Share

SMP • 01

"GILA lo, ya? Ke mana aja lo semalam, ha? Gue sama Damn sampai keliling ballroom cuma buat nyariin lo doang!"

Riri hanya memutar bola mata setelah mendengar suara dari orang di seberang telepon. Namanya Nayla, dia baru menikah semalam dengan kekasih dudanya—yang jujur saja terlalu tampan sampai ia berimajinasi menjadi Nayla semalam.

"Gue jalan-jalan terus pulang dan lupa pamitan sama kalian, Kak," bohong gadis itu.

Dia tidak mungkin, kan, mengatakan pada kakak tingkatnya, jika semalam ia bicara dengan pria tampan yang entah siapa namanya—bahkan jujur saja, Riri tidak ingat bagaimana rupanya, lalu entah bagaimana bisa ia dan pria itu sampai di sebuah kamar dan hampir bercinta.

Hampir ... nyaris.

Jika dia tidak mengingat keinginannya untuk jadi perawan tua, mungkin semalam ia benar-benar telah melepaskan segelnya pada pria tak dikenal itu.

"Yakin? Tapi, kok, lo nggak ada ngehubungin gue atau Damn, sih?" tanya Nayla yang terlihat sekali jika dia masih curiga.

"Gue lupa, ya, biasalah."

"Lo ini, ya! Sekali aja penyakit pikun dadakan lo itu nggak kumat kalau sama gue, gimana? Gue hampir lapor polisi gara-gara lo ngilang nggak ada pamit kayak gitu!" sembur Nayla.

"Iya, maaflah! Namanya orang lupa apa mau dikata? Ponsel gue juga entah keselip di mana." Riri memamerkan cengiran andalannya yang tak bisa dilihat Nayla, tapi ia yakin, seniornya itu pasti tahu kalau Riri sedang nyengir.

"Nggak usah nyengir-nyengir nggak jelas sendirian. Udah mirip orang gila lo, tahu?"

"Kagak peduli," jawab Riri sembari mengangkat bahu. "Oh, ya, gimana malam pertamanya? Sukses? Cerita dong, cerita! Gue mau bikin novel dengan kisah nyata percintaan kalian berdua!"

"Idih ogah! Lo aja sendiri sana, nyari cowok, ajak pacaran, ajak nikah!"

"No way! Nanti rencana gue jadi perawan tua bakal dipertanyakan sama bokap and nyokap."

"Anjir, ini anak kok nggak ada berubah-berubahnya dari dulu, sih?"

Riri nyengir lagi. Dia memang dikenal sebagai wanita yang aneh, tapi ia tidak pernah peduli. Baginya, semua orang takkan mengerti nikmatnya dunia yang selama ini ada di dalam kepalanya.

Yep, dia seorang penulis. Bukan novelis berbakat yang dapat mendali segala macam, hanya penulis absurd yang sedikit beruntung hingga karyanya masuk beberapa toko buku atau dijual online.

Dari sana pula, semua penghasilan yang selama ini menghidupinya sejak kuliah ia dapatkan. Riri memang berasal dari keluarga kaya, tapi sama seperti seniornya Nayla, dia tidak suka meminta uang dari orang tuanya. Walaupun, Nayla lebih bisa dibilang manja karena sewaktu kuliah, orang tuanya masih membiayai semuanya tanpa terkecuali, tidak seperti dirinya yang benar-benar sudah mandiri.

"Terus, semalam gimana? Dia perkasa kagak? Si Abang Duda Ganteng itu?" goda Riri sengaja mengorek informasi dari Nayla. Walaupun tidak diizinkan, dia akan tetap menulisnya.

Ohh ... tentu saja, tanpa sepengetahuan Nayla.

"Pertanyaan lo bikin gue curiga." Nayla sengaja menggantung kata-katanya.

"Iya, curigalah, lo, kan kenal baik sama gue. Gue jelas lagi bayangin Abang Duda Ganteng itu lagi lepas baju. Ugh ... pasti seksi sekali, kan, Kak?"

"RIRI! JANGAN MACAM-MACAM, YA, LO! Cari pacar sendiri, jangan suami orang dibayangin mulu!"

"Dih, pelit! Cuma bayangin doang aja nggak boleh."

"Iya, kagaklah! Istri mana yang mau suaminya dijadiin imajinasi liar sama cewek lain, ha?!"

"Kakak, tuh!"

Riri bisa mendengar Nayla menggerutu di seberang telepon dan ia langsung terkikik mendengarnya.

"Ri, gue lagi serius, ya? Lo beneran nggak ada niat buat nikah?"

Riri terdiam, agak berpikir sebentar, sebelum menjawab, "Ada, cuma males cari pasangannya."

"Terus, kalau ada yang ngelamar lo mau, nggak?"

"Hm," Riri berpikir lagi, sebelum berkata, "lihat dulu yang lamar kayak apa. Kalau kayak Abang Duda Hot Ganteng lo, sih, gue nggak bakal nolak," godanya yang langsung mengundang umpatan dari seberang sana.

"Kampret!"

____

Untuk awal pindik2 dulu ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status