Share

KTP - 3

Verena berdiri dalam posisi serba salah. Dia merasa bersalah pada Asher, pada Ibunya juga yang terus menangis karena Asher kembali koma. 

"Mommy." Rara hanya menggeleng. Harusnya mereka bisa menunda untuk memberitahu kebenaran pada Asher, jika akan jadi seperti ini. 

Rara terus menangis memeluk tubuh Asher yang kaku, tidak sanggup melihat Asher seperti ini. 

"Mommy. Kita semua bersedih, Asher seperti ini, tapi Mommy harus perhatikan kesehatan, Mommy." Rara masih menangis, terduduk dalam ruangan tersebut, terus memanggil nama Asher agar bangun, tapi Asher seolah menghukum dirinya, dia tidak akan bangun dalam waktu yang lama, sampai dia bertemu Lizzy. Lizzy mengingkari janjinya, Lizzy sudah berjanji agar mereka selalu bersama, tapi Lizzy sekarang tinggal di sebuah kuburan sempit. 

"Mommy, makan." Verena kadang sampai gondok sama ibunya. Tapi Gerald sudah berpesan agar menjaga kondisi ibunya, saat Ayahnya pergi bekerja. Ini adalah musibah yang menimpa hidup mereka. 

"Mom. Aku sudah potong buah, mungkin Mommy mau coba." Verena tahu, ibunya sangat suka makan buah. Rara yang sedang menangis dan merasa lapar akhirnya tak bisa mengabaikan begitu saja, dia mengangkat kepalanya, walau tidak barnafsu makan, tapi perutnya terus merintih meminta makanan. 

Akhirnya dia makan potongan apel dan campuran mayonais tersebut. Tak ada lagi kebahagiaan, tak ada lagi keceriaan. Asher pasti merasa jiwanya hilang setelah ini, bukan lagi Asher yang biasanya, jiwanya terkubur bersama Lizzy dan ini tak mudah. Air mata Rara turun lagi, tidak menyangka hal ini bisa menimpa putranya. 

"Mommy." peringat Verena sambil menggeleng, dia tak ingin Rara bersedih, mereka harus kuat melewati ini semua. Rara terisak lagi, Verena menangkap ibunya dan keduanya menangis, walau Verena bukan orang yang cengeng. 

"Mulai sekarang, nggak ada lagi yang boleh bawa mobil! Asher sembuh dia tak boleh lagi bawa mobil." putus Gerald, yang tiba-tiba pulang. Dia tidak tenang bekerja, memikirkan keluarganya, memikirkan istrinya yang terus menangis, dan Asher yang terlalu lama tidur dalam mimpi indah yang dia alami. 

Verena menyeka air matanya, dan bangkit. Rara masih menangis, Gerald mendekati istrinya, dan memegangi tangan Rara. Hatinya tak tenang saat bekerja dan ini jawabannya. 

"Sayang, Asher sedang bermimpi indah itu. Percaya sama Daddy, dia pasti lagi mimpi bertemu Lizzy di Padang rumput yang luas dan hijau, mereka kejar-kejaran." Rara hanya menggeleng. Masih teringat jelas, bagaiamana suara tangisan Asher tersebut dan saat Asher berbisik padanya untuk menyusul Lizzy. Ini bukan perkara mudah, dia takut jiwa Asher tersesat dan tak tahu jalan pulang karena terus mencari di mana Lizzy berada. 

"Daddy suapin, Sayang?" Asher mengambil potongan buah tersebut. Walau enggan, tapi akhirnya Rara membuka mulutnya, Gerald tersenyum dan menyeka air mata tersebut. 

"Kamu ibu yang luar biasa. Asher akan sadar, dia mana bisa lama-lama tanpa mencium bau ketiak, Mommy." Rara yang sedang menangis langsung tertawa mendengar ocehan jelek suaminya. Benar juga! Itu kebiasaan Asher setiap hari, memeluk Rara, mencium rambut ibunya dan bersembunyi di balik ketiak ibunya. Verena hanya bisa geleng-geleng, jika dia mengingat tingkah Asher yang konyol tersebut dan mereka yang terus bertengkar. 

Gerald langsung mengecup bibir istrinya. "Ayolah, Mom. Kan kasian Daddy, nggak dapat jatah lagi, kalau Mommy sedih terus." Rara hanya melotot, walau sudah tua tapi tak pernah berubah mesumnya. Baiklah, usia Gerald masih sangat muda 40 tahun, tentu hormon masih sangat bergairah dan stabil. 

"Daddy jatah terus. Udah tua juga." ujar Verena tanpa malu. Jika anak-anak lain akan malu, jika menegur orang tuanya, maka, itu tidak berlaku bagi Verena. Cara bicaranya sama seperti Gerald. Verena itu kopian semua sifat jelek Gerald, hanya saja belum terlihat bagian mesum. 

"Cari pacar sana. Biar nggak ganggu Daddy pacaran." Rara mendorong Gerald. Suaminya memang ada saja topik untuk mencairkan suasana yang tegang, padahal baru saja Gerald marah-marah pasal membawa mobil, walau Verena setuju saja, dia akan mengendarai ketika sudah punya driver license. 

"Kan Verena mau nikah sama Daddy." 

"Daddy kan cinta mati sama Mommy. Daddy nggak bisa berpaling." Huh! Verena tak suka itu, dia berjanji akan mencari laki-laki yang mirip Ayahnya. 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Asher merasa jika dia sedang berada dalam dunia lain, dengan pakaian putih dan merasa jika dirinya lebih ringan dan lebih bersih. 

Angin bertiup sedang, membuat rambutnya ikut terbang dan melihat keadaan sekeliling yang sepi. Dia belum pernah ke tempat ini, walau Swiss yang alamnya begitu cantik seperti berada dalam surga, tapi ini bukan Swiss. 

Asher mencari-cari di mana dia berada. 

Dia melihat objek yang sangat menarik visualnya. Seorang perempuan dengan pemilik senyum termanis, cantik, ceria, suka tertawa, murah hati, rambutnya blonde panjang, dengan mata hijau alami yang membuatnya selalu tenggelam dalam lautan mata tersebut. 

Asher tak bisa mengalihkan perhatiannya, dia terus berjalan menuju objek yang sepertinya menunggu dirinya. 

"Lizzy!" Lizzy berbalik dan tersenyum. Hal pertama yang Asher lihat adalah dimple di pipi kiri Lizzy, bibir ranum, hidung bangir kecil, dan warna mata hijau tersebut. Dia jatuh cinta! Sejak pertama, dia sudah jatuh cinta dengan semua yang ada pada Lizzy. Bukan mau berlebihan, terkadang Asher merasa Lizzy itu bukan manusia, tapi malaikat yang nyasar. 

Lizzy memberinya sebuah bunga rumput yang dia sendiri tidak mengerti. Asher menerima bunga panjang tersebut. 

Lizzy mengulurkan tangannya, Asher menyambut uluran tangan tersebut. Mereka berjalan di antara rerumputan tersebut. 

Asher memegang tangan lembut tersebut, mengikuti Lizzy, gadis itu berbalik dan kembali tersenyum manis padanya, membuat Asher tidak sabar ingin menciumnya bibir tersebut. 

Lizzy duduk, Asher hanya mengikuti apapun yang Lizzy lakukan. 

Lizzy menunjuk ke depan, padang rumput yang begitu luas. 

"Aku ingin selalu bersama kamu." Asher mengangkat alisnya, itu yang sudah dia janjikan, walau perjalanan mereka masih panjang. Tapi tidak ada yang tahu, jika takdir berkata lain, atau rasa cinta itu bisa memudar. 

"Sebelum kau melakukan itu, aku sudah berjanji terlebih dahulu." ucap Asher sungguh-sungguh. Tidak ada yang tahu, jika cinta monyet bisa menjadi cinta sejati bagi mereka, dan terus hidup bersama. 

Lizzy menyandarkan kepalanya di bahu Asher, Asher mengelus-elus kepala Lizzy dengan sayang sambil menghitung aroma sampo dari rambut Lizzy. 

"Babe, apapun yang terjadi kita akan selalu bersama, bukan?" Asher mengangguk. Dia mendekati wajahnya ke wajah Lizzy dan melihat mata itu, dia paling suka dengan senyuman lizzy dan mata Lizzy. Apapun yang menempel di tubuh gadis ini, it fits perfectly! 

Asher mendekatkan wajahnya dan merasakan bibir ranum tersebut, mencium Lizzy adalah bagian favorit yang lain. Bibirnya terasa lembut dan manis, membuat ketagihan. 

Lizzy menyambut ciuman itu. Asher menutupi matanya, dan ingin merasakan ciuman ini selamanya, dia tak ingin kehilangan ciuman ini. 

"Tapi itu dulu! Dulu aku mencintaimu, tapi sekarang aku sangat membenci kamu!" Asher menegang! Dia menggeleng, itu tidak benar! Dia sangat mencintai Lizzy! 

"Kau hanya playboy tak guna!" Asher tak sanggup melihat kilatan benci yang Lizzy tujukan untuk dirinya. Dia hanya menggeleng, tidak! Bersama Lizzy dia tidak pernah tertarik dengan perempuan manapun, semua kesempurnaan sudah ada pada diri Lizzy, dan dia tidak berniat untuk mencari yang lain. 

"Sayang." ucap Asher lembut, tapi Lizzy menggeleng. 

"Don't baby me. Kau tahu, sesungguhnya aku sangat membenci dirimu!" ucap Lizzy tajam, Asher tak sanggup! Dia mencoba menyelami mata Lizzy tapi terasa asing, bukan tatapan lembut dan penuh cinta yang Lizzy berikan untuknya. 

"Jangan seperti itu. Aku tidak pernah melirik wanita lain." 

"Aku membenci kamu, Asher!" Asher hanya menelan salivanya walau dengan susah payah. Tidak! Itu tidak benar, Lizzy tidak akan melakukan itu untuknya. 

Sorotan yang Lizzy berikan hanya sorotan penuh kebencian. 

"Aku membenci kamu, Asher! Sangat!" Lizzy berteriak, berdiri dan berlari. Asher hanya mematung, dia ingin bergerak tapi semua tubuhnya kaku! Dia ingin berteriak tapi mulutnya seolah terkunci. 

Asher hanya bisa menggeleng. Tidak! Tidak bisa! Semua ini tidak benar! 

Ketika pandangan Lizzy menjauh yang Asher ingat hanya kilatan benci yang Lizzy tunjukkan untuknya, dan Asher takkan sanggup jika Lizzy terus membenci dirinya. 

"Tidak!" Dia berteriak sekuat mungkin. Dia tidak mau, Lizzy membenci dirinya. Lizzy harus mencintai dirinya. 

"Asher, Baby! Finally, kau sadar. Terima kasih." Asher merasakan pelukan ibunya, tapi jiwanya masih merasa kosong, Lizzy membenci dirinya. 

"Mau minum air." Asher masih menerawang kosong. Saat kesadarannya kembali, dia semakin ketakutan, Lizzy pergi! Pergi untuk selamanya, dan sekarang Lizzy membenci dirinya. 

Asher masih merekam dengan jelas tatapan benci itu. Ya Tuhan, Asher tidak sanggup untuk memikirkan ini semua! 

"M-mom." Rara hanya mengangguk dan memeluk Asher. Dia akan melakukan apa saja untuk kesembuhan dan kebahagiaan Asher. 

"Lizzy sangat membenciku!" Rara menggeleng dan mengelus-elus kepala Asher dengan sayang. 

"Itu tidak benar, Sayang. Lizzy sangat mencintai kamu." 

"But she did. Dia mengatakan dia sangat membenciku." Rara juga capek untuk terus menghibur Asher yang seperti orang kehilangan arah begini. 

"Mom, kenapa Lizzy pergi?" Rara hanya menangis, harusnya dia menguatkan Asher memberi kalimat-kalimat indah yang membuat Asher tak lagi merasa sedih karena kepergian Lizzy, tapi dia tidak sanggup melihat tatapan kosong tanpa arah yang tergambar jelas di mata Asher. Rara tidak bisa! 

"Lizzy pergi untuk membangun rumah di surga bersama kamu. Bila sudah saatnya, kamu dan Lizzy akan punya rumah bersama di surga nanti." 

"T-tapi Lizzy membenciku!" bisik Asher. 

"Tidak!" Asher tetap tak percaya. Dia masih mengingat jelas setiap ucapan yang keluar dari bibir Lizzy dan tatapan Lizzy. 

Hingga menemukan mata Lizzy yang menatapnya lembut, penuh cinta walau takut dan hati-hati, tapi itu adalah tatapan Lizzy yang biasanya, bukan Lizzy yang dia ingat sangat membenci dirinya! 

"Aku seorang pembunuh bukan, Mom?" tanya Asher membuat Rara yang pingsan. Dia tak sanggup melihat Asher terus merasa bersalah dan menghukum dirinya karena kematian Lizzy. 

Asher terus menghukum dirinya, hingga dia bertemu Cerise. Si cantik pemalu, walau dia menatap Asher takut-takut, tapi melihat tatapan polos itu, Asher seperti bisa merasakan Lizzy di sekitarnya. 

Asher menganggap Cerise itu Lizzy! 

πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°πŸ’°

Tapi apa benar Cerise dan Lizzy itu satu orang? 😎😎😎😎. 

Aku sangat suka dengan karakter Lizzy😍😍😍πŸ₯°πŸ₯°. Semoga kalian jatuh cinta pada Asher dan Lizzy, also Cerise😍😍😍.

See youπŸ’‹πŸ’‹πŸ’‹. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status