Share

Warisan Hati Zaka

Malam itu pertama kalinya bagi Gea tidur di kasur yang sangat empuk dan nyaman. Ruangan ber-AC dan sangatlah nyaman dari kamar sebelumnya. Ia terus menatap ke seluruh ruangan. Setiap sudut ia pandangi dengan jelas. Begitu indah dan cantik kamar miliknya. 

Di sisi lain, Ale juga masih terus kepikiran dengan Gea. Ia selalu memikirkan Gea setelah acara usai, namanya mungkin masih asing baginya. Namun, tidak dengan jantungnya yang terus berdebat dj kala ia memikirkan Gea.

Tok ... tok ... tok.... 

Suara pintu diketuk, ialah Mama Ale yang mengetuk. Ia hendak menanyakan bagaimana kondisi Ale yang sekarang setelah melakukan operasi jantung. 

"Bagaimana jantung kamu?"

"Kenapa harus Zaka, sih, Ma? Ak memang tidak menyukai keberadaannya. Tapi, aku juga tidak tega jika jantungnya di donorin untukku!" desis Ale.

"Itu permintaannya yang terakhir, Ale. Lihatlah, ini ponselnya. Katanya, ada sesuatu yang harus kamu ketahui dari ponsel ini. Paswordnya ada di belakang casing ini," Mamanya memberikan ponsel itu kepada Ale. 

"Ma …." panggil Ale. 

Mamanya menoleh, kemudian tersenyum dengan sedikit terpaksa. 

"Iya, Nak. Ada apa?" tanya Mamanya. 

"Gadis cilik … em, maksudku, Gea. Dia siapa, sih?" tanya Ale. "Kenapa, aku selalu merasa jika Gea itu ada ikatan sama jantung ini," imbuhnya. 

Mamanya mendekat, ia mengeluarkan selembar kertas putih yang ia lipat menjadi lipatan kecil. Surat itu pemberian dari Zaka. Semua ia ungkap juga di surat itu. 

"Dari Zaka. Selamat malam, tidurlah!" ucap Mamanya. 

Mama Zaka memang sangat menyayanginya. Ia lebih mencintai Zaka dibandingkan dengan Ale. Mereka satu Ayah beda ibu. Namun, memang sejak kecil Ale sudah di rawat oleh Mamanya yang sekarang. Jadi, ia terlihat begitu dekat dengan Mamanya. 

Ale sangat membenci kehadiran Zaka. Pasalnya, Zaka mencuri semua perhatian orang yang di dekat Ale saat kelahirannya. Ale juga selalu menganggap, Zaka-lah penyebab kematian Ayahnya. 

Rey membuka dan membaca surat dari Zaka.

~Hai Kak Ale. 

Pas baca surat ini ... kita sudah tak bisa bertemu lagi. Maafkan aku, aku merebut kasih sayang Papa dan Maka dirimu. Tapi bukan aku penyebab meninggalnya Papa, Kak. Tolong percaya padaku! 

Oh, iya, Kak. Sebentar lagi … jantungku akan di pasang di dalam diri Kakak. Aku akan tetap selalu hidup bersama dengan Kakak menjaga Mama. 

Kak, 

Aku memiliki seseorang yang sangat aku cintai. Namanya Gea Gladys. Dia baru saja menemukan keluarganya. Gea gadis yang sangat cantik dan ceria. Tolong ... jaga dia untukku. Gantikan posisiku di dirinya. Aku sangat mencintanya. Tolong jaga dia. Terima kasih, aku menyayangimu, Kak Ale. 

Zaka~

***

Usai membaca surat itu, Ale hanya menyediakan mata saja. Dia memang tidak bisa menangis, tapi ia merasakan apa yang Zaka rasakan. Tangannya mengepal, dan bibirnya menahan emosi yang sangat dalam. Sebelumnya, Ale sudah pernah jatuh cinta. Namun wanita yang ia cintai menghianatinya. 

Sedikit saja, Ale sudah bersumpah untuk tidak mencintai wanita lagi dalam hidupnya. Meskipun ia harus menjalani pernikahan, itu hanya akan menjadikan kompromi saja dalam hidupnya. 

"Gea. Gea Gladys, adik kandung Vella. Dia ingin menjaga gadis ini, baiklah ... ini sangat menarik untukku, Zaka!"

Ale juga membaca semua diary adiknya tersebut. Kemudian, membuka ponsel Zaka. Terdapat wallpaper dalam layar ponselnya dengan foto dirinya dan Gea. Foto itu diambil setelah mereka resmi jadian, beberapa jam sebelum Zaka pergi untuk selamanya. 

Setelah menatap layar ponselnya, Ale ingin menemukannya nomor Gea di kontaknya. Berulang kali Ale cari nomor Gea, tetap saja tidak ketemu. Setelah terus mencari, akhirnya ia menemukan nomor Gea dalam kontak Zaka dengan diberi nama lain. 

"Cintaku Gea, ini nomor anak kecil itu," gumam Ale. 

"Jantung ini lagi. Sekarang aku mengerti, kenapa setiap aku menyebut nama Gea … jantungku selalu berdegup kencang," imbuhnya dengan menyentuh dadanya. 

Itu membuatnya tidak nyaman. Jantungnya terus berdebar ketika menyebutkan nama Gea di hati dan bibirnya. Mengingat semua surat dan kisah cinta Gea dan Zaka membuatnya tak bisa memadamkan matanya dengan rileks. 

Pikirannya terus dihantui oleh wajah Gea. Merasa tak tahan lagi, Ale menelpon Gea tepat ditengah malam. Ale tidak perduli akan diangkat atau tidaknya. Ia tetap menelpon Gea, janji jantungnya akan berhenti berdebar. 

Rupanya, sekali saja Ale menelpon, Gea sudah mengangkatnya. 

"Siapa ini? " tanya Gea. 

Tentu saja Ale menjadi kebingungan. Ia sama sekali belum pernah gugup ketika bicara dengan siapapun. Berbeda dengan Gea yang rasanya hanya ingin mendengar suaranya saja. 

"Hallo, ini siapa? Jika masih tidak ada jawaban ... aku tutup yaa ... ganggu tau!" kesal Gea. 

"Ini aku, Ale." sahut Ale dengan cepat karena takut ditutup telponnya. 

"Ale?"

"Ale siapa, yang mana? Nggak usah ngadi-ngadi, deh!" 

"Aku tak punya teman bahkan peliharaan pun bernama Ale. Jika hanya menggangguku, aku tutup telfonmu, dasar pengganggu!" hardik Gea. 

"Aku Ale, kakaknya Zaka! Hey, tak bisakah kau mengenali suaraku?" bentak Ale. Tapi telponnya sudah di tutup oleh Gea. 

Ia tak menyangaka, jika Gea akan menyamakan dirinya dengan peliharaan. Tentu saja ia menjadi kesal. Gea memang sangat cuek kepada lelaki yang belum ia kenal. 

"Dasar bocah, kalau bukan karena Zaka ... males banget hubungin, ini bocah!" umpatnya. 

Di kamarnya, Gea terlihat sangat kesal sendiri. Ia baru saja memejamkan mata setelah stres belajar mempersiapkan ujian esok hari. Ia juga sudah meninggalkan pelajaran selama seminggu. Itu sudah sangat membuat Gea sangat stres. Kini, harus diganggu oleh kedatangan Ale dalam hidupnya. 

"Siapa, sih, tadi yang telfon? Dia bilang namannya Ale." gumamnya. 

"Ale … Ale siapa? Tunggu, apakah itu … jangan-jangan si pria bodoh itu lagi, idih!" langsung Gea mengetahui siapa pria itu. 

Ia langsung membayangkan, betapa marahnya Ale ketika dirinya mengatakan … kalau hewan peliharaan bernama Ale pun dia juga tidak memilikinya. 

"Mampus!"

"Hey, kenapa aku harus takut? Siapa dia? Pacar bukan, suami bukan, ayah juga bukan. Huh, stay cool baby, biarkan saja,"

"Tapi, bagaimana kalau dia bilang ke Kak Vella, atau malah langsung kepada Nenek? Anjir bisa digiling aku,"

"Omo! Sebaiknya aku telpon balik dia," gumamnya meraih ponselnya.

Gea mencoba menelpon nomor itu, memastikan lagi jika pria yang menelponnya memang benar Ale kakak dari Zaka. Akan tetapi, Ale tidak juga mengangkat telpon dari Gea. 

Sudah menelpon sebanyak puluhan kali, Ale masih saja tidak mengangkatnya. Gea semakin geram, ia menjadi yakin jika memang yang menelponnya adalah Ale. Keputusaan sudah menguasai emosinya. Akhirnya ia mengirim pesan kepada Ale. 

[Ini Om Ale, ya? Eh Tuan Ale, 'kan? Hehehe, maaf ya. Nggak bermaksud gimana-gimana, aku tadi kesal saja karena Om, eh Tuan, tidak segera menjawab. Maaf sudah menyamakan dirimu dengan peliharaan, maaf banget. Gea.]

15 menit berlalu, pesan dari Gea belum juga di balas oleh Ale. Padahal terlihat jelas jika Ale sudah membacanya. Gea mulai kesal, ia bersumpah tak ingin bertemu dengan laki-laki dingin dan menyebalkan lagi seperti Ale.

Frustasi kedua membuat Gea muak. Ia akan memejamkan matanya dan enggan mengangkat telpon dari Ale lagi, jika suatu saat Ale menelpon kembali. 

Kling ... kling ... kling.... 

Beberapa pesan masuk membuatnya tak bisa tidur. Ia sangat emosi saat Ale mengganggunya seperti itu. 

"Tuhanku. Siapa lagi ini, kenapa semua orang menggangguku hari ini! Ah kejam!" teriak Gea menggulingkan ke kanan-kiri tubuhnya ke kasur. Lalu, memeriksa ponselnya. 

Ia terkejut dengan nomor yang tadi ngaku Ale sudah membalas pesannya.

"Aih, koran? Kenapa nggak sekalian aja dia kirim email. Dasar orang tua! Kuno, nyebelin!" umpat Gea semakin menjadi.

[Gea? Benarkah kamu Gea, mantan pacar Zaka, 'kan? Adiknya Vella. Putri kedua dari keluarga Rendra?]

[Baca baik-baik, ya, bocah nakal ... aku sama sekali tak tertarik padamu. Ingat itu! Tapi ini semua demi Zaka, demi Zaka!]

[Besok kamu harus temui aku. Atau aku akan menjemputmu di sekolah! Jangan kemana-mana setelah sekolah, atau kamu akan tau akibatnya bocah nakal!]

[Ingat dengan memanggilku Tuan Ale/Pria Tampan. Jangan memanggilku dengan sebutan, Om. Aku sangat tidak menyukainya. Simpan nomorku. Besok aku hubungi kamu lagi. Selamat Malam!]

Isi pesan berikut.

Tentu saja membuat Gea kaget, kenapa ia harus menemui Ale? Gea terus bertanya-tanya, apa yang akan ia sampaikan kepadanya, dengan membawa nama Zaka di percakapan mereka. Meski begitu, Gea tidak bisa menolaknya, karena Ale menggunakan nama Zaka untuk membuat janji.

"Apa aku harus menemuinya? Untuk apa? Tapi dia menggunakan nama Pak Zaka. Apa ada hal penting yang akan ia sampaikan mengenai Pak Zaka? Aku harus tunggu kabar darinya besok." gumamnya. 

Kreseeekkkk...

Terdengar suara orang menginjak semak-semak di luar. Gea langsung tanggap, memeriksannya lewat jendela kamarnya. Nampak dari jauh, ia melihat sosok laki- laki yang tak asing baginya. Melompat dari kamar Vella. 

"Kak Aldi?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status