"Selamat pagi Tante," sapa Jesica pagi itu.
"Eh, Jesi, ya? Pagi, sayang. Kuliah di sini juga?" tanya Gea dengan ramah.
"Iya, dong. Kan aku sama Muti udah klop banget, susah mau jauh, Tante!" seru Jesica memulai celoteh tak berfaedahnya.
Jesica adalah sahabat satu-satunya Mutiara sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Di kampus, mereka juga akan menjadi teman seperjuangan lagi dalam menganyam pendidikan.
"Kamu datang sendirian?" lanjut Gea.
"Sama Mama tadi. Cuma, langsung ke butik," jawab Jesica. "Anaknya di tinggal saja, Tante. Akan aman bersamaku, percayalah!" imbuhnya dengan senyum konyolnya.
Gea menatap putrinya. Ia tidak menyangka jika putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik
"Sakit? Tangan ini kan yang kau gunakan untuk menamparku?" tanya Mutiara dengan santai. Beberapa temannya mulai membantu lagi. Lelaki itu dilepas olehnya. Mutiara kembali menarik tangan teman dari lelaki itu sebagai jaminan supaya lelaki yang menamparnya mau meminta maaf kepadanya. "Apa kau tidak tau? Dia ini adalah Anggara, anak dari kepala yayasan kampus ini. Apakah kau ingin mencari ribut dengannya?" ucap salah satu temannya. "Aku nggak mau tau siapa dia. Jika dia anak kepala yayasan, lantas … aku harus gimana?" sahut Mutiara masih santai. Anggara membantu melepaskan temannya dari cengkraman Mutiara. Dengan sengaja Mutiara melepaskan dan membuat cowok mesum tadi tersungkur ke tanah. "Segini doang?" tanya Mutiara meremehkan mereka. "Otak kalian berdua kosong, gaya sok preman, berani sentuh sahabatku pula. Beruntung kalian nggak masuk rumah sakit hari ini. Ayo
Dikarenakan mobil Ale sedang mogok, terpaksa Ale bersama dengan Gea dan Ivan pulang naik taksi. Ketika dalam perjalanan, sengaja Ivan duduk di depan, agar Gea dan Ale leluasa mengobrol.Tetap saja, Gea hanya diam saja, bahkan mengalihkan pandangannya dari Ale. Hal itu membuat Ivan sedih, karena terlihat sangat jelas jika Mamanya masih menyimpan rasa dendam terhadap Ayah dari kakaknya itu."Kita sudah sampai, biarkan barangnya aku yang bawa. Mama bisa mengajak Ayah Ale masuk lebih dulu." ujar Ivan turun lebih dulu.Awalnya, Ale sangat canggung jika harus mampir di rumah mantan istrinya. Terlebih, ia masih sangat mencintai mantan istrinya itu.Namun, demi bisa bertemu dengan Mutiara, ia harus menghilangkan rasa gengsi yang selalu tertanam dalam hatinya."Ini kesempatanku. Supaya aku bisa minta maaf kepada putriku, atas selama ini … aku tidak pernah menjenguknya." gumam
Malam bertabur bintang. Ale sedang mengajak Mutiara, sang putri berjalan-jalan mengitari kota hanya berdua saja. Dengan tenang, Gea dan Tuan Nathan mengizinkan anak dan Ayah itu menghabiskan waktu bersama."Jadi, pacar baruku … Malam ini kita mau makan apa?" canda Mutiara."Hello Tuan putri. Terserah Tuan putri mau makan apa malam ini. Semuanya, akan aku Ayah turuti apa maumu," jawab Ale."Ayah, bisakah kita terus menghabiskan waktu bersama?" tanya Mutiara."Tentu saja!""Lalu bagaimana dengan Bella? Bukankah dia juga anak Ayah selama ini?""Aku bertemu dengan Bella hanya setahun sekali. Lagi pula, dia sudah menemukan Ayahnya. Kenapa pula harus repot?"Sejak hari itu, pulang pergi ke kampus, Mutiara dan Ivan selalu bersama dengan Ale. Mereka juga menghabiskan waktu bertiga bak Ayah dengan sepasang anak
Hal mengejutkan terjadi ketika mereka bertiga kembali ke rumah. Bendera kuning, tenda yang sudah berdiri dan tetangga rumah semua datang dengan baju hitam-hitam. Mutiara langsung melepas genggaman tangan Ale, begitu juga Ivan yang melepaskan rangkulannya."Papa!"Baik Mutiara maupun Ivan sudah tahu tentang keadaan Tuan Nathan akhir-akhir itu. Tuan Nathan sering merasakan sakit, merasa dingin dan juga wajahnya selalu terlihat pucat ketika mereka bersama. Mutiara dan Ivan langsung berlari masuk ke rumah.Benar saja, Tuan Nathan sudah terbaring kaku di selimuti kain jarik. Di sampingnya, Gea terlihat sedang menangis dan berusaha tenang atas kepergian Tuan Nathan. Penyakit Tuan Nathan kembali kambuh saat Ale mengajak anak-anak pergi jalan-jalan."Papa!""Papa
"Aku iri denganmu, Mut," kata Bella mengemudi sedikit pelan."Iri kenapa?" tanya Mutiara."Kamu begitu menyayangi adikmu, begitu juga sebaliknya. Persaudaraan kalian juga begitu dekat. Aku, mana ada saudara, punya saudara satu aja di jauhkan dariku," ungkap Bella menatap Mutiara."Aku kan ada di sini sekarang. Jangan sedih lagi ya, masih ada kesempatan buat kita main, kok, hehehe …." Mutiara sangat berhati besar. Ia mampu menerima Bella sebagai saudaranya dengan mudah.Sesampainya di kampus, Mutiara sudah ditunggu oleh sahabatnya. Mereka seperti tak bisa dipisahkan. Jesica menyapanya dan melambaikan tangan juga kepada Bella."Pagi, sista ... tumben nggak bawa kendaraan sendiri, siapa dia?" sapa Jesica sekaligus bertanya.
Seorang gadis periang dan pekerja keras bernama Gea Gladys. Nama itu yang ada di gelangnya saat ia masih bayi merah. Umurnya 18 tahun bulan depan, Ia sekolah di salah satu sekolah ternama di Kotanya, kelas 12 dan salah satu murid paling cerdas.Jangan tanya siapa orang tuannya, di mana orang tuanya. Mengapa ia tak memiliki orang tua? Karena ia hanyalah anak angakat dari pasangan Kakek Nenek renta dan memiliki seorang Kakak angkat bernama Dita.Mengapa tidak tinggal bersama orang tuannya?Ya! Entah dibuang atau hilang saat masih masih bayi. Gea di temukan pertama kali oleh sepasang Kakek Nenek itu di depan toko saat hujan deras serta petir menyambar.Kakek angkatnya hanyalah pensiunan perwira yang tidak di akui lagi oleh negara (miris). Mereka hanya hidup dengan hasil jualan Neneknya sebagai penjual gorengan, uang pensiunan Kakeknya pun hanya cukup untuk membayar kuliahnya Dita.Karena itu Gea
Pak Zaka membantunya berdiri, saking semangatnya Gea, tak terasa tangannya yang nakal itu tidak sengaja menyentuh dada Pak Zaka. Ya, meski itu dari luar, tetap saja Gea bisa merasakan dengan jelas dada Pak Zaka yang bidang dan at itu."Cabulnya, otakku!" teriaknya dalam hati."Maaf Pak, saya terburu-buru, tadi.. nggak sengaja juga menyentuh dada bapak yang sangat uh ini," ucapnya. "Astaga, ngomong apa aku ini!" Gea sangat gugup saat bicara.Biasanya, gadis ini akan lancar saat ngomong dengan siapapun. Bahkan sambil teriak-teriak pun selalu lancar jaya. Apalagi melihat jakun Pak Zaka yang naik turun ketika menengok ke sana ke mari."Kita sudah telat kalau ikut upacara. Pasti kamu juga akan kena hukuman. Sebaiknya, kamu ikut saya!" bisik Pak Zaka sembari menarik tangan Gea.Mereka menuju belakang sekolah yang hanya akan dipakai oleh siswa nongkrong untuk merokok di waktu pelajaran ke
"Pagi semua ...," salam lelaki yang dibantu oleh Gea beberapa menit lalu."Pagi ....""Aih, aku tau dia tampan nan rupawan. Tak heran jika semua siswi dikelas langsung bersemangat. Apa lagi sainganku itu, si Aurel.""Dia memang modis, tapi sayang dia kesepian jadi hidupnya penuh dengan drama!" batinnya.Herannya, semua murid perempuan terlihat lebih bersemangat setelah kehadiran Pak Zaka ke kelas. Padahal sebelumya, mereka sangat enggan dan tak semangat untuk belajar."Perkenalkan nama saya Zaka. Kalian bisa panggil saja dengan sebutan Kakak atau Pak juga bisa." ucapnya."Saya di sini guru magang, usia saya 25 tahun bulan ini, dan saya juga suka bercanda. Mohon kerja samanya ya adik-adik, supaya saya bisa menyelesaikan magang saya ini. Terima kasih." tugas Pak Zaka.Kelas Gea ini memang tidak banyak muridnya. Hanya ada 36 siswa, karena