Share

Bab 2 : Menyimpan luka

Menyimpan lukanya sendiri, menyemangati diri sendiri memang sulit. Tapi, bagi Aletta ini lah salah satu cara untuk dirinya menjadi kuat. Tidak boleh lemah sedikitpun, ia nampak tak mempermasalahkan sesuatu yang membebaninya. Aletta selalu tersenyum di setiap waktu, bahkan semua orang menganggapnya adalah gadis ceria. 

Dibalik itu semua, Aletta adalah orang yang hancur sehancur-hancurnya.

Pagi-pagi sekali Aletta bangun, ia memasang alarm 05.00 pagi. Agar bisa membuatkan sarapan untuk sang ibu. Meski hanya nasi goreng dan kopi susu. Aletta sarapan sembari menelfon Algara berkali-kali. Semoga saja cowok itu beriniatif untuk menjemputnya. Hitung-hitung hemat ongkos. 

Tiiiiiiin.

Suara klakson terdengar keras, terlihat Algara dengan gagah menunggangi motor besarnya. Aletta terklepek-klepek melihatnya, dengan cepat cewek itu menangkring di boncengan. Tangannya tak lupa pula memeluk Algara dengan erat. 

Algara mendengus kasar, kemudian menghidupkan mesin motornya. 

"Beb, ganteng banget ih." puji Aletta, sembari menopangkan dagunya di pundak Algara. Hembusan nafasnya membuat Algara merasakan sesuatu. Geli, dasar Aletta membuat iman Algara goyah . 

Beberapa menit sampai di sekolah, Aletta tidak mau turun. Cewek itu sengaja mangkrak di motor sembari memeluk erat Algara. Tentu, ini membuat Algara marah dan tak segan-segan memberontak. Para murid yang melihatnya pada heran. Algara berangkat sama cewek, padahal dia tidak pernah dikabarkan berpacaran. Yang mereka tahu Algara jomblo dan cuek sama cewek. 

Algara memaksa tangan mungil itu lepas, Aletta terkekeh di belakang. Pasti raut Algara sudah seperti macan kelaparan dan siap untuk menyantapnya. Saat Aletta turun, ia mesam-mesem ke arah tunangannya. Kemudian berlari meninggalkan Algara di parkiran. 

"Emang sinting tu anak," kesal Algara, sesekali cewek itu membalikkan badan dan melambaikan tangannya ke arah Algara. 

"Alga?" panggil Yera yang tiba-tiba muncul di hadapan Algara. 

Cowok jangkung itu hanya memandang Yera serta menunjukkan raut seolah mengatakan "Apa?"

"Btw, itu pacar lo atau adik lo?" tanya nya sembari memainkan jari-jemarinya. 

"Apa urusannya sama lo?" sekak Algara, Yera langsung terkicep, tidak berani mengatakan apapun lagi. 

Algara langsung pergi begitu saja, tidak menghiraukan Meira yang sudah dari lama mencoba mendekatinya. Rasanya Algara tak minat untuk mendekati seorang gadis. Cowok itu dengan gagahnya melangkah pergi meninggalkan Yera di sana. Cuek, memang seperti ini lah sosok Algara. Paling malas bersosialisasi dengan orang lain. Kecuali keluarganya sendiri. 

****

Setiap langkah Algara pasti ada Aletta, begitu pula saat di kantin. Gadis itu sudah menunggu Algara di depan kelas. Melambaikan tangan menyapa, setelah dekat langsung menyaut pergelangan Algara. "Ayok ke kantin!" ajak Aletta sembari menarik Algara berjalan menurutinya. 

"Males," balas Algara dengan nada malas. 

"Napa males? Emangnya kamu nggak laper?"  tanya Aletta, perutnya dari tadi sudah keroncongan masa iya Algara tidak lapar. 

"Males bareng lo," cetus Algara, 

Perkataan judes Algara barusan tidak membuat Aletta kesal atau marah. Gadis itu malah semakin lengket, dan mengajak Algara mempercepat jalannya ke kantin. Percuma Algara mengusir Aletta, gadis itu sudah tidak peduli. 

Mereka duduk di meja lalu memesan makanan, Aletta terus menatap wajah tampan Algara. Kenapa sih cowok itu selalu membuat Aletta semringah. Padahal Algara hanyalah cowok jutek, bermulut pedas dan masa bodoh pada Aletta. 

"Makan!" cetus Algara,

"Suapin," balas Aletta

Membuat Algara melirik ganas ke arahnya, kenapa sih cewek ini benar-benar menyebalkan. Kalau Algara bisa menyihir, ia pasti sudah menyihir Aletta untuk pindah ke planet pluto. 

****

Sepulang sekolah Aletta berlari meninggalkan kelas karena takut ditinggal pulang oleh Algara. Benar, cowok jangkung itu sudah berada di parkiran. Tapi tidak sendirian, sedang mengobrol bersama seorang gadis, ya Aletta tahu siapa cewek itu. Kakak kelas judes, yang hari pertama MOS marah-marah padanya. 

Aletta tidak tahu apa yang menjadi topik pembicaraan mereka. Ia langsung duduk di boncengan motor seraya memeluk Algara. Tidak peduli reaksi cowok itu yang terkejut. "Ayo, pulang." rengek Aletta, dengan nada manja. Algara menahan rahangnya yang mengeras dengan kepalan tangan.

Yera terkejut melihat gadis bar-bar itu terlihat dekat dengan Algara. Apa mereka memiliki hubungan? Yera mencoba tidak kepo, lagi pula percuma saja bertanya dengan Algara. Cowok dingin itu akan menjawab "Nggak ada urusannya sama lo." khas gaya judesnya. Meskipun begitu Yera tetap menyukai Algara. 

"Kalo gitu, kita sambung di Wa aja ya." ujar Yera seraya tersenyum ramah ke arah Algara. Cowok itu hanya mengangguk tanpa senyum sedikitpun. 

Aletta berfikir kalau Yera mempunyai nomor Wa Algara. Ha? Jadi mereka sering chattingan? Hisss, menyebalkan! Aletta cemburu sampai ubun-ubun, masa iya tunangannya berhubungan dengan gadis lain. Baru akan bertanya, Algara mengegaskan motornya menuju pulang. 

Saat di perjalanan pulang Aletta tertidur di punggung Algara. Sungguh meresahkan sekali gadis ini, pelukannya seakan melonggar. Kalau lepas, Aletta akan terjatuh ke jalan. Algara memperlambat kecepatan motornya, cowok itu memiliki perasaan sedikit peduli. Tangan Aletta ia pegang agar tidak lepas memeluknya. 

"Nyusahin," gumam Algara, 

****

Sesampainya di perempatan jalan Aletta terbangun. Pelukannya kembali erat, Algara menyadarinya langsung melepaskan tangan Algara. "Lo megangin tangan gue, ya. Ihh soswet banget deh tunangan gue." Aletta kegeeran bukan main. 

"Kalau lo jatuh di jalan, yang ada gue bisa jadi tersangka. Mikir," cetusnya. 

"Soswet pokoknya mah," 

"Najis!"

"Pamali beb, nggak boleh najisin orang cantik."

Algara mendengus kasar, cowok itu mengebutkan motornya agar cepat sampai di rumah Aletta. Hari ini akan tidur nyenyak tanpa gangguan Aletta. 

Setelah sampai di pekarangan rumah, Aletta buru-buru turun. Kemudian tersenyum memperlihatkan gigi rapihnya serta raut ceria ke arah Algara. Cowok itu hanya memandangnya tanpa ekspresi. Tidak ada niatan untuk tersenyum ke arah Aletta. Tidak masalah, Aletta mengerti. 

"Makasih beb, Hati-hati di jalan yah. Dadah. Aku masuk dulu." belum selesai Aletta mengatakannya, Algara sudah mutar balik untuk pulang ke rumah. Aletta mendengus sabar, bagaimana pun ia harus sabar. Sikap Algara memang seperti itu, berharap kalau suatu saat nanti Algara akan menerimanya. Tapi kapan? 

"Huft," 

Aletta masuk ke dalam rumah, lagi-lagi ia melihat Ibu-nya sedang meminum minuman keras serta bingkisan sampah yang berantakan. Kaki diangkat ke atas meja, wanita itu mengisap rokok dengan bar-bar. Aletta merasa sedih melihat ibu kandungnya seperti ini. 

"Kenapa lo liat-liat, nggak suka? Cepet masuk ke kamar sana!" suruh Alana seraya menatap sinis ke arah Aletta, jujur saja setiap papanya pergi keluar negeri. Pasti Alana akan melakukan hal yang buruk. Kadang seorang laki-laki muda sering ke rumahnya. Itu selingkuhan Alana, Aletta tidak bisa melakukan apapun selain diam. 

Cewek itu langsung naik ke kamar atas, belum lagi nanti ia akan di suruh-suruh oleh Alana. Aletta Anak yang baik, tidak mau membantah Orang tua. Setelah Aletta masuk ke kamar tempat ternyaman-nya. Gadis itu mengunci pintu lalu merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya. Bercorak pink dengan seprei kuda poni. 

Air matanya lolos jatuh dengan sendirinya, hatinya berdenyut nyeri. Kenapa ia tidak bisa mencegah perbuatan Ibunya. Aletta terlalu takut untuk mengatakannya. Jangankan untuk itu, dia makan saja harus membersihkan rumah dulu. Alana sangat kasar, bahkan kerap sering memukul Aletta. 

"Papa, kapan pulang hikss."

"Kak Andrei, Papa, aku butuh kalian." 

Isak tangis gadis itu sembari memeluk erat guling, rasanya ingin cepat-cepat dewasa agar bisa seperti Andrei, sang kakak yang sudah kuliah di Korea. Alasan Aletta seperti itu agar bisa keluar dari rumah ini. Rumah yang ia anggap sebagai neraka. 

Ketika gedoran pintu terdengar kasar, Aletta buru-buru mengganti baju seragamnya dengan pakaian santai. Alana sang ibu menyuruhnya untuk membersihkan rumah. "Keluar lo, beresin rumah sampe bersih! Baru lo makan. Ngerti?"

Aletta menjawab dari kamar seraya memakai celana pendek, "Iya ma,"

Aletta membuka pintu kamar, terdapat Alana yang bersidakep menatap tidak suka ke arahnya. Tatapan itu seperti jijik, padahal Aletta adalah anaknya. "Cepetan turun, awas kalau nggak bersih." tegasnya seraya menarik tangan Aletta dengan kasar. Gadis itu mengikuti mamanya turun, cekalan itu membuatnya meringis kesakitan. Luka 2 minggu lalu yang terkena pukulan dari Alana masih belum pulih. 

"Ma, pelan-pelan. Sakit banget tangan Aletta." desisnya tanpa di gubris oleh Alana. 

Sesampainya di bawah, Aletta di dorong sampai tersungkur. Gadis itu menahan sakit lagi, kemudian membereskan sampah-sampah yang memenuhi ruang keluarga. "Jangan sampe lo bilang ke papa soal ini, kalau lo berani nggak ada ampun buat Lo!" betapa kasarnya wanita itu memperlakukan Aletta. 

"Iya ma," jawabnya sembari menunduk, tak mau menatap mata kejam itu. 

Alana pergi meninggalkan Aletta, entah kemana perginya wanita itu Aletta tidak tahu. Cewek itu meneruskan membersihkan rumah. Banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. Seperti biasa, tidak ada pembantu atau pengurus rumah. 

To be continued. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status