Share

6. Mafia yang di Culik

Anna gelagapan ketika mendengar apa yang dikatakan oleh pria di sampingnya, ia mencoba untuk membula pintu mobil, saat ini yang terlintas dipikirannya adalah melompat dalam mobil. Masa bodoh, jika ia mengalami luka lecet asal bisa keluar dari mobil.

Clek! Clek!

Sialnya. Pintu mobil itu terkunci. Melihat Elang yang telah memegang alat perekat membuatnya membuka pintu mobil, berharap pintu itu rusak. “J-jangan menyentuhku atau kau akan menyesal,” ancam Anna tetapi pria itu bukan tipe yang akan mendengarkan perkataan orang lain.

“Diam! Jangan membuatku bersikap kasar padamu,” bentak Elang.

Anna masih saja melakukan pemberontakan hingga membuat bibir Elang terluka akibat disikut olehnya.

“Kubilang hentikan,” suara Elang meninggi, tangannya menyergap pergelangan tangan Anna kemudian melilit Lakban dengan kasar di sana.

Pemberontakan masih terus terjadi, ia tidak mungkin menjadi budak pria itu. Harga dirinya akan turun jika diketahui oleh anak buahnya. Anna mencoba menendangnya, namun tendangannya meleset membuatnya tidak bisa lagi memberontak.

“Apa yang kau lakukan, huh?!” tanya Anna yang melihat Elang tengah melilitkan lakban di kakinya.

“Kakimu juga butuh diam,” jawab Elang.

“Dasar pria sialan, gila, breng—“

Gadis itu belum selesai berucap, Elang lebih dulu merekatkan lakban untuk menghentikannya berbicara.

“Mulutmu juga,” ucap Elang. “Nah, begini ‘kan bagus,” ucap pria itu tersenyum membuat Anna semakin marah.

“Um … um … um …”

Matanya membulat menatap Elang yang tengah duduk di sampingnya. “Brengsek, awas saja. Lihat saja, aku akan balas perbuatanmu ini,” umpat Anna.

Dirinya terus menerus mengumpat Elang yang tengah duduk di sampingnya, senyum angkuh di wajah pria itu ingin dihapusnya seketika itu. Namun, tangan, kaki serta mulutnya tidak dapat berbuat banyak.

“Suaramu terlalu berisik, lagi pula ini hukuman yang cocok untuk gadis sepertimu,”

Hukuman? Mendengar kata itu membuatnya, merasa dirinya seperti tengah mendapatkan karma, biasanya dialah yang mengatakan itu. Semakin dia memberontak rasa sakit lilitan lakban pun sangat jelas terasa dikulit.

“Lihat saja, akan kubalas 10 kali lipat dari ini. kau tidak tahu berurusan dengan siapa,” batin Anna menatap tajam Elang.

Beberapa menit berlalu, Anna bisa melihat sebuah Mansion halamannya cukup luas. Tersembunyi, bisa diperkirakan melewati sekitar 100 meter agar bisa sampai ke gerbang utama Mansion itu.

Ada senyum angkuh yang diperlihatkan oleh Elang pada Anna, dia berpikir jika Anna tidak pernah melihat mansion megah secara langsung.

Elang lebih dulu turun dari dalam mobil, kemudian mengangkat Anna dengan posisi memanggulnya, membuat gadis itu sangat marah, dan memukul belakang Elang ia tidak terima dengan perlakuan pria itu padanya.

Semua pelayan yang tengah berada di sana terkejut melihat Elang membawa seorang wanita masuk ke dalam mansion apalagi melihat kaki, tangan serta mulut Anna yang tengah terekat lakban.

Pria taipan itu memilih sebuah kamar dan menghempaskan Anna dengan kasar di atas kasur. Ia pun membuka rekatan lakban, membuat Anna seketika mengumpatnya terus menerus.

“Jangan mencoba kabur dari sini atau kau akan tahu akibatnya,” ancam Elang.

Anna berusaha menyusul Elang, ia pun ingin keluar dari kamar itu tetapi pintu lebih dulu tertutup disertai dengan suara kunci terdengar dari luar. Anna mencoba untuk mengedor-gedor pintu itu tetapi tidak ada yang membuka.

“Sialan. Pria brengsek, beranii sekali dia mengurungku di ruangan terkutuk ini. dia pikir dia siapa? Aarrgghh… Elang Aderra, semoga kau disambar petir,” umpat Anna tiada henti.

Umpatannya terhenti ketika melihat ruangan tempatnya berada. Desain interior cukup mewah, ia bisa tahu jika seluruh barang berada di ruangan itu begitu mahal. Beberapa guci kecil pun bisa dipastikan berharga puluhan atau ratusan juta.

“Mewah, aku jadi penasaran sekaya apa dia,” gumam Anna sambil menyelidiki setiap sudut kamar.

Furniture kamar mandipun terlihat mahal. Sejenak ia terkagum-kagum.

“Arrgh! Sial, kenapa malah menilai kamar ini, harusnya memikirkan cara keluar dari ruangan ini,”

Ruang kamar itu cukup luas untuk dirinya membuat pergerakan, beberapa kali ia memikirkan cara untuk keluar tetapi tetap gagal ketika melihat pengawal yang tengah berjaga di halaman secara bergatian.

Telah beberapa posisi terganti saat ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tidak ada aktivitas yang bisa dia lakukan. Elang telah membuatnya bermalam di ruangan itu.

“Sialan pria itu, dia bahkan tidak pernah muncul. Aku harus membuat perhitungan saat keluar dari sini,” gerutu Anna.

Baru saja dia mengumpat tentang Elang, suara pria itu terdengar dari lantai bawah. “Bagaimana gadis itu, apa dia bersikap baik?” tanya Elang pada beberapa asistennya.

“Iya tuan,”

“Yah sudah, kalian kembali saja bekerja,”

Para maid itu segera bubar walaupun mereka masih ingin berlama-lama untuk melihat wajah tuan mereka itu.

Asisten Elang terburu-buru menghampirinya, ditangannya membawa sebuah iPad berwarna hitam yang telah menjadi kesehariannya membawa barang itu.

“Tuan, mata-mata yang dikirim ke organisasi itu kembali hanya tersisa kepala saja,” bisiknya pada Elang membuat pria itu menjadi geram seketika.

Ia tidak habis pikir seluruh mata-mata yang dikirimkannya kembali hanya dengan kepala tanpa tubuh saja.

“Aku tidak mau tahu, kau harus memikirkan cara agar orang-orang kita tidak ketahuan,” titahnya.

“Baik, aku akan mengirimkan mata-mata baru,”

“Aku tidak ingin gagal lagi, cukup sudah aku dipermalukan oleh gadis sialan itu,” gerutu Elang.

Asistennya itu hanya terdiam, tidak berani membantah. Harga dirinya tercoreng ketika mata-mata yang dia kirim kembali tanpa nyawa.

Ia melirik ke lantai atas membuatnya penasaran dengan gadis yang di bawanya pulang kemarin. Langkah kaki Elang terdengar dari kejauhan membuat Anna memperbaiki duduknya sambil membaca buku yang disediakan untuknya.

“Siapa namanya, Ervin?” tanya Elang pada asistennya.

Ervin Rudolft, tangan kanan Elang—asisten pria itu. Pria berkepribadian dingin sama halnya dengan pria yang dilayani olehnya. Rambut sedikit acak-acakan namun rapi, ditambah dengan postur tubuh yang atletis membuatnya sempurna.

“Nama siapa yang anda tanyakan?” tanya Ervin.

“Nama gadis ini,” tunjuk Elang dipintu kamar Anna.

Anna yang penasaran dengan topik pembicaraan dua pria dibalik pintu memilih untuk menguping pembicaraan menempatkan telinganya di daun pintu berwarna coklat vernis.

“Oh. Namanya Reuel Anna Amalthea, saat ini berada pada program studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di WHU Vallendar,” jelas Ervin sambil membuka sesuatu di iPad miliknya, dan menunjukan pada Elang.

Elang mengerutkan keningnya ketika melihat kartu identitas mahasiswi milik Anna yang tengah berada di layar iPad. Dia tidak tahu jika gadis itu seorang mahasiswi S2 bahkan mendapatkan beasiswa

“Jadi dia jurusan Manajemen?”

“Ya,”

Anna yang mendengarkan apa yang tengah dikatakan oleh kedua pria dibalik pintu hanya bisa memasang wajah kesal, karena mereka mencari tahu tentang siapa dirinya, untuk saja di organisasinya dia memiliki seorang hacker untuk menyembunyikan tentang siapa dirinya sebenarnya.

Clek!

Baru saja pintu dibuka, Anna melayangkan sebuah bantal membuat Elang menunduk ketika melihat bantal tengah melayang ke arahnya, sedangkan Ervin yang berada di belakang menjadi korban dan membuat pria itu terjatuh ke lantai.

Anna beranjak dari tempat duduknya, kemudian berusaha untuk keluar, namun tubuhnya didorong ke belakang oleh Elang, membuatnya terjatuh di atas ranjang.

“Gadis nakal, kau ingin kabur dariku?”

“Lepas,” perintah Anna, namun tangannya dicengkram kuat oleh Elang membuatnya tidak bisa kabur dari pria itu. “Lepaskan atau aku akan melaporkanmu ke polisi,”

“Huh! Kau pikir aku akan takut dengan ancamanmu,”

“Kenapa kau membawaku ke sini, aku tidak tahu siapa dirimu, dan—“

“Tidak perlu kau tahu siapa aku. Yang jelas, kau mengetahui rahasiaku dan harus menikah denganku,”

Aarggh, ingin rasanya dia memberontak ketika itu. pria itu lagi-lagi mengatakan tentang rahasia yang dia sendiri bahkan tidak tahu, berapa kalipun ia memikirkannya tetap tidak tahu.

“Rahasia, rahasia. Itu terus yang kau katakan, aku bahkan tidak tahu,” ucap Anna kesal.

Elang seketika mengamit rahang Anna dengan cepat kemudian melepaskannya dengan kasar. “Baca dan tandatangani surat ini,” titah Elang sambil meletakan secarik kertas dan pena di atas nakas.

Anna mengambil dengan kasar kertas itu dan membacanya, dia tidak terima semua yang tertulis di dalam surat perjanjian itu, bagaimana bisa dirinya menjadi tawanan pria brengsek dan terus dikawal oleh beberapa pengawal seakan dia adalah tahanan. Dia tidak setuju dengan itu.

“Tidak, seenaknya kau membuat perjanjian tanpa persetujuanku. Seakan kau yang berkuasa,”

“Mau tidak mau, kau harus menandatanganinya, atau kau akan mengetahui akibat dari kau melawan perintahku,”

Anna mencoba untuk keluar dari kamar itu tetapi tangan Elang lebih dulu mengamit pergelangan tangannya kemudian menghempaskannya di atas ranjang.

“Lepaskan aku, aku harus pulang. Aku punya nenek yang harus dirawat,”

“Jangan membuat alasan, kau hanya tinggal sendiri. Tidak memiliki nenek yang harus di rawat,” sangah Elang membuat Anna menatap tajam. “Kau tidak akan pergi ke mana-mana,” ancam Elang sambil keluar dari kamar. “Jangan biarkan dia pergi. Kalian harus mengawasinya. Kalian akan tahu, akibat jika kalian kehilangan dia,” kata Elang membuat beberapa pengawal merinding.

Tidak ada yang berani membantah, setiap perintah harus dijalankan dengan benar. Bagi mereka Elang sangat menakutkan.

“Baik tuan,”

Anna melihat jam ditangannya seketika membulatkan matanya. “Arrrggh … Pria sialan,” umpatnya sambil memecahkan vas bunga yang berada di atas nakas.

“Bagaimana pun caranya, aku harus keluar dari tempat terkutuk ini, dan membuat perhitungan dengannya pria sialan itu. Mereka pasti tengah menungguku,”

Sebagai ketua organisasi, ia harus melihat cara kerja dari anak buahnya ketika melakukan transaksi, dan juga mencegah jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Begitu sial, dia berada di dalam ruangan tanpa alat komunikasi satupun.

Beberapa hari telah berlalu, sejak ia berada rumah Elang rasanya hampir gila, ia terus memecahkan barang agar mengundang keributan, tetapi tidak berhasil.

Sejak tadi ia terus mondar-mandir, sangat menyebalkan untuknya. Apalagi dia tengah diculik oleh pria yang tidak diketahuinya itu.

Anna mengedor-gedorkan pintu, tapi tidak ada yang membukakan pintu, beberapa kali dia menendang pintu karena kesal sampai beberapa pelayan datang dan membuka pintu.

Melihat kesempatan itu, membuat Anna berusaha meloloskan diri.

Dor …

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status