Share

Pekerjaan Paruh Waktu

Chung Ae mulai membersihkan kamarnya dan tentu saja sang ibu membantunya. Ae mengambil semua kain yang menutupi perabotan kamar itu. Ia menyapu lantainya, membersihkan semua debu, dan menata kamar itu senyaman mungkin. “Boleh aku membeli beberapa barang untuk dekorasi kamarku?” tanya Ae.

“Kau mau mendekorasi kamar?” tanya Seo Yeon dengan agak terkejut. Ae terdiam sejenak, “Kenapa Ibu terkejut seperti itu? Kurasa kamar ini terlalu kuno. Entah berapa lama tidak ditinggali” ucapnya.

“Itu karena, sebelumnya kau tidak pernah mendekorasi kamarmu.” Jawab Seo Yeon.

“Rumah ini agak kuno, terlihat tua dan menakutkan. Akan lebih baik jika Ibu mengganti beberapa perabotannya. Sore ini aku akan pergi keluar dan memberi beberapa barang.” Ucap Ae.

Seo Yeon mengangguk, “Boleh saja, asal ayah mengizinkanmu”. Seo Yeon lalu mendekati meja rias di samping ranjang Ae. Ia mengelap meja itu dan kaca besarnya. “Kau bisa belajar berdandan disini, Ae. Meja ini masih sangat bagus untuk digunakan.”

“Kenapa aku harus berdandan? Untuk siapa aku berdandan?” tanya Ae.

“Karena itu, carilah seseorang sebagai alasanmu berdandan.” Jawab Seo Yeon.  Ae memalingkan wajahnya. Ia hanya seorang gadis SMA yang ingin menghabiskan waktunya dengan buku-buku favoritnya dan bekerja untuk menghasilkan uang.

“Adikmu itu, sepertinya Dong Jun akan mendapatkan gadis dengan cepat. Banyak gadis yang menyukainya.” Ucap Seo Yeon.

“Lalu kenapa?” Ae berpura-pura menanyakan hal itu, padahal ia sudah tahu ke mana arah pembicaraan sang Ibu. “Ibu juga ingin melihat seperti apa priamu.” Jawab Seo Yeon.

“Ujian masuk universitas sudah semakin dekat, aku harus lebih banyak belajar bukan?” tanya Ae.

“Aku juga harus beradaptasi lagi dengan sekolah baruku, itu akan menguras tenaga Bu. Jadi behentilah membicarakan tentang pria. Dia akan datang pada waktunya.”

Seo Yeon lalu terdiam. Meskipun cantik, putrinya itu memang keras. “Kau ingin keluar nanti sore? Kalau begitu akan Ibu temani. Ibu juga harus membeli beberapa barang.” Kata Seo Yeon.

Ae menghela napasnya. Ia tak tahu apalagi yang akan dilakukan Ibunya. Terakhir kali, sang Ibu sengaja mendaftarkannya ke kelas kecantikan. “Kali ini, apalagi?” batin Ae.

***

Sore harinya, Chung Ae dan Seo Yeon benar-benar pergi untuk membeli beberapa barang. Mereka datang ke sebuah pusat perbelanjaan. “Ibu, kau sudah sangat hafal dengan jalan disini ya?” tanya Chung Ae.

Seo Yeon sedikit menghela napasnya. “Ae, mungkin kau belum tahu tentang ini. Ibu pernah tinggal di kota ini sebelum menikah dengan ayahmu.” Jawab Seo Yeon.

“Begitu ya” gumam Ae. “Meskipun begitu, sudah banyak yang berubah dari kota ini. Kota ini semakin ramai dan semakin cantik.” Ucap Seo Yeon.

“Jadi, apa yang ingin Ibu beli?” tanya Ae.

Seo Yeon membawa putrinya untuk membeli beberapa makanan. Mereka tidak membawa makanan apapun saat pindah, jadi lemari es mereka masih kosong. “Besok, kau harus ke sekolah baru kan?” tanya Seo Yeon. “Itu benar” jawab Ae.

“Apa sekolah itu mengizinkanmu memakai riasan? Semacam lipstick atau riasan lainnya?” tanya Seo Yeon.

“Meskipun sekolah mengizinkan, aku tidak akan berdandan Bu. Tolong mengertilah.” Ucap Ae.

“Chung Ae, kau ini perempuan kan?” tanya Seo Yeon.

“Aku tidak mau membahas hal ini disini. Ini memalukan Bu.” Jawab Ae.

“Baiklah, kita akan mencari tempat lain.” Ucap Seo Yeon.

Ae menghela napasnya. Ia merasa tidak ingin membeli apa-apa lagi dan juga malas mendekorasi kamarnya. Sejujurnya, ia sangat kesal pada ibunya karena terus saja membahas hal-hal itu.

Tak lama mereka akhirnya sampai di sebuah kedai kopi di dalam pusat perbelanjaan itu. Kedai kopi itu lebih terlihat seperti kafe bagi Ae, dan entah kenapa aroma ruangan itu seperti toko roti dan bukannya kedai kopi. Sampai disana, Seo Yeon meminta Ae untuk memesan minuman. Tak ada pilihan lain bagi Ae selain menuruti ucapan sang ibu.

“Tolong, satu latte dan satu americano.” Ucap Ae. Perempuan di balik meja tersenyum manis Ae. “Baiklah, tunggu sebentar” katanya.

“Hmm.. apa disini ada lowongan pekerjaan?” tanya Ae.

“Ah, kau ingin bekerja? Pas sekali kami butuh satu orang untuk membantu kami. Kau mau bekerja paruh waktu atau penuh?” tanya perempuan itu.

“Paruh waktu, apakah bisa?” tanya Ae.

“Kau siswa SMA atau mahasiswa?” tanya perempuan itu lagi.

“SIswa SMA.” Jawab Ae.

“Baiklah, kau bisa menulis nomor ponselmu?” kata perempuan itu. Dengan cepat Chung Ae mengangguk lalu mengambil secarik kertas untuk menulis nomor ponselnya.

Setelah mendapat pesanannya, Ae kembali ke tempat duduknya. Ia lalu memberikan segelas americano kepada sang Ibu. “Sebenarnya kau ingin membeli apa?” tanya Seo Yeon.

“Tidak, aku tidak jadi membeli barang.” Jawab Chung Ae.

“Kenapa tidak? Kita masih punya banyak waktu sebelum makan malam.” Kata Seo Yeon.

Ae menggeleng.”Lain kali saja”, katanya. “Jadi kau akan pergi kemari lain kali?” tanya Seo Yeon. Ae mengangguk. “Benar, lain kali aku akan pergi kemari.” Kata Ae.

Setelah menghabiskan minuman, mereka pun kembali ke rumah. Rumah itu sudah lebih baik, lebih bersih dan nyaman dilihat. Meski ada beberapa perabotan yang masih terlihat kuno dan antik. “Kenapa pemilik rumah tidak membawa perabotannya?” tanya Ae.

“Untuk apa? Mereka membeli rumah yang lebih besar.” Jawab Seo Yeon.

***

Selesai makan malam, Chung Ae langsung kembali ke kamarnya. Ia harus menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke sekolah besok. Tiba-tiba Ae mendengar suara ketukan. Ia pun segera membuka pintu kamarnya. Tapi anehnya, tidak ada seorang pun disana. “Ck, pasti Dong Jun mengerjaiku”, gumam Ae.

Chung Ae menutup kembali pintu kamarnya. Tak lama, suara itu terdengar kembali. Dengan segera, Chung Ae membuka pintu kamarnya. Namun lagi-lagi tak ada seorang pun di luar kamar. Dengan sedikit kesal, Ae berjalan ke kamar Dong Jun dan mengetuk pintunya. Tak lama, adiknya itu membuka pintu. “Apa kau sama sekali tidak punya tugas sampai kau sempat-sempatnya mengerjaiku?” tanya Chung Ae.

“Apa maksudmu, kak?” jawab Dong Jun dengan kebingungan.

“Jelas-jelas, kau mengetuk pintu kamarku dua kali.” Jawab Chung Ae.

“Itu bukan aku. Aku sama sekali tidak melakukan itu.” Sahut Dong Jun.

“Bukan kau? Apa Ibu naik ke kamarku?” tanya Chung Ae.

“Aku tidak tahu, lebih baik kakak tanyakan sendiri pada Ibu. Aku harus menyiapkan berkas untuk registrasi besok, jadi kalau kakak tidak keberatan tolong jangan ganggu aku dulu” Jawab Dong Jun.

“Baiklah, maaf.” kata Chung Ae. Ia lalu berbalik ke kamarnya. Anehnya, Chung Ae langsung teringat gadis dalam mimpinya. Ia sangat ingin tahu siapa gadis itu sebenarnya, dan apa hubungannya dengan rumah ini. Setelah kembali ke kamar, Chung Ae duduk di atas ranjangnya. Ia menunggu siapa tahu suara ketukan itu kembali terdengar.

Setelah lama menunggu, suara itu tak terdengar lagi. Chung Ae menghela napas, “Apa benar hantu tidak akan datang jika ditunggu? Benar-benar membuang waktuku.” gumam Ae. Ae berniat kembali menyiapkan berkas sebelum ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk.

Datanglah ke kedai pukul dua siang. Kedai Kopi Sunday.

“Apa aku diterima kerja? Aku bahkan belum wawancara, atau apa itu tidak perlu?” gumam Ae. Dengan cepat Chung Ae membalas pesan itu. Ia lalu tersenyum, “aku tahu aku bisa mendapat pekerjaan paruh waktuku dengan mudah.”

***

Chung Ae terbangun saat jendela kamarnya sudah terang. Ia lalu bergegas bersiap untuk pergi ke sekolah. Setelah mandi dan ganti pakaian, Chung Ae keluar dari kamar sambil membawa berkasnya. “Ibu aku berangkat.” Kata Ae.

“Kau pergi sepagi ini? Registrasi bisa dilakukan lebih siang. Kau baru akan registrasi Ae, bukan masuk ke kelas.” Jawab Seo Yeon.

“Ssh, kenapa Ibu tidak memberitahuku? Kupikir, aku harus datang pagi seperti siswa lainnya.” Ucap Ae.

“Tapi, lebih cepat lebih bagus. Pergilah.” Kata Seo Yeon.

“Aku juga akan pergi ke tempat belanja kemarin setelah aku selesai dengan sekolah.” Kata Ae.

“Baiklah, jaga dirimu.” Jawab Seo Yeon.

Chung Ae mengangguk lalu melangkah pergi. Ia berjalan menuju halte bus terdekat dan menunggu. Setelah beberapa menit, sebuah bus datang. Ae langsung naik dan menuju ke sekolah. Di dalam bus, Ae ingat ucapan ayahnya. Lee Won pernah berkata bahwa sekolah baru Ae termasuk sekolah elit. Sejujurnya itu membuat Ae cemas. Ia takut ia tidak bisa belajar dengan baik karena tekanan di sekolah.

Tak lama, ia sampai di depan sekolah. Benar saja, sekolah swasta itu sangat besar. Chung Ae menghela napasnya sebelum melangkah masuk. Baru beberapa langkah, sudah banyak siswa yang memandang Chung Ae. Kebanyakan dari mereka siswa perempuan dengan riasan wajah, seragam stylish yang entah mengikuti aturan atau tidak.

Chung Ae berusaha untuk cuek, ia meneruskan langkahnya sambil mencari ruangan registrasi. Tidak mengenal siapapun, dan tidak tahu dimana ruangan yang ia tuju. Hari itu, Chung Ae benar-benar merasa sial. Ia lalu melihat seorang pria yang sedang membaca buku sendirian. Chung Ae memberanikan diri untuk mendekati pria itu. “Permisi, apa kau tahu dimana ruangan untuk registrasi?” tanya Chung Ae dengan suara pelan.

Pria itu mendongak, lalu untuk beberapa saat memandangi Chung Ae. “Disana” ucapnya sambil menunjukkan arah. “Ruangan yang ada di sudut.” Chung Ae mengangguk lalu mengucapkan terimakasih. Setelah itu, ia pun kembali berjalan. “Kau siswa pindahan?” seru pria itu. Chung Ae menoleh lalu mengangguk. Tanpa mengatakan apapun, Chung Ae kembali berjalan menuju ruang registrasi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status