Share

Paksaan dari Ale

"Kak Aldi? Apa yang dia lakukan? Kenapa bisa lompat dari kamar, Kak Vella? Apa peduliku, itu bukan urusanku. Mending aku sambung tidur saja, aku sangat lelah untuk malam ini, huaamm …." ucap Gea. 

Gea menyambung tidurnya kembali. Ia harus sekolah besok pagi. Keesokan harinya, Gea sudah bangun sangat pagi dan membantu Si Mbok di dapur menyiapkan sarapan untuk semua orang.

Ketika di meja makan, Gea masih asing dengan suasana itu, ia melihat Neneknya makan dengan sangat anggun. Kedua orang tuanya juga makan tanpa bicara sepatah apapun. Akan tetapi, Gea belum melihat Vella pagi itu.

"Mbak? Panggil Vella untuk sarapan," perintah Nenek. 

"Baik, Nyonya besar." jawab Mbak Ning (Asisten pribadi Nenek).

Tak lama setelah itu, Vella keluar dari kamarnya. Anehnya ia menggunakan syal pagi itu, bahkan cuaca pun juga tidaklah dingin. Gea sebenarnya sudah menduga jika Vella menutupi cupang di lehernya, sebab ia melihat Aldi melompat dari kamarnya semalam. Tidak mungkin jika sepasang kekasih berduaan di kamar tidak melakukan apapun. 

"Kamu sakit Vella?" tanya Nenek. 

"Em, sedikit pusing, Nek. Mungkin karena kelelahan," jawab Vella. 

Saat Vella duduk berdekatan dengan Gea. Gea tidak sengaja melihat ada cupang di leher Vella. Gea tidak kaget akan hal itu, karena ia sudah mengetahui siapa pelukis cupang yang indah tersebut. Hanya saja ...  Gea merasa heran kepada Vella. Kenapa dia bisa seberani itu membawa pria masuk ke kamarnya tengah malam. 

"Gea, hari ini kamu sekolahnya di antara oleh Darius, ya. Dia adalah cucu dari sahabat, Nenek. Nenek harap ... dia dan kamu bisa cocok satu sama lain," ucap Nenek dengan tiba-tiba.

"Tapi, Nek. Gea nggak ke …." penolakan Gea langsung disela oleh Nenek. 

"Gea! Kamu mau menentang, Nenek? Sudah bersyukur kamu diterima di keluarga ini, menurut lebih baik!" bentak Nenek. 

"Iya, Nek. Maafkan Gea sudah menolak," ucap Gea terpaksa. 

"Buset, baru saja masuk ke keluarga. Sudah dijodohin aja, gini amat jadi anak orang kaya!" kesal Gea dalam hati. 

Merasa dirinya hendak dijodohkan, mood Gea pagi itu menjadi buruk. Ia berharap orang tuanya juga tidak menyetujui perjodohan yang dilakukan Nenek kepadanya. Gea sangat berharap jika Rendra bisa menolak perjodohan itu, selaku ayah kandungnya. 

"Itu dia Darius … uh, cucu, Nenek." ucap Nenek sok akrab. "Ayo, kita sarapan bersama. Mumpung semuanya berkumpul," imbuhnya. 

Darius menyalami Nenek, Rendra dan Gege. Sekilas, Darius memang terlihat memiliki rasa sopan santun yang tinggi. Meski begitu, tetap saja Gea tidak tertarik dengannya. 

Usai sarapan, Gea langsung pamit berangkat ke sekolah. Mau tidak mau memang Gea harus diantar oleh Darius. Pikiran Gea merasa masih tidak tenang dengan cupang dileher kakaknya pagi itu. Gea juga merasa tidak enak hati jika harus bertanya dengan Vella tentang leher yang ditutupi dengan syalnya. 

"Ge, Gea ...." panggil Sena. Namun, Gea masih saja melamun dan tak mendengarkan panggilan dari Darius.

Darius mengetik tangannya, "Hey, Gea! Apakah kau melamun?" panggil Darius sekali lagi. 

"Oh, maaf. Aku tidak mendengar kau memanggilku, ada apa? Maaf, ya ...." ucap Gea. 

"Kenapa kau meminta maaf? Tenang saja, maafkan aku jika aku mengganggumu. Apakah ... ada hal yang mengganggu pikiranmu?" Darius ingin tahu apa yang di pikirkan Gea. 

"Ada masalah?" imbuhnya. 

Gea hanya tersenyum tipis. Ia tak mungkin mengatakan apa yang dia pikirkan kepada orang yang baru buat kenal. Meski lelaki itu, cucu dari sahabat Neneknya. Gea belum yakin sekali dengan keluarga kandungnya. Apa yang dulu membuat dirinya harus hilang atau memang tak diinginkan. 

"Ge, cerita saja. Aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu," desak Darius. 

"Hm, nggak ada apa-apa, kok. Aku hanya gugup saja, ini pertama kalinya bagiku diantar sekolah oleh seorang lelaki yang belum akun kenal," jelas Gea. 

"Kamu bisa memanggilku dengan sebutan namaku, atau bisa panggil aku dengan sebutan, Kakak. Itu akan membuat kita tidak seperti orang asing," pintar Darius. 

"Cih, tak seperti orang asing? Lah emang kita kan orang asing, Bambang!" batin Gea. 

***

Hari itu Gea menganggap hari paling lambat dalam sejarah hidupnya. Pergi dengan hilangnya good mood nya, karena dibentak oleh Nenek. Kemudian harus berangkat sekolah diantar oleh laki-laki yang belum ia kenal sama sekali. Lalu sekarang ia melihat harus melihat Ale sudah berada di gerbang sekolah.

"Sial!" umpat Gea dalam hatinya. 

"Hah, kau mengatakan sesuatu?" tanya Darius

Tentu saja Gea menggelengkan kepala. Bak ala konglomerat sungguhan, Darius turun dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Gea. 

Dari kejauhan, Ale sangat tidak menyukai hal itu. Ia terlihat kesal saat Darius memperlakukan Gea istimewa. Melihat raut wajah Ale yang terlihat kesal, Gea pun mendekatinya dan menanyakan mengapa Ale ada di gerbang sekolahnya. 

"Kau tanya mengapa?" kesal Ale. 

"Aku sudah mengirim dirimu pesan singkat untuk kita bertemu di sini. Kau lupa, hah?" Ale semakin kesal.

Datanglah Aurel yang nampak seperti seorang putri berjalan dengan anggun dan menyapa Darius. "Halo, Kak Darius. Mengapa kau ada di sekolahku? Apakah kau ada denganku?" mempertanyakan hal seperti itu dengan kesombongan. 

Mereka berdua adalah tetangga sejak dulu. Jadi, mereka sangat dekat meski tidaklah akrab. Terlihat juga di sana ada dua sahabat Gea. Mereka pun menghampiri Gea yang sedang diapit oleh pria berkharisma. 

"Ge, pagi. Siapa dia?" tanya Leni. 

Belum juga Gea menjawab, Darius sudah menyodorkan tangannya kepada Leni dan Azka, sahabat dari Gea. 

"Darius," ucapnya. 

"Aku cucu dari teman Nenek Gea." imbuhnya. 

Tanpa basa basi, Ale menarik tangan Gea dan membawanya masuk. Tiada angin tiada petir tiba-tiba Ale membawa Gea masuk ke mobilnya. Awalnya Darius berhasil mencegahnya, tapi melihat tatapan Ale saja membuat Darius melepaskan tangan Gea lagi. 

Sudah berusaha memberontak, tetap saja tidak bisa. Tangan Gea kalah kecil dengan tangan Ale yang besar. Dengan sedikit kasar juga Ale mendorong masuk Gea ke mobil. 

"Astaga ... sakit, woy!" teriak Gea. 

Tanpa memperdulikan Gea. Ale menyalakan mobilnya dan mengendarai dengan cepat. Gea bingung dengan kebisuan Ale seperti itu. 

"Om, bilang, dong aku mau dibawa kemana?" Gea berusaha bertanya. 

Namun, Ale tetap saja tidak menggubrisnya. Ia terlalu fokus menyetir tanpa memperhatikan Gea yang mulai berteriak dan membentaknya. 

"Om Ale, ayo dong jawab. Sebenarnya kau ingin membawaku kemana?" tanya Gea membentak Ale. 

"Ok, salah!"

"Bukan Om. Tapi, Kakak Ale, Tuan Ale, Pria tampan? Hish kesalnya, katakan ngapa, woy!" rasanya Gea saja ingin memukul wajah Ale. 

Dengan mudahnya, Ale hanya menepis tangan Gea dengan santai. 

"Bisa diam tidak?" Ale mulai membuka suara. 

"Jika kamu tidak bisa diam, aku akan membuatmu bisa mengandung anakku! Mau kamu?" ancam Ale. 

"Dih, mesum!" teriak Gea. 

Gea juga hendak memukul Ale lagi. Namun, tangan Ale mampu menahan kedua tangan Gea dengan mudah. Gea mulai meronta lagi. 

"Kamu memang berbeda dengan Vella. Dia sangat kalem, tapi kamu sangat aktif. Aku suka cewek kecil yang aktif. Itu sangat menggoda," goda Ale mencium tangan Gea. 

"Cabul!" teriak Gea berusaha menarik tangannya. 

"Aku akan bertindak jika kamu macam-macam padaku, Om!" desis Gea menutupi badannya dengan tangan kecilnya.

"Kau berpose seperti itu, malah semakin membuatku bergairah saja. Setelah ini, kita lakukan ditempat lain, bagaimana?" goda Ale. 

Gea akhirnya terdiam. Kali ini Ale bisa menyetir dengan tenang dan fokus. Sesekali Ale melirik Gea yang saat masih tenang dengan menatap ke depan. Ale tak percaya jika dia mampu menenangkan gadis aktif seperti Gea itu. Ale juga tak berharap bisa barusan dengan anak kecil seperti Gea yang selalu membuatnya pusing. 

Sekian lama perjalanan, entah mau dibawa Gea bersama dengan Ale. Ketika mata mulai terlelap, ponsel Gea berdering. Penelpon itu tak lain adalah sang Nenek. Seketika Gea menjadi panik. 

"Siapa yang telpon? Kenapa nggak langsung diangkat?" tanya Ale. 

"Nenek sihir," jawab Gea. 

Gea masih mikir-mikir untuk mengangkat telpon dari Neneknya. Pasti Nenek menelponnya karena dia tidak masuk sekolah hari itu. Jika tidak, pasti Darius yang memberitahu Nenek jika dia sedang pergi bersama dengan pria lain. 

Ale merebut ponsel itu dan mengangkat telpon dari Nenek. 

"Gea! Apa-apaan kamu! Kamu ingin mempermalukan keluarga? Kamu kenapa  kabur dengan calon Kakak Iparmu, hah? Jawab Nenek!" sulut Nenek. 

"Maaf, ini saya Ale. Hari ini, aku akan membawa Gea pergi bersamaku. Jangan ada yang menelponnya lagi, atau aku akan  membuat cucumu ini kehilangan organ tubuhnya!" hardik Ale langsung menutup telponnya.

Ale mengatakan jika dirinya akan menikahi Gea. Alasan yang sebenarnya tidak ia katakan karena Ale tidak mau Gea tahu jika dirinya melakukan itu demi wasiat Zaka.

Tentu saja pernyataan Ale membuat Gea terkejut. Ia juga tidak ada mimpi untuk menikah dengan pria kasar seperti Ale. Apalagi, Ale sudah dijodohkan dengan Kakaknya. 

"Kamu gila? Aku mana mau nikah sama kamu?  Lagian aku masih kelas 2 SMA, mana mungkin aku di perbolehkan menikah. Kamu ini juga calon kakak iparku, Om. sadarlah!" papar Gea dengan suara sedikit bergetar.

"Apa yang menjadi keputusanku, tak bisa di rubah siapa pun kecuali Tuhan. Jika kamu nggak mau menikah denganku, aku akan mencabut saham yang aku tanamkan ke usaha milik Nenekmu itu!" ancam Ale.

"Itu nama nya pemaksaan. Aku tidak mau! Lagipula itu bukanlah urusanku!" sulut Gea.

"Mau tidak mau, kamu harus menikah denganku. Aku tidak mau menikah dengan Vella." ucap Ale.

Bingung, heran dan tidak mengerti bagaimana lagi menyikapi Ale. Ia juga bingung akan menjawab a[a karena dalam hatinya pun dirinya belum siap untuk menikah ataupun jatuh cinta dengan pria lain setelah kepergian Zaka. Meski Gea tahu jika Ale adalah kakak dari mantan kekasihnya yang sudah tiada itu.

Hanya Zaka laki-laki yang sangat ia cintai. Mana mungkin juga Gea bisa menikah dengan Ale, kakaknya. Semua orang juga tau, jika Ale akan menikah dengan Vella.

"Kau tau? 18 tahun aku baru bertemu dengan keluarga kandungku, aku belum siap untuk menikah. Aku ingin berbakti kepada mereka terlebih dahulu, Om Ale, Tuan Ale." ungkap Gea dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Ale pun meminggirkan dan menghentikan mobilnya.

"Gea, aku juga tidak ingin semua ini terjadi. Aku juga tidak suka memaksa kehendak orang seperti ini. Tapi semua ini harus aku lakukan, kita harus menikah!" ucap Ale.

"Iya kenapa? Apa alasan yang pastinya?" tanya Gea.

"Aku belum bisa mengungkapkan alasannya hari ini. Tapi aku janji, suatu hari nanti aku akan menceritakan segalanya kepadamu, Ge …." jawab Ale.

"jujur, Vella menolak perjodohan ini karena dia memiliki orang yang dia cintai. Aku tidak bisa memisahkan dua orang yang saling mencintai," lanjut Ale.

"Jadi … menikahlah denganku. Apa kau harus menerima perjodohan dirimu dengan pria yang mengantarmu ke sekolah tadi. Dia bukanlah pria yang baik bagimu, Ge!" 

Tak tahu  lagu harus bagaimana, yang diingkan Gea hanyalah hidup tenang dan damai bersama dengan keluarga yang baru ia temukan. Gea juga masih ingin mengakrabkan diri kepada orang tua kandungnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status