Share

Kedai Kopi Sunday

Chung Ae baru saja selesai dengan registrasinya ketika melihat beberapa perempuan mengawasinya dari jendela ruangan itu. Entah kenapa, Chung Ae merasa ada yang aneh dengan sekolah itu. Beberapa siswa terasa bebas sekali untuk bekeliaran di jam sekolah dan tak ada satu orang pun yang menegur mereka.

Sesekali, Ae melirik mereka. Terlihat jelas sekali tatapan mata mereka yang tidak menyukai kehadiran Chung Ae. “Aku sudah merasakan ini jauh-jauh hari, jadi kenapa aku terkejut?” batin Ae. Sambil melangkah keluar, Ae memandang beberapa gadis yang masih berdiri di bepan jendela ruangan itu.

“Kau berani memandangku?” seru Eun Jung.

Chung Ae berhenti sambil menatap gadis berambut pirang yang meneriakinya. “Memangnya kenapa kalau aku memandangmu?” tanya Chung Ae.

“Shh, anak ini. Memangnya kau pindahan dari mana? Pakaianmu terlihat biasa sekali.” Ucap Eun Jung.

“Pikiranmu sempit sekali jika hanya menilai seseorang dari pakaiannya.” Jawab Chung Ae dengan tegas.

Eun Jung mengangkat  tangannya dan hendak menampar Chung Ae sebelum Dae Hyun menahannya. “Hentikan.” Ucap Dae Hyun.

“Kau? Sshh dasar. Untuk apa kau kemari?” seru Eun Jung.

“Dasar anak tukang masak.”

“Kau tidak bisa seenaknya dengan orang lain.” Jawab Dae Hyun.

“Apa dia temanmu? Pacarmu? Apa dia lebih kaya dariku? Apa karena aku menolakmu beberapa tahun lalu dan sekarang kau membenciku?” kata Eun Jung.

“Apa sekolah ini terbiasa dengan keributan semacam ini?” sahut Chung Ae.

“Kau! Beraninya..” Chung Ae melangkah begitu saja sebelum Eun Jung menyelesaikan kalimatnya. Ia menghela napas nya. “Aku bahkan belum masuk ke kelas dan sudah melihat keributan seperti tadi.” Gumamnya.

“Dia pasti sombong karena dia kaya dan cantik.” Ucap Chung Ae.

Dengan cepat Chung Ae bergegas pergi dari sekolah itu. Ia berjalan ke halte bus dan menunggu beberapa menit. “Pria itu, siapa dia?” gumam Ae. “Anak tukang masak? Bukankah dia yang tadi menunjukkan ruang registrasi padaku? Apakah dia dikucilkan?”

Tak lama bus datang. Chung Ae naik ke bus itu dan pergi ke pusat perbelanjaan. Hari masih pagi tapi Ae terlalu malas untuk pulang. Ia memilih untuk berkeliling di pusat perbelanjaan itu.  Sesampainya disana, Ae berjalan tanpa tujuan sambil melihat kesana kemari. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah toko buku. Ae  masuk ke toko itu sambil menghabiskan waktunya.

***

Sebelum pukul dua siang, Chung Ae sudah sampai di Kedai Kopi Sunday. Ia pun kembali bertemu dengan perempuan di belakang meja kasir. “Oh hai!” seru perempuan itu. Chung Ae tersenyum lalu menemui perempuan itu. “Apa aku diterima?” tanya Ae dengan gugup.

“Manajer kami, ingin bertemu denganmu. Tapi tenan saja, dia baik sekali.” Jawab perempuan itu.

“Baiklah, terimakasih.” Kata Chung Ae.

“Aku akan segera keluar dari sini, jadi mungkin kau akan jadi pegawai tetap walaupun paruh waktu.” Kata perempuan itu.

“Benarkah? Kenapa bisa begitu?” tanya Chung Ae.

“Suamiku memintaku untuk berhenti, karena aku sedang hamil. Tepat sekali kemarin kau datang kemari dan menanyakan pekerjaan.” Ucapnya.

“Meski aku belum pernah mengenalmu, sejak kali pertama aku melihatmu aku tahu kau gadis yang baik. Aku sudah lama bekerja disini, para  pekerja lainnya, semuanya baik. Kami diberi gaji yang cukup, dan kami juga boleh hari libur dengan alasan tertentu. Kami sudah seperti keluarga disini, jadi jangan sungkan jika kau butuh bantuan.

Chung Ae mengangguk sambil mengucapkan terimakasih. “Tenang saja, sebentar lagi dia akan datang. Oh iya, aku Yeri. Panggil saja Yeri, aku tidak mau terlihat tua.” Kata Yeri.

Chung Ae mengangguk, “Ae.” Ucapnya.

“Ae? Namamu Ae?” tanya Yeri.

“Chung Ae.”

“Ah, Chung Ae. Nama yang unik. Dan sejujurnya aku jarang mendengar nama itu. Meskipun begitu, itu bagus. Orang akan dengan mudah mengingatmu karena nama itu.” Kata Yeri.

Chung Ae hanya bisa tersenyum. Mereka pung mengobrol sambil menunggu sang manajer datang. Walaupun mereka baru pertama kali bertemu, namun Yeri sudah banyak bercerita pada Ae. Tentang keluarganya, pekerjaannya dulu, bagaimana ia bertemu dengan suaminya sekarang. “Ah, kalau kau terlalu memikirkan hidup kau akan membencinya.” Ucap Yeri.

“Saat kita masih anak-anak, kita banyak berharap. Kita ingin hidup kita seperti ini dan seperti itu, tapi setelah dewasa kita sadar bukannya berharap justru kita harus banyak menerima.”

“Menerima diri sendiri itu yang terutama. Entah seberapa jarang namamu di dengar orang lain, entah seberapa buruknya orang memikirkanmu, kau tidak boleh kehilangan dirimu sendiri. Diri sendiri, adalah yang paling berharga.”

Chung Ae mengangguk. “Aku akan mengingatnya, terimakasih.”

Tak lama, sang manajer datang. Jauh dari bayangan Ae, ternyata manajer itu adalah seorang wanita muda yang cantik. “Aah, jadi ini yang kau  bilang itu?” tanya sang manajer.

“Benar, aku yakin dia sangat pas.” Jawab Yeri.

“Aku selalu percaya padamu. Kau sudah lama bekerja disini.” Ucap sang manajer.

“Kalau begitu, kau bisa mengisi data ini.”

Chung Ae mengambil pena lalu segera mengisi data. “Chung Ae? Namamu Chung Ae?” tanya sang manajer. Ae mengangguk, “itu benar, tapi anda bisa panggil Ae saja.”

“Baiklah Ae, kau punya waktu hari ini?” tanya sang manajer.

Chung Ae kembali mengangguk. “Kalau begitu, biar Yeri mengajarimu dulu hari ini. Jadi mulai besok, dia bisa fokus ke bayinya saja.” Ucap sang manajer.

“Jangan lupa telepon aku saat bayimu lahir nanti.”

“Astaga, aku bahkan baru hamil dua bulan.” Jawab Yeri sambil tersipu malu.

***

Chung Ae merasa gugup saat berdiri di belakang meja lengkap dengan apronnya. “Santai saja. Aku tahu kau gadis yang cerdas. Kau pasti bisa melakukan ini. Satu pelanggan sebagai percobaan, kau siap?” tanya Yeri.

Ae mengangguk lalu Yeri melangkah pergi. Ia sengaja duduk di bangku ujung untuk melihat bagaimana Chung Ae melayani pelanggan.

Chung Ae menarik napas panjang. Tak lama seorang pria masuk ke dalam kedai dan berjalan menuju ke Chung Ae. “Dia.. bukankah yang di sekolah tadi?” batin Ae.

“Halo, silahkan mau pesan apa?” tanya Chung Ae dengan sedikit gugup.

“Pesanan biasaku.” Kata Dae Hyun.

“Pesanan biasa? Mmm. Maaf, aku pegawai baru disini jadi aku belum tahu apa yang biasa kau pesan.” Ucap Chung Ae.

“Kau, bukankah gadis yang tadi? Di sekolah?” tanya Dae Hyun. “Benar”, jawab Chung Ae.

“Hei Dae Hyun!” seru Yeri. Seketika Dae Hyun menoleh dan melambaikan tangannya ke arah Yeri. “Jadi, apa pesanan anda?” tanya Chung Ae.

“Anda? Kau pikir berapa usiaku?” protes Dae Hyun. “Aku hanya berusaha sopan pada pelanggan, apa kau tidak bisa membantuku?” tanya Chung Ae.

“Kau bekerja disini?” tanya Dae Hyun. Chung Ae pun mengangguk, “Ini hari pertamaku, dan kau juga pelanggan pertamaku jadi tolong bantuannya.”

“Baiklah, satu americano.” Kata Dae Hyun.

“Segera datang.” Jawab Chung Ae. Chung Ae pun segera melangkah ke pegawai lainnya.

Dae Hyun berdiri sambil memperhatikan Chung Ae. Bagi Dae Hyun, gadis itu terlihat cantik dengan wajah polosnya, dan pakaiannya yang biasa saja. Setelah mendapatkan minumannya, Dae Hyun duduk bersama Yeri namun pandangannya tidak lepas dari Ae.

“Kenapa kau memandangnya seperti itu?” tanya Yeri.

“Mm? Dia tadi ada di sekolahku, sepertinya kami akan menjadi teman satu sekolah.” Kata Dae Hyun.

“Benarkah? Dia pasti akan populer di sekolah, lihat saja wajahnya begitu polos.” Kata Yeri.

“Aku takut yang terjadi justru sebaliknya.” Gumam Dae Hyun.

“Wajahnya memang polos, tapi dia bukan gadis yang cengeng. Dia begitu dingin pada orang lain, dan tidak takut pada siapapun.”

“Kenapa harus takut kalau kau tidak melakukan kesalahan? Justru itu benar.” Jawab Yeri.

Dae Hyun mengangguk, “Siapa namanya?”. Yeri tertawa, “Kenapa tidak kau saja yang bertanya? Meskipun aku tahu aku tidak akan memberitahumu”.

Setelah selesai dengan beberapa pelanggan, Yeri kembali menemui Ae. “Kau bekerja dengan baik, aku tidak salah memilihmu. Tapi hari pertamamu adalah besok, jadi kembali lah besok pukul dua siang.”

“Jadi hari ini?” tanya Ae.

“Hanya pelatihan saja. Oh ya besok mungkin kau tidak akan bertemu denganku, jadi mampirlah ke rumahku kalau kau ada waktu.” Kata Yeri.

“Baiklah, terimakasih.” Kata Ae.

“Kau bisa pulang sekarang, biar aku menyelesaikan hari terakhirku bekerja disini”, ucap Yeri. Chung Ae melepas apronnya. “Oh ya, Dae Hyun bilang kalian pergi ke sekolah yang sama”, kata Yeri.

“Dae Hyun? Siapa?” tanya Chung Ae. Yeri menunjuk ke sudut dimana Dae Hyun duduk. “Pria itu.”

“Oh, benar. Aku bertemu dengannya tadi di sekolah.” Kata

Chung Ae.

“Dia pria yang baik, kau bisa berteman dengannya.” Jawab Yeri.

Setelah selesai berkemas, Chung Ae berpamitan dan melangkah pergi. “Tunggu!” seru seorang pria. Chung Ae menoleh. Ia melihat Dae Hyun tengah melangkah tergesa ke arahnya. “Aku belum tahu namamu”, ucap Dae Hyun.

“Ae. Namaku Chung Ae, tapi kau cukup memanggilku dengan Ae.”

Sejenak Dae Hyun terdiam. “Kenapa? Apa namaku aneh?”, tanya Ae. Dae Hyun menggeleng, “Tidak, itu sama sekali tidak aneh.”

“Senang bertemu dengan Ae.” Ucap Dae Hyun sambil tersenyum manis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status