Share

Happy Virus

"Kenapa kau masih memakai kalung itu?" Sorotan mata Chanyeon mengarah ke arah kalung bandul tetes air yang dikenakan Diana.

Kedua mata Diana langsung membulat dengan wajah yang langsung beringsut ke arah kalung bandul tetes air di sekitaran lehernya.

"Ini sudah menjadi milikku. Ada masalah apa kau dengan kalung ini? Aku suka memakainya," ketus Diana.

"Kau tidak boleh memakainya. Kalung itu sungguh jelek di lehermu!"

"Ya! Ada apa denganmu? Jika kau tak suka melihat kalung ini di leherku, sebaiknya kau selalu memejam mata saja saat berhadapan atau pun berpapasan denganku!" jawab Diana seraya memegang bandul tetes air kalungnya. Tersenyum masam.

Chanyeon menghempaskan napas kasar. "Kalung itu kubeli bersama Bae. Aku bilang jika kalung itu kubeli untuk eomma-ku. Jadi, bisakah kau jangan memakainya jika ada Bae dan teman-teman EXE yang lain?" Akhirnya bersikap jujur.

Sepasang mata Diana membulat lagi. "Mwo?"

"Lepas kalung itu!"

"Tidak!" Menggeleng cepat. "Aku tidak akan melepasnya. Lagi pula kalung jenis ini tidak hanya satu di dunia, 'kan? Jadi, jangan berpikiran sempit jika Bae melihat kalung bandul tetes air ini kupakai, dia akan mudah berasumsi jika kau yang membelikannya untukku."

"Tapi--"

"Ya! Ada apa denganmu? Kau takut skandal denganku ketahuan, hmm?" Diana senyum meremehkan.

Chanyeon tetap bergeming. Memilih membuang muka.

"Dari awal itu kau memang sudah ceroboh, Oppa. Bagaimana mungkin kau justru meminta managermu untuk mengurus skandal ini? Jangan berlaku so' apatis. Belum apa-apa kau sudah mencemaskan semua ini, 'kan?"

"Ya! Kenapa aku memilih menyerahkan semua ini kepada managerku? Karena dia bisa diandalkan untuk merahasiakan semuanya. Pula, dia adalah samchon-ku."

"Mwo? Samchon?"

"Hmm, itulah kenapa aku tak segan-segan untuk memerintahnya. Apalagi yang ingin kau tanyakan, heh?!"

Diana meneguk ludahnya. Bibirnya langsung kelu untuk mengatakan hal apa pun setelah mendapati kilatan mata Chanyeon yang bertambah tajam saja.

Sesaat kemudian Diana mengangguk pelan, hingga akhirnya Kyung Seo datang membawakan dubu jorim, segera menatanya di meja makan. Pula, Bae Hyun dan Sehan yang rupanya sudah kembali ingat akan rasa laparnya, datang dan segera mengambil tempat duduk. Menjadikan pertengkaran mereka berdua usai begitu saja.

"Kau tidak tahu EXE?" Setelah berkenalan satu sama lain, Bae Hyun mengernyit ke arah di hadapannya yang duduk di sebelah Chanyeon, mendapati gadis bermata lebar itu baru saja mengatakan jika dirinya tidak begitu mengetahui perihal EXE. Padahal, 'kan, EXE sangat terkenal di Korsel. Sekalipun masih dalam mode hiatus karena berapa member menjalani wajib militer.

"Aku mengetahui EXE. Hanya saja mengetahui sebatas ... ya, tahu saja." Diana menggaruk kepalanya yang tak gatal, kebingungan menjelaskan.

"Maksudku ..., aku mengetahui kalian hanya sebatas lewat cerita-cerita teman di kampus." Nyengir.

"Jadi, bagaimana kesan mereka terhadapku?" Sepasang mata sipit Bae Hyun berbinar. Ia minat sekali akan pertanyaannya hingga ia melepaskan sendok garpu dan pisau makannya yang dipegang, diletakkan ke piring, membenahi posisi duduknya dengan posisi badan yang tegap.

Diana menyipitkan matanya mengamati Bae Hyun itu dari arahnya. Sehan dan Kyung Seo yang duduk di sisi Bae Hyun, menguyah Salmon Teriyaki dengan menatap khidmat Diana penuh selidik akan jawab. Sedangkan Chanyeon, lelaki paling jangkung di EXE itu bersikap apatis dengan tetap berfokus mengiris Salmon Teriyaki di piringnya.

"Kau terkenal dengan mode eyliner-nya, Oppa. Mr. Eyeliner," jawab Diana. Berhasil membuat Sehan dan Kyung Seo menelan Salmon Teriyaki dan menahan geli secara bersamaan.

Bae Hyun mendengkus. "Ya! Aku mempunyai suara yang merdu. Kenapa kau tak menjawab jika aku mempunyai suara emas saja, hah?!"

Diana tertawa renyah kepada salah satu main vocalist EXE kelahiran Bucheon itu. "Nyatanya memang itulah yang mereka ceritakan. Pula, kau itu humoris. Dan ternyata itu memamg benar, di saat kau marah saja, aura lucu di mukamu masih kental."

"Dia memang suka melawak, hingga menurunkan martabatnya pun akan dilakukannya, Di. Pula begitu dengan sebelahmu. Chanyeon hyeong. Dia adalah happy virus kami. Akan banyak hal menyenangkan jika kau berada di sebelahnya." Sehan, maknae EXE berwajah tirus itu dengan semangatnya memberi tahu perihal demikian, menunjuk Chanyeon dengan sendok garpu yang berada di sebelah tangannya.

Semringah di wajah Diana perlahan surut. Melengok ke arah lelaki jangkung yang berada di sebelahnya yang tetap saja apatis dengan gurauan yang ada, fokus ke arah Salmon Teriyaki di piringnya, mengiris perlahan.

"Happy virus?" batin Diana bergolak tak percaya. Itu palsu sekali.

***

Malamnya, Chanyeon tidak bisa tidur. Berulang-ulang ia memejam, lalu mengerjap membuka matanya. Hatinya begitu resah bahkan aroma chamomile dari reed diffuser di kamarnya tidak bisa membuat pikiranya tenang.

Chanyeon menghempaskan napasnya berat, menyibak bed cover abu-abu yang menyelimuti tubuhnya. Badannya ia angkat duduk, mengambil ponselnya di nakas.

Jam dua malam waktu Seoul terpampang di angka digital ponselnya. Chanyeon ber-huh lemah mendapati waktu sedini itu belum pula tidur. Raganya kelelahan seharian penuh banyak hal telah ia kerjakan, tapi itu tak membuat dirinya bisa lelap tidur dengan mudah. Padahal, menjadi sosok idol dengan rutinitas padat seperti dirinya haruslah memiliki waktu tidur yang berkualitas agar kesehatannya terjaga, pula psikisnya.

Psikis?

Chanyeon ber-huh lemah lagi. Ia benci perihal mengingat satu kata itu. Pasalnya, selama ini dirinya merasa psikisnya tak pernah baik-baik saja. Keceriaan yang terlihat, alih-alih hanyalah sebuah topeng agar dirinya terlihat baik-baik saja, menyembunyikan rasa berkabut yang ada pada publik.

"Apakah ini yang dinamakan munafik karena pura-pura tegar?" batinnya. 

Chanyeon pula bingung pada dirinya sendiri. Ini menyakitkan, membuat pikirannya tertekan, suasana hatinya porak poranda.

"Apakah salah jika berusaha terlihat baik-baik saja sekalipun tengah dirundung kesedihan mendalam?" benaknya lagi. 

Chanyeon meneguk ludahnya seketika. Ia hanya tak ingin orang lain menjadi merasa pilu karenanya, menjadi beban mereka. Apalagi teman-teman EXE, pula para fans yang kadang bisa sangat berlebihan mengkhawatirkan idol-nya. Pula, sosok wanita paruh baya berwajah teduh yang amat disayangi dan dihormatinya melebihi apa pun.

Tidak. Bahkan tidak hanya lingkup sesempit itu saja. Dirinya bahkan menginginkan semua orang di dunia ini bisa bahagia jika sudah mengenalnya. Itulah mengapa ia sangat menyukai membuat laku yang bisa membuat orang lain senang dengan sikapnya, seperti halnya Bae Hyun yang humoris, di mana tempat melawak, membuat banyak orang terhibur.

Begitu pulalah dirinya. Ia hanya ingin bisa membuat orang lain bahagia, tak terundung duka seperti halnya yang tengah dirinya rasakan. Mendapat gelar Happy Virus oleh para fans-nya, itu sungguhlah sebuah kehormatan yang amat dibanggakannnya.

Chanyeon meletakkan ponselnya ke nakas lagi. Masih dalam posisi duduknya di pinggiran kasur, sesaat kemudian ia menjadi teringat sorot mata Diana saat Sehan memamerkan perihal happy virus-nya EXE dalam makan siang barusan. Tatapan manik mata cokelat itu menyorot laku masygul ketika melirik ke arahnya. Gadis bermata lebar itu tak menyukai dirinya. Ia yakin sekali.

Namun, itu sungguhlah wajar setelah apa yang telah dirinya lakukan pada gadis ras melayu itu hingga menjadi pembantu rumah tangga di rumahnya kini.

Pengajuan opsi yang minim logis.

Chanyeon meneguk ludahnya lagi. Dirinya memang egois sekali akan perihal itu. Hingga sosok gadis ras melayu itu mengajukan opsi memberatkan pula sebagai bentuk analogi dan mematahkan keangkuhannya.

Tidak. Tak semudah itu dirinya bisa dipatahkan. Akhirnya menerima ajuan opsi itu dengan gampang tanpa pikir panjang. Toh, selama ini hidupnya sudah terlalu runyam. Maka biarkan semakin runyam saja. Sudah lelah dengan keadaan dengan berusaha mengurusinya agak lebih baik, nyatanya malah menjadikan semakin sulit saja.

Happy virus? Entahlah, Chanyeon tak mau berpikir akan opini orang lain itu untuk sekarang. Sekalipun ia begitu bangga dengan gelar itu selama ini. Nyatanya di relung hati terdalamnya, dirinya semakin memikirkan membenci diri sendiri akan gelar itu mendapati banyak orang yang--terutama para fans--merasa terinspirasi atas kegigihannya dalam menata karir selama ini, pula dalam kecintaan akan musik, terlihat begitu bersahaja, aura positif kental, dan hal lain yang membuat mereka bahagia karenanya.

Sungguh, ketika dirinya bercermin lagi pada diri sendiri, nyatanya ia tak bisa menemukan banyak hal yang positif selain mengutuk takdir. Yang terlihat hanya kenaifan, kebencian, putus asa. Inilah yang membuat frustasi. Rapuh acap kali menyadarinya kenyataan ini.

Chanyeon sungguh membenci dirinya. Teramat sangat.

"Mungkin lebih baik jika semua orang berganti melihat dengan cara mata cokelat Anna yang melimpah benci dan dendam. Itu akan lebih melegakan pikiran. Atau?" hatinya. 

Tidak bisa berasumsi lagi. Chanyeon sungguh rapuh.

Dian Haura

Samchon: paman dari pihak ayah

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status