannya akan senandung familiar yang telah menggelitik pikirannya.

"Dasar tidak tahu malu. Suara jelek begitu!" cibir Chanyeon seraya terus melangkahkan kakinya.

"Tapi sangat bersinergi. Aku sangat menyukainya, Chan."

"Mwo?" Chanyeon langsung melengok ke arah Bae Hyun di sampingnya, terkejut.

"Wae?"

"Kau menyukai suara seperti itu, Bae?" Melipat dahinya samar.

"Hmm, Mwo? Suara itu sangat bersinergi. Dia pasti orang yang sangat ceria, 'kan?"

Chanyeon berpikir sesaat, membayangkan pertemuannya dengan Diana di restoran. "Tidak. Dia itu perempuan yang sangat angkuh. Mengesalkan!"

"Dia tampak mengesalkan karena kau memberinya opsi yang minim logis, Hyeong."

"Mwo?" Kini Chanyeon beralih ke arah Sehan.

"Jika aku di posisinya, aku juga pasti akan sangat kesal kepadamu. Kau hanya cedera ringan, tapi kau memberinya opsi untuk mengganti rugi 5 juta won atau menjadi pembantu rumah tangga selama 3 bulan. Itu berat sekali, Hyeong. Apa lagi dia itu masih menjadi pelajar. Jika aku jadi dia, sepertinya aku malah akan membuat citramu buruk setelahnya. Menjelekkanmu di media sosial. Menurunkan pamormu."

"Aish! Kau sedang menakutiku?"

"Tidak. Aku hanya beropini. Dan sedikit kuberi nasihat, sebaiknya segeralah meminta maaf kepadanya, Hyeong," sahut Sehan. Maknae EXE satu ini rupanya sudah benar-benar tumbuh dewasa dengan baik. Berkata bijak begitu.

"Mwo? Meminta maaf?" Wajah Chanyeon tertekuk. "Aish! Kau tidak tahu, dia juga memberiku opsi menyulitkanku, aku harus menikahinya, berpindah agama sementara waktu!" decak Chanyeon dalam benak.

"Aish!" Hanya itu yang akhirnya keluar dari mulut Chanyeon.

"Ya! Aku tahu lagu apa itu!" seru Kyung Seo, sedikit berbalik ke arah mereka bertiga yang tinggal jauh, mengalihkan perhatian.

"Mwo?" Mereka bertiga menjawab serempak.

"Lagu Asian Games itu yang dulu diselenggarakan di Indonesia. Kalau tidak salah tahun 2018. Judulnya Meraih Bintang," jawab Kyung Seo bersemangat.

"Oh." Mereka bertiga menjawab serentak lagi.

"Sebelum wamil aku sempat ingin meng-cover lagu ini yang versi bahasa Inggris seperti Jannine Weigel, tapi sayang tidak ada waktu."

"Oh." Mengesalkan sekali. Mereka bertiga menjawab kata itu lagi serempak.

"Ya! Ada apa dengan kalian. Kenapa kalian mendadak menjadi kalem dan aku cerewet, heh?!" kesal Kyung Seo, lalu menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

Terdiam sesaat, mereka bertiga saling pandang mendapati Kyung Seo yang kaku dan jarang tanggap justru demikian, lalu dengan mengesalkannya mereka beradu tertawa lepas.

"Aish!" sungut Kyung Seo, membalikkan tubuhnya, berjalan ke arah muara suara yang masih saja terdengar, mengabaikan mereka bertiga.

Langkah Kyung Seo tertahan untuk mengintip sosok yang tengah bersenandung riang itu di balik tembok pembatas ruang tengah ke arah dapur. Menjadikan Chanyeon, Bae Hyun, dan Sehan mengikuti polahnya, mengintip bersisian.

Di indera penglihatan mereka berempat, Diana tampak tengah menumis potongan cumi dengan bibirnya yang terus bergerak, menyenandung riang, sesekali ia menyelingi akting dengan menjadikan pucuk spatula kayu sebagai mikrofon. Sedangkan tampilannya, ia mengenakan sweater warna abu-abu muda bahan wol dan celana jeans, rambut cepol, dan telinga terpasang earphone.

"Seperti dia artis kamar mandi, Chan," bisik Bae Hyun seraya tersenyum geli.

"Mwo?"

"Dia ekspresif sekali. Sepertinya dia memang doyan nyayi saat mandi," sahut Sehan.

"Dia periang sekali," timpal Kyung Seo. Menukik senyum.

"Mwo? Kau belum paham tabiat aslinya, Kyung!" sangkal Chanyeon seraya menatap sini ke arah Diana yang tengah menuangkan irisan wortel, kubis, dan paprika ke wajan.

Kyung Seo, Bae Hyun, dan Sehan memilih diam. Memilih fokus menyimak Diana yang kini membuat dance kecil dengan mengepalkan sebalelah tangan, menghentakkannya ke depan seraya menyenandung semangat, "Yo yo ayo ... yo ayo! Yo yo ayo ... yo ayo!"

Chanyeon mendengkus mendapati itu. Ia beralih meraih ponselnya di saku celana jeans. Berniat memvideo laku Diana di dapur.

"Mari temui dia!" ajak Chanyeon seraya mengangkat ponselnya dengan kedua tangan, mulai mengambil gambar, berjalan menuju Diana mendahului tiga temannya itu yang masih saja bergeming.

Langkah Chanyeon semakin mendekat ke arah Diana. Kini gadis bermata lebar itu tengah meliukkan tubuhnya ke samping kiri-kanan. Pula kedua tangan yang meliuk silang menyilang dengan power yang tinggi.

"Annyeong, Anna ...," sapa Chanyeon dengan suara berat khasnya seraya masih mengambil gambar dengan iringan Bae Hyun dan Sehan yang mendadak meledek dengan menembang, "Yo yo ayo!" Dengan gerakan kedua tangan silang saling menyentak dengan ekspresif meniru gaya Diana. Sedangkan Kyung Seo, ia memilih menyimak.

Saking asyiknya, Diana sampai tidak menyadari jika radius lima meter, empat orang tengah beranjak mendekat ke arahnya. Dengan Chanyeon menatapnya penuh hina seraya tengah mengambil gambarnya dengan ponsel yang diangkatnya dengan kedua tangan, lalu dua orang di belakang Chanyeon yang tengah meniru gaya dance kecilnya, serta satu yang lain dengan gemingan khidmat.

Gerakan sesi akhir Diana sebagai penutup konser tunggalnya di dapur dengan membuat aegyo, mengepalkan tangan dan menempekannya di pipi kemudian diputar, akhirnya tertahan.

Sesaat kemudian Diana tetap bergeming, masih terkejut tak kepalang. Ia meneguk ludahnya. Menatap nanar empat orang di depannya kini yang sangat familiar di kedua matanya.

"Member EXE telah melihat aksi konyolnya!" decaknya dalam benak. 

 

Dian Haura

Aigo: Ya Tuhan

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status